Dicap Tetangga Pengangguran, Pria Kulon Progo Rupanya Raup Cuan Dollar dari Perusahaan Singapura
Nurrohman (33), pria warga Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang kerap dicap sebagai pengangguran oleh tetangga-tetangganya rupanya bekerja di sebuah perusahaan asal Singapura.
IDWS, Rabu, 22 Juni 2022 - Nurrohman bekerja secara online dari sebuah bilik kamar berukuran 3x3 meter di mana ia mengelola puluhan server dari berbagai negara sebagai operational development engineer.
"Ya, sering banget itu (dikira pengangguran). Karena pertama nggak pernah keluar kerja," ujar Nurrohman ketika ditemui di rumahnya di Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kulon Progo, Selasa (21/6/2022) seperti dikutip dari detikcom.
"Kalau tetangga-tetangga lain kan keluar kerja bantu di sawah. Kalau saya mungkin cuman keliatan kalau pas tetangga datang ke rumah, kalau pas waktu tidur atau bermain pasti keliatan nggak kerja," sambung dia seraya terkekeh.
Berbekal komputer dan laptop serta jaringan internet, putra pasangan Sunardi dan Sunikem ini sehari-hari bertanggung jawab dalam menangani puluhan server di luar negeri milik perusahaan Singapura tempatnya bekerja. Ia mengaku ada sekitar 50-70 server yang ia kelola setiap harinya. Jumlah itu bisa bertambah jika ada event-event tertentu di negara seperti Singapura, Malaysia, Abu Dhabi dan beberapa negara lain yang menjadi klien perusahaannya.
Pria Kulon Progo ini kerap dikira pengangguran, padahal dia mengelola puluhan server di luar negeri. (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng).
"Saat ini saya kerja sebagai developer di perusahaan namanya Infrastructur Engineering tapi fokus posisi saya saat ini sebagai devop (development operational) aja. Jadi devop itu menyediakan misalnya kita devop menambah server mengurangi server ataupun melihat lot dari aplikasi, melihat apakah aplikasi itu bermasalah atau tidak, itu permintaan dari developer atau klien," terang Nurrohman.
Nurrohman sudah bekerja di perusahaan Singapura itu dalam lima tahun terakhir. Alasannya memilih bekerja di perusahaan asing karena ia mengaku hanya tamatan SMK di Pengasih, Kulon Progo. Sehingga, ia kesulitan mencari pekerjaan di Indonesia karena mayoritas meminta ijazah di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sedangkan perusahaan asing lebih melihat ke kemampuannya.
"Karena saya lulusan SMK saja, terus selama ini di Indonesia masih dibutuhkan ijazah dan saya nggak mempunyai ijazah pendidikan tinggi, jadi saya coba peruntungan di luar negeri. Di luar negeri itu kebanyakan dia nggak meminta apakah ijazah itu berpendidikan tinggi atau tidak, tapi yang diminta adalah kemampuan atau skill," ujarnya.
Kemampuan mengelola server pun didapatkan Nurrohman dari belajar otodidak dari internet. Dia lalu mempraktikkan ilmu tersebut untuk mendapatkan proyek sebelum akhirnya mendapat kontrak dari perusahaan di Singapura.
Kerap terbentur masalah jaringan internet dan listrik
Jauh dari perkotaan, membuat pekerjaannya menjadi devop bukan tanpa kendala. Sulitnya mendapatkan sinyal internet hingga jaringan listrik yang kerap padam, membuat pekerjaan pemuda ini terhambat.
"Karena posisi saya di desa, dukanya itu pertama listrik sering padam apalagi waktu pas hujan deras. Itu kan listrik dimatikan demi keamanan warga," terangnya.
"Terus kan di desa itu koneksi waktu dulu saya fokus kerja di devop atau infrastruktur ini mulai 2018 tempat saya ini masih belum dapat fiber optik, jadi masih menggunakan modem, masih menggunakan sinyal seluler. Nah itu kadang-kadang sinyalnya jelek, kadang enggak dapet sinyal, nah itu yang dukanya," sambung Nurrohman.
Di sisi lain, Nurrohman mengaku beruntung bisa mendapatkan pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah dengan penghasilan lumayan. Nurrohman pun mengaku bisa meraup Rp 3,7 juta dalam sebulan.
"Kalau sukanya ya itu tadi saya nggak perlu ke mana-kemana, saya nggak perlu ijazah yang tinggi, sukanya di situ. Jadi saya mengandalkan kemampuan saya dan posisi saya di desa pun diterima di perusahaan luar negeri juga," ujar dia bangga
(stefanus/IDWS)
Sumber: detikcom