Tudingan Eksploitasi Anak KPAI Terhadap Djarum Beasiswa Bulutangkis Untuk Promosi Rokok, Di Negara 'Ramah' Rokok Seperti Indonesia?
IDWS, Kamis, 8 Agustus 2019 - Polemik antara Komisi Perlindungan Anak (KPAI) dengan Djarum Foundation rupanya lebih terfokus pada penggunaan brand rokok Djarum dalam program perekrutan bibit mudanya. Menurut KPAI, penggunaan citra baik logo, nama maupun corak warna dapat dianggap sebagai eksploitasi anak terselubung.
Oleh karena itu, KPAi meminta agar seleksi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2019 dihentikan. Mereka menggunakan PP Nomor 109 tahun 2012 sebagai landasan keputusannya, yakni dilarangnya penyebutan merek dalam iklan rokok. Logo Djarum Foundation dan Djarum Badminton Club memang terpampang dalam kegiatan tersebut.
Kantor Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Foto: Indopolitika.com)
Menurut Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawaty, kegiatan itu berpotensi membuat anak mengesampingkan bahaya rokok. Meski Djarum Foundation dan Djarum Badminton Club berkilah bahwa mereka terpisah dari perusahaan rokok Djarum, namun istilah Djarum sudah kadung melekat erat salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia, di mata masyarakat.
Sehingga KPAI menganggap tidak etis apabila program olahraga khusus anak masih memaparkan logo-logo terkait rokok Djarum dan menggunakan kata "Djarum" .
Meski begitu, gelaran seleksi Djarum Beasiswa Bulutangkis tahun 2019 masih tetap berlangsung pada 28-30 Juli lalu di GOR KONI Kota Bandung, Jawa Barat.
Kenapa baru sekarang diprotes?
Sejatinya berbagai alasan yang dipaparkan oleh KPAi memiliki argumen yang cukup kuat. Hanya saja mereka lupa bahwa negara Indonesia sendiri adalah negara yang telah lama dikenal sebagai negara "ramah" terhadap rokok.
Entah prosedur penjualan rokok yang mudah sehingga dapat dibeli anak di bawah umur, kultur merokok yang nyaris "di mana saja, kapan saja", serta murahnya harga rokok merupakan sederet masalah utama yang seharusnya lebih diperhatikan terlebih dahulu. Belum lagi fakta bahwa rokok merupakan salah satu pilar ekonomi Indonesia dengan industrinya yang besar.
Selain Christian, para legenda bulutangkis Indonesia serta tim pelatih PB Djarum yang termasuk dalam Tim Pencari Bakat, terdiri dari Fung Permadi, Lius Pongoh, Denny Kantono, Yuni Kartika, Sigit Budiarto, Hastomo Arbi, Liliyana Natsir, Engga Setiawan, Bandar Sigit Pamungkas, Sulaiman, dan Nimas Rani. (Foto: Kompas.com)
Merokok adalah hal lumrah di negara kita ini. Sehingga bagi generasi muda maupun orang tua, tidak ada yang mempermasalahkan fakta bagaimana mereka "terpapar" atau "dimanfaatkan" untuk mempromosikan merek rokok berbalut pembiayaan pembinaan olahraga. Setidaknya, mereka paham bahwa merokok atau tidak itu adalah pilihan pribadi seorang individu dan bahwa adalah tugas orang tua untuk mendidik anak akan bahaya merokok.
Mengesampingkan perusahaan rokok Djarum di belakang program pencarian bibit muda pemain bulutangkis, program Beasiswa Bulutangkis tersebut telah sekian tahun membantu Indonesia menemukan para penerus bagi pemain-pemain veteran, dari generasi ke generasi. Kegiatan positif tersebut telah berlangsung sekian lama, lantas kenapa baru dipermasalahkan sekarang, dengan begitu tiba-tiba? Ada apa gerangan? Dari dulu kemana saja?
Mendayung sekoci dengan tangan
Seperti yang sudah dibahas di atas, bahwa negara kita ini adalah negera "ramah" rokok (sesuatu yang cukup disayangkan sebenarnya), sehingga apa yang dilakukan KPAI ini seperti mendayung sekoci dengan tangan di tengah samudera.
Kasus ini mirip dengan Presiden AS, Donald Trump, yang menyalahkan video game sebagai salah satu faktor yang menurutnya memicu tindak kekerasan fatal berakibat hilangnya nyawa manusia, padahal miliaran orang di dunia dan berbagai negara juga bermain video game, namun hanya di AS saja kasus penembakan masal sering terjadi dengan korban jiwa yang tidak sedikit.
Mengikuti kompetisi pencarian bakat olahraga yang disponsori oleh perusahaan rokok tidak akan serta merta membuat anak itu akan meremehkan bahaya merokok. Malah hampir dibilang tidak masuk akal karena sebagai calon atlet profesional, sudah seharusnya tahu dan menjauhi rokok. Membedakan konteks profesionalitas dengan kelangsungan olahraga itu sendiri adalah suatu hal simpel yang dapat dipikirkan oleh anak sekolahan sekalipun.
Djarum Foundation siap patuhi hukum
KPAI pada akhirnya mau mengizinkan program seleksi Djarum Beasiswa Bulutangkis 2019 tetap berjalan, namun dengan syarat digantinya penggunaan nama Djarum serta logo-logo terkait. Singkatnya, menghentikan promosi produk tembakau yang menyertakan anak di bawah umur 18 tahun.
Audisi PB Djarum. (Foto; Istimewa/Tempo.co)
Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan eksploitasi anak karena tidak ada unsur pemaksaan. Yoppy menekankan bahwa Djarum Foundation selalu mematuhi hukum yang berlaku.
Selama ini, kata Yoppy, Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis selalu berjalan dengan izin PP PBSI, kepolisian, dan Dispora. "Tentunya kami bergantung pada regulasi saja. Apakah KPAI punya kewenangan mengatur regulasi. Kalau memang kewenangan itu ada, kami patuh pada regulasi," ujar Yoppy kepada Kompas.com, Kamis (8/8/2019) pagi. "Intinya Djarum tidak mau jadi pelanggar hukum. Kalau memang (audisi bulu tangkis) dilarang, kami akan berhenti. Tetapi kalau tidak ada pertentangan, kami akan jalan terus."
Menurut Yoppy, orangtua peserta audisi pun tidak memiliki masalah dengan adanya penamaan Djarum. Bahkan, tak sedikit orangtua yang ingin agar Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis bisa diadakan di kota-kota lain. "Kalau memang ada yang keberatan dengan Audisi Djarum, ya enggak usah ikut. Kami tidak memaksa, kok," ujar Yoppy. "Kami tidak pernah menutup-nutupi. Semua kami gelar secara transparan. Kami taat hukum. Kalau memang tidak boleh lagi, kami akan berhenti. Tetapi kalau tidak ada regulasi yang melarang, kami akan jalan terus."
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Kompas.com, Tirto, Tempo.co