Seperti Apa Dunia Bila Teknologi Pendeteksi Emosi Digunakan Dalam Penegakan Hukum? Anime Ini Mungkin Bisa Jadi Referensi!
IDWS, Selasa, 5 November 2019 - Dengan datangnya teknologi pendeteksi emosi, akankah datang era di mana orang dapat ditangkap sebelum melakukan tindak kriminal atau bahkan belum merencanakannya? Sulit untuk dibayangkan dengan sistem hukum di dunia saat ini, yang mengedepankan bukti-bukti konkret dalam menjerat tersangka kriminal.
Tsunemori Akane, tokoh utama di Season 1 Psycho-Pass, memiliki resistensi tinggi akan depresi, stress atau frustasi sehingga Crime Coefficient-nya selalu rendah meski menyaksikan banyak tragedi dalam pekerjaannya sebagai inspektur. (Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Akan tetapi, bukan berarti tidak ada bayangan masa depan seperti itu untuk didiskusikan. Satu anime asal Jepang berjudul Psycho-Pass dengan gamblang mengisahkan era masa depan di mana orang dapat ditangkap atau bahkan dieksekusi di tempat tanpa bukti apapun, selain divonis oleh "sistem" sebagai "orang yang sangat berbahaya secara psikologis."
"Sistem" tersebut bernama Sibyl System dan berpusat di Tokyo, Jepang pada tahun 2100an alias jauh di masa depan.
Setiap penegak hukum dilengkapi dengan Psycho-Pass Scanner untuk menentukan statistik psikologis seseorang. (Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Serba serbi Sibyl System dalam anime Psycho-Pass
Sibyl System mampu "membaca" statistik psikologi manusia (disebut Psycho-Pass, yang juga judul anime ini) dan menggambarkannya dengan warna atau Hue. Selain itu sistem ini juga sanggup mendeteksi tingkal potensi seseorang untuk melakukan tindak kriminal (disebut Crime Coefficient atau Koefisien Kriminal).
Hue merupakan warna dari Psycho-Pass seseorang. Semakin gelap warnanya, semakin tinggi Crime Coefficient seseorang. (Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Hue dan Crime Coefficient pada dasarnya sama-sama digunakan untuk mengukur Psycho-Pass seseorang, hanya saja yang terakhir digambarkan lewat angka. Semakin tinggi angka tersebut, semakin tinggi kemungkinan orang bersangkutan melakukan tindak kejahatan.
Crime Coefficient terendah adalah 0, dan dilambangkan dengan Hue berwarna putih bersih. Crime Coefficient tertinggi dalam animenya adalah 899 dan dilambangkan dengan Hue berwarna hitam pekat.
Tingkat Crime Coefficient menjadi acuan pagi penegak hukum dalam menangani seorang tersangka.
• Di bawah 100: Bukan target penegakan hukum, tak peduli apapun yang mereka lakukan.
• 100 - 299: Berpotensi melakukan tindak kriminal (Latent Criminal) dan penegak hukum dapat melumpuhkannya namun tidak diperbolehkan eksekusi di tempat.
• Lebih dari 300: Sangat berbahaya bagi masyarakat, eksekusi di tempat diperbolehkan.
Ironisnya, Crime Coefficient 0 dalam anime Psycho-Pass hanya dimiliki oleh satu orang saja, yakni Makishima Shougo yang merupakan musuh utama serta dalang dari berbagai kejahatan di Season pertama anime buatan Production I.G. itu.
Crime Coefficient Makishima Shouga (kiri) tetap berada di angka 0 dengan Hue putih bersih meski ia terang-terangan sedang membunuh orang di depan inspektur Tsunemori Akane. (Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Bahkan meski baru saja membunuh orang, Crime Coefficient Makishima tetaplah 0 dan Hue-nya berwarna putih bersih sehingga para penegak hukum tidak bisa melakukan apa-apa kepadanya. Melawan penilaian Sibyl System akan langsung berakibat seorang penegak hukum ditindak tegas oleh Sibyl System, dan terancam terkucil dari masyarakat.
Celah dari Sibyl System, dan mungkin juga teknologi pendeteksi emosi sekarang ini
Makishima Shougo menjelaskan bahwa Sibyl System tidaklah sempurna, dan memiliki celah: Sistem itu tidak bisa menjerat orang-orang yang tidak merasa bersalah sama sekali (termasuk tingkat alam bawah sadar) saat melakukan tindak kriminal. Dalam kasus Makishima, ia mengaku membunuh sesama manusia sama seperti bernafas bagi dirinya, sehingga Sibyl System tidak bisa mendeteksi gejala-gejala keagresifan, rasa bersalah, panik, dan sebagainya yang biasanya digunakan untuk mengukur Psycho-Pass seseorang.
Sibyl System tidak memperkenankan orang-orang dengan Crime Coefficient di bawah 100 menjadi target penegakan hukum, sekalipun mereka melakukan kejahatan tepat di depan mata penegak hukum. (Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Pada era di mana Sibyl System memegang kendali, kesehatan mental menjadi kebutuhan pokok masyarakat Jepang hampir setara dengan air dan makanan. Berbagai fasilitas rehabiltiasi dan penanganan depresi marak ditemui di Jepang dalam anime Psycho-Pass.
Rakyat menjadi sangat takut akan depresi dan stress, membuat mereka cenderung berperilaku histeris ketika menyaksikan suatu kejadian yang membuat mereka terpukul.
Selain itu, Sibyl System juga tidak pandang bulu dalam menegakkan peraturannya. Dalam satu kasus, seorang wanita korban penculikan yang disiksa dan diperkosa penculiknya pun turut menjadi target penegakan hukum karena Crime Coefficient-nya meningkat tajam akibat siksaan yang diterimanya. Padahal secara logika, wanita itu tidaklah bersalah karena menjadi korban penculikan bukan?
(Psycho-Pass Anime/Production I.G)
Bila masih kurang, Sibyl System juga menentukan nasib seseorang di Jepang. Mulai dari menentukan sekolah, karir pekerjaan, hingga hobi yang dijalani. Seseorang yang divonis Sibyl System tidak bisa bekerja sebagai seorang pemain sepakbola tidak diperkenankan menjadi pemain sepakbola profesional, atau akan dianggap melanggar hukum.
Tentunya cerita dalam anime ini hanyalah fiktif belaka, namun tidak ada salahnya apabila kita menjadikannya sebagai referensi.
Apakah pantas kita menyerahkan nasib dan masa depan kita kepada para AI (Artificial Intelligence)? Apakah kamu mau, diatur sedemikian dalam hingga melakukan apa yang kamu suka dianggap sebagai pelanggaran hukum? Pikirkan lagi! Siapa tahu era itu sudah dekat. Setidaknya mungkin China sepertinya cocok dengan konsep Sibyl System...
(stefanus/IDWS)
Sumber: Psycho-Pass Anime/Production I.G.