Lebih dari 90 Persen Siswi SMP dan SMA di Depok, Jabar, Terlibat Hubungan Seksual Pranikah, Komnas Perempuan Dorong Pendidikan Seksual di Sekolah
Komnas Perlindungan Anak mengungkap hasil survei terhadap siswi SMA/SMA di Depok lima tahun lalu yang mengungkapkan mayoritas dari mereka sudah tidak perawan lagi.
IDWS, Senin, 28 Desember 2020 - Pengungkapan survei tersebut merupakan respon dari perkataan anggota DPR Komisi VIII Fraksi PKS, Nur Azizah Tahmid, yang mengatakan bahwa 70 persen siswi SMP di Kota Depok, Jawa Barat, telah berhubungan seksual.
Hasil survei yang diungkap Komnas Perlindungan Anak pada lima tahun lalu itu mengungkap angka yang lebih besar, yakni 93.7 persen.
"Jadi sebenarnya lima tahun yang lalu survei Komnas PA menemukan 93,7 persen anak SMP dan SMA itu mengaku sudah tidak perawan lagi. Jadi apa yang dikatakan oleh kader PKS itu dibenarkan data lima tahun lalu dan kita sudah umumkan itu," kata Alimatul Qibliyah — Komisionar Komnas Perempuan, dikutip dari CNNIndonesia.com via situs resmi Komnas PA.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong sekolah agar menggelar pendidikan seksual yang lebih komprehensif dari sebelumnya. mengatakan bahwa dorongan ini menjadi semakin penting setelah hasil survei Komnas Perlindungan Anak terhadap 4.700 sisw SMP/SMA di Kota Depok mengaku pernah berhubungan seksual.
Sejumlah siswa dan orangtua murid saat hendak mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru di sebuah sekolah di Depok, Jawa Barat, Selasa (18/6/2019). (Foto: ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA)
"Karena perilaku berisiko yang sering dilakukan relasi pacaran kalau terjadi, dampak terburuk yang diemban pada perempuan, karena adanya kehamilan yang tidak diinginkan," kata Alimatui Qibliyah kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Senin (28/12/2020).
Selain kehamilan, Alim mengatakan ada banyak perkara hubungan lawan jenis yang perlu dipahami siswa dan siswi di usia remaja. Termasuk menghindari kekerasan dalam pacaran sampai hubungan yang tidak sehat.
Dalam kasus-kasus tertentu, menurutnya, perempuan kerap kali menjadi pihak yang paling dirugikan. Misalnya ketika siswi yang hamil kemudian dikeluarkan dari sekolah, sehingga pemenuhan haknya terhambat. Dampak-dampak ini, kata dia, perlu dipahami siswa dan siswi.
Sementara menurut pemahamannya sebagai ahli di bidang kajian gender dan pendidikan seksualitas, masyarakat Indonesia masih menganggap pendidikan seksual di sekolah artinya mendorong kegiatan seksual aktif.
Padahal menurut riset yang dilakukan di negara dengan pendidikan seksual di sekolah, sambung Alim, siswa dan siswi cenderung mengurungkan niat melakukan hubungan seksual setelah mendapat pengetahuan yang komprehensif.
"Ketika anak mendapat pendidikan seksual, justru mereka akan semakin menunda [aktivitas] seksual aktifnya. Lah ini yang kadang-kadang agak susah untuk dipahami," ujarnya.
(stefanus/IDWS)