3 Zat Kimia Berbahaya Ditemukan Pada Pasien Balita Pengidap Gangguan Ginjal Akut
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan tiga zat kimia berbahaya yang terdeteksi pada pasien balita penderita gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal.
IDWS, Kamis, 20 Oktober 2022 - Tiga zat kimia berbahaya tersebut, yaitu etilen glikol/ethylene glycol (EG), dietilen glikol/diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).
"Kemenkes sudah meneliti bahwa pasien balita yang terkena AKI (accute kidney Injury) terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam pernyataannya, Kamis (20/10/2022), dikutip dari Kompas.com.
Budi mengungkapkan, ketiga zat kimia ini adalah impurities (ketidakmurnian) dari zat kimia tidak berbahaya, polyethylene glycol. Polyethylene glycol sendiri adalah zat yang sering dipakai sebagai solubility enhancer atau pelarut di banyak obat-obatan jenis sirup. Namun, obat-obat jenis sirup yang digunakan oleh pasien terserang AKI mengandung tiga zat kimia berbahaya tersebut. Obat-obat dengan zat berbahaya itu didapatkan dari rumah pasien.
"Beberapa jenis obat sirup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI, terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirup," ucap Budi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/8/2022).(Kompas.com/Dokumentasi/Sekretariat Presiden)
Oleh karena itu, kata dia, Kemenkes mengambil langkah konservatif untuk sementara melarang penggunaan obat-obat sirup. Larangan ini diberlakukan sambil menunggu otoritas obat atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka.
"Kemenkes mengambil posisi Konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup, mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an (penderita) per bulan."Realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan fatality/kematian rate mendekat 50 persen," ujar Budi.
Sebelumnya, Kemenkes memberikan sejumlah instruksi yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.
Dalam surat itu, kementerian yang berwenang di bidang kesehatan ini menginstruksikan tenaga medis pada fasilitas pelayanan kesehatan termasuk para dokter tidak meresepkan obat cair/sirup kepada pasien. Lalu, menginstruksikan agar semua apotek tidak menjual obat bebas maupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair untuk sementara waktu kepada masyarakat. Pembatasan-pembatasan ini dilakukan sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah.
Sejauh ini, Kemenkes mencatat jumlah penderita gangguan ginjal akut misterius mencapai 206 kasus yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Sebanyak 99 di antaranya meninggal dunia. Mayoritas pasien yang meninggal adalah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen
Artikel Asli: Kompas.com