Viral Penggemar Idol Kpop Ancam Polisikan Orang yang Hina Idolanya, Ini Penjelasan Pakar Hukum!
Baru-baru ini warganet Indonesia dihebohkan oleh kasus penggemar Kpop yang tak terima idola mereka dihina hingga mengancam akan membawanya ke meja hijau. Lantas, bisakah kasus seperti itu diperkarakan secara hukum?
IDWS, Senin, 23 Mei 2022 - Seperti yang sudah IDWS wartakan sebelumnya, kasus penggemar yang ingin melaporkan seorang gadis bernama Safa karena telah menghina Huang Renjun dan Na Jae-min yang merupakan anggota boyband NCT Dream bikin heboh warganet Indonesia dan jadi sorotan.
Bahkan dalam rekaman Space yang beredar di media sosial, penggemar fanatik tersebut sempat menyuruh Safa untuk "belajar hukum dulu". AKan tetapi, sepertinya penggemar ini yang harusnya belajar hukum sebelum mengancam akan melaporkan Safa ke polisi.
Melansir pemberitaan detikcom yang bertanya langsung kepada advokat profesional Rusdianto Matulatuwa, S.H., mengadukan seseorang ke polisi karena telah menghina idola pelapor itu tidak mungkin dilakukan.
Istilah delik aduan (klacht delict), ditinjau dari arti kata 'klacht' atau pengaduan berarti tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan setelah adanya laporan yang bersifat pengaduan dengan permintaan seseorang untuk dilakukan penuntutan terhadap orang tertentu.
Kasus Safa vs. penggemar fanatik NCT Dream jadi sorotan karena Safa diancam akan dilaporkan ke polisi karena dinilai telah "mencemarkan nama baik" anggota boyband NCT Dream. (Tangkapan layar/Pikiran Rakyat)
Menurut KUHP Indonesia dikenal lembaga delik aduan khusus dalam bidang kejahatan saja. walaupun dalam suatu kejahatan itu telah ditentukan adanya delik aduan, baik absolut maupun relatif, namun dalam hukum acaranya tetap berlaku asas oportunitas. Delik aduan pada umumnya dibagi dalam dua jenis yaitu Delik Aduan Absolut (absolute klatcht delict) dan Delik Aduan Relatif (Relatieve klacht Delict).
Delik Aduan Absolut (absolute klatcht delict)
- Yang dimaksud dengan delik aduan absolut adalah tiap-tiap kejahatan yang dilakukan, yang hanya akan dapat diadakan penuntutan oleh penuntut umum bila telah diterima aduan dari yang berhak mengadukannya.
Delik Aduan Relatif (Relatieve klacht Delict)
- Delik aduan relatif adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu, justru diperlakukan sebagai delik aduan. delik aduan relatif adalah delik dimana adanya suatu pengaduan itu hanyalah merupakan suatu voorwaarde voor vervolgbaarheid atau suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya, yaitu bilamana antara orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan itu terdapat suatu hubungan yang bersifat khusus.
Pihak-pihak yang berhak mengajukan aduan dan jangka waktunya, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 72 KUHP:
(1) Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan kepada orang yang umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau kepada orang yang di bawah pengampuan (curatele) lain orang bukan dari sebab keborosan, maka selama dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadu ialah wakilnya yang sah dalam perkara sipil
(2) Jika tidak ada wakil, atau dia sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawasi atau curator (penilik) atau majelis yang menjalankan kewajiban wali pengawas atau yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan isteri, seorang kaum keluarga dalam turunan yang lurus, atau kalau ini tak ada atas pengaduan kaum keluarga dalam turunan yang menyimpang sampai derajat yang ketiga.
Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa yang berhak mengajukan aduan tersebut adalah : Wakilnya yang sah dalam perkara sipil, atau wali, atau pengaduan orang tertentu (khusus untuk orang yang belum dewasa). Misalnya orang tua korban, pengacara, pengampu (curator) dan wali. Orang yang langsung dikenai kejahatan itu (korban).
Adapun tenggang waktu untuk mengajukan aduan tersebut diatur dalam Pasal 74 ayat (1) KUHP:
Pengaduan hanya boleh dimasukkan dalam tempo (6) Enam Bulan sesudah orang yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, kalau ia berdiam di Negara Indonesia ini, atau dalam tempo sembilan bulan sesudah ia mengetahui itu, kalau berdiam di luar Negara Indonesia.
Jadi kalau seseorang mempunyai hak untuk mengajukan aduan, ia hanya boleh memasukkan aduan tersebut paling lama dalam jangka waktu enam bulan setelah kejadian itu diketahuinya, tetapi kalau kebetulan ia berdiam di luar negeri, maka tenggang waktu itu paling lama sembilan bulan.
Dalam perkembangan teknologi dan era globalisasi sekarang maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akhirnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-undang Informasi dan Transaksi elektronik (UU ITE) juga mengatur tentang delik aduan yaitu revisi undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat 3, pemerintah membedakan makna antara fitnah dan pencemaran nama baik.
Pemerintah juga menjelaskan kriteria seseorang yang bisa atau tidak dihukum menggunakan pasal ini.
Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa pihak yang berhak menyampaikan aduan dalam tindak pidana pencemaran, fitnah, menyerang nama baik seseorang dengan menggunakan sarana ITE hanya korban. Misalnya ada orang menghina Pejabat menyangkut pribadi itu yang boleh mengadu pejabat atau kuasa hukumnya, bukan orang lain yang tidak ada kaitannya lalu mengadukan sendiri, tidak bisa, sekarang harus orang langsung yang jadi korban.
Berkaitan dengan pasal 315 KUHP terkait dengan delik Penghinaan Ringan seperti ini dapat dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. Dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, maka dapat dianalisa mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain "menuduh suatu perbuatan", misalnya dengan mengatakan "anjing", "asu", "sundel", "bajingan" dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan inilah yang disebut dengan"penghinaan ringan".
Sehingga mengacu pada keterangan di atas tentu tidaklah dimungkinkan menurut hukum apabila seorang idola kita dihina oleh seseorang, dapat dilakukan pengaduan oleh orang lain. Namun apabila si idola tersebut melaporkan sendiri ke kepolisan, maka baru bisa dilakukan proses hukum.
(Stefanus/IDGS)
Sumber: Detikcom