Cabut Kebijakan Zero COVID, 1 Juta Rakyat China Dilaporkan Berpotensi Meninggal Karena COVID-19
Keputusan China mengakhiri kebijakan zero-COVID secara tiba-tiba pada awal bulan Desember ini telah mulai memakan korban jiwa, di mana hasil studi terbaru menyebutkan bahwa hampir satu juta rakyat China berpotensi meninggal dunia karena kekurangan imunitas alami.
IDWS, Selasa, 20 Desember 2022 - Selama hampir tiga tahun lamanya, pemerintah China menerapkan kebijakan zero-COVID untuk menekan penyebaran pandemi COVID-19 di negara melalui karantina tegas, pengetesan, hingga tracing kontak kepada rakyatnya. Kebijakan yang memakan biaya besar dan berdampak negatif bagi perekonomian itu kemudian mendadak ditinggalkan oleh pemerintah China pada 7 Desember 2022. Dan kini, gelombang baru COVID-19 mulai menyapu kembali China Daratan hingga ke daerah-daerah pinggiran.
Melansir laporan The Jakarta Post, otoritas kesehatan China pada Selasa (20/12/2022) melaporkan lima kematian terkait COVID-19 di ibu kota Beijing. Sebelumnya pada Senin (19/12/2022), telah ada dua korban jiwa juga terkait virus yang sama di kota yang sama pula. Selain itu, fasilitas-fasilitas kesehatan di berbagai kota di China mulai kembali dipenuhi pasien COVID-19, membuat rumah sakit kelabakan untuk menambah tempat tidur dan klinik-klinik tambahan untuk merawat pasien COVID-19 di gelombang baru kali ini.
Namun ada indikasi bahwa jumlah korban jiwa akibat COVID-19 melebihi angka yang disebutkan pemerintah. Melansir pemberitaan CNN, warganet China ramai-ramai membahas fenomena membanjirnya order bagi rumah duka di sekitar mereka tinggal.
Seorang pegawai di sebuah rumah duka di pinggiran China mengaku kepada CNN bahwa tempat kerjanya dipenuhi oleh antrean panjang untuk layanan kremasi, dan pelanggan terpaksa menunggu hingga keesokan harinya sebelum anggota keluarga mereka yang meninggal bisa dikremasi.
Tempat tidur berjejeran di sebuah arena olahraga di Beijing, China, 20 Desember 2022. Tempat-tempat tidur tersebut disiapkan untuk menghadapi gelombang infeksi COVID-19 yang baru di China usai dicabutnya kebijakan zero-COVID secara mendadak oleh pemerintah Chna pada 7 Desember lalu. (The Jakarta Post/Reuters/Thomas Peter).
Beijing tak sendirian. Kota-kota besar China lainnya juga menghadapi lonjakan infeksi COVID-19. Pada Senin (19/12/2022), sekolah-sekolah di Shanghai kembali menerapkan sekolah online. Hal yang sama juga terjadi di Guangzhou.
Menariknya di kota besar Chongqing, pemerintah setempat mengumumkan pada Senin kemarin bahwa para pekerja yang positif COVID-19 dapat bekerja "seperti biasa", padahal sebelumnya mereka yang positif COVID-19 langsung dikarantina bak pesakitan dan lokasi kerja dan tempat tinggalnya akan diterapkan lockdown. Sungguh kontras sekali.
Sebuah studi yang didanai oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC) dan pemerintah Hong Kong menyebutkan bahwa gelombang COVID-19 yang melanda China kali ini berpotensi dapat menyebabkan 684 kematian di setiap satu juta penduduk China. Dengan populasi Negeri Tirai Bambu yang mencapai 1,4 miliar penduduk, maka artinya jumlah korban jiwa bisa berpotensi mencapai angka 964.400 orang.
Wu Zunyou, kepala epidemiologist di CDC, pada Sabtu (16/12/2022) dalam sebuah konferensi pers di Beijing menyatakan bahwa pihaknya memperkirakan gelombang infeksi COVId-19 pada Desember 2022 ini hanyalah gelombang pertama. Menurutnya, masih akan ada dua gelombang infeksi lainnya yang akan menerjang China di sepanjang musim dingin.
Wu menuturkan bahwa lonjakan kasus COVID-19 di China akan semakin meningkat karena rakyat China juga akan merayakan tahun baru China yang jatuh pada 21 Januari 2023, di mana para pekerja yang mencari nafkah di kota-kota besar akan pulang ke rumah mereka masing-masing di daerah-daerah pinggiran, memperbesar risiko penularan COVID-19.
Akankah gelombang infeksi COVID-19 baru di China ini akan berdampak bagi Indonesia? Semoga saja tidak. Namun tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: The Jakarta Post, CNN