Heboh Alun-Alun Utara Jogja Dijual Secara Virtual di Situs Next Earth, Simak Penjelasannya!
Netizen tengah dihebohkan oleh kabar bahwa Alun-Alun Utara Jogja dijual dengan nilai fantastis di situs Next Earth.
IDWS, Kamis, 6 Januari 2022 - Melansir laporan Jogjapolitan mengutip suara.com, seorang warga Srimartani Kapanewon Piyungan Kabupaten Bantul bernama Eka Haryanta mengaku melihat Alun-Alun Utara dijual di situs Next Earth oleh pemilik akun Yofhiant dengan harga 240 United States Dollar Tether (USDT) alias mata uang kripto yang memiliki nilai aset setara USD 1.
“Kaget juga, kemarin saya jumpai dijual 254,31 USDT,” ujar Eka, Selasa (4/1/2022).
Tak hanya itu, Eka juga mengaku menemukan postingan di Twitter @ridlwandjogja yang menyampaikan keinginan untuk membeli Alun-Alun Utara di metaverse. Ridlwan juga menampilkan tangkapan layar harga jual aset tersebut.
"Jika itu diklaim secara virtual untuk kepentingan ekonomi oleh pihak tertentu. Kraton nanti tidak bisa apa-apa," ujar Eka.
Tak hanya Alun-Alun Utara saja, rupanya banyak lokasi penting di Yogyakarta yang dijual secara virtual. Beberapa di antaranya adalah Kompleks Kepatihan Pemda DIY dan Gedung Agung yang juga dijual di situs Next Earth.
Dalam situs itu, Kompleks Kepatihan dijual 17,39 USDT atau mata uang crypto currency. Sementara Gedung Agung dijual 36,84 USDT dan Alun-alun Utara dijual 237,56 USDT.
Konsep dunia virtual dan NFT
Pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridi Ferdiana pun menjelaskan sebelum masuk ke Next Earth dia membeberkan bagaimana konsep metaverse secara awam.
"Bayangkan Anda adalah seorang Budi, seorang pegawai negeri sipil yang tinggal di Indonesia. Kemudian ada sebuah video game, video game yang memungkinkan Budi bermain sebagai Budi di dunia virtual," kata Ridi dikonfirmasi wartawan, Kamis (6/1), seperti dikutip dari kumparan.
Dia menjelaskan sosok Budi ini dalam dunia virtual dia juga bisa bekerja sebagai wirausaha dia dapat memiliki rumah juga uang. Sehingga konsep dunia metaverse adalah konsep dunia virtual berbasis 3D yang kerap kali dikaitkan dengan sebuah permainan.
Kepatihan DIY yang dijual di situs Next Earth. (kumparan/istimewa)
"Metaverse sendiri adalah evolusi dari sebuah video game yang menghubungkan aktivitas dunia nyata ke dunia virtual. Video game the SIMS atau Second Life misalnya, adalah sebuah video game yang merupakan cikal bakal metaverse. Aktivitas kehidupan di dunia sehari-hari sebagai manusia bisa dilakukan di dunia virtual," katanya.
Dengan kemajuan teknologi yang pesat, video game bisa menjadi sebuah dunia virtual yang mereplikasi kondisi dunia nyata. Dia mencontohkan Ubisoft yang telah mengembangkan The Crew. Game itu memvirtualkan 10.000 KM jalan di Amerika Utara dalam sebuah video game balapan.
"Nama jalan, lokasi-lokasi menarik, hingga toko-toko divirtualkan di video game tersebut. Dunia virtual yang makin membesar berkat teknologi komputasi awan membuat para pengembang teknologi informasi dapat mereplikasi seisi bumi dalam bentuk virtual, dan dari situlah Metaverse hadir," katanya.
"Sesuai dengan namanya metaverse, lokasi yang ada di metaverse ini tidak diberi nama atau unnamed teritory. Namun demikian pemilik aset virtual tersebut besar kemungkinan akan menamakannya dengan lokasi yang sama dengan di dunia nyata. Pada saat itu terjadi tentu pemilik aset real dapat memilikinya atau membiarkannya karena di dunia virtual yang berbeda," jelasnya.
Lalu bagaimana dengan keamanan aset virtual seperti ini? Dia menjelaskan bahwa keamanan aset virtual Next earth didasarkan pada konsep Blockchain. Uang Crypto pada Next earth adalah NFT (Non Fungible Token) yang tidak dapat dipertukarkan tetapi dapat diperjual belikan.
Alun-Alun Utara Jogja dijual di situs Next Earth. (Jogjapolitan via suara.com)
NFT merupakan obyek digital yang unik karena memiliki orisinalitas karena terdaftar di jaringan blockchain. Sehingga sekalipun orang lain memiliki obyek digital yang sama persis, tetap hanya ada satu obyek digital bersangkutan yang berstatus orisinil sehingga memiliki nilai. Hal ini mirip dengan kepemilikan kendaraan dengan BPKB. Meski jenis kendaraan boleh sama, namun setiap kendaraan itu adalah unik berdasarkan catatan BPBK-nya.
"Legalisasinya saat ini memang belum diatur sepenuhnya untuk aset virtual ini. Tetapi mengacu pada statemen bank sentral indonesia, uang crypto adalah digital commodities yang perlu dikaji kredibilitasnya," tandas Ridi Ferdiana.
Reaksi Pemda DIY
Terkait hal ini, Pemda DIY pun angkat bicara. Kepala Bagian Humas Biro Humas dan Protokoler Pemda DIY Ditya Nanaryo Aji menjelaskan pihaknya tidak pernah bekerja sama atau mengizinkan penjualan lokasi-lokasi tersebut secara virtual.
"Terkait berita Kompleks Kepatihan maupun Alun-alun Utara yang dijual di situs Next Earth, Pemda DIY tidak pernah bekerja sama, merekomendasikan, atau mengizinkan jual beli secara virtual terkait aset-aset apa pun milik DIY," tegas Ditya, Rabu (5/1), seperti dikutip dari kumparan.
"Jika ditemukan ada kasus jual beli secara virtual lewat platform apa pun, sepenuhnya merupakan klaim sepihak dan tidak ada relevansi dengan kepemilikan sah aset fisik tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan bahwa jika ke depan ada hal yang merugikan terkait penjualan virtual tersebut maka pihaknya akan mengambil tindakan.
"Kalau memang ada penyalahgunaan dan merugikan pemerintah daerah tentu kita melakukan pengaduan," ujarnya.
Namun sejauh ini dia mengaku belum ada dampak terkait hal tersebut.
"Ya kan kita merasa masih nggak ngefek. Kalau memang ada hal sampai merugikan kita tentu akan melakukan tindakan siapa yang merugikan kita," pungkasnya.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Jogjapolitan via Suara.com, kumparan