Viral Bullying 3 Siswa Terhadap Siswi di SMP di Purworejo, Kepsek: Namanya Anak Iseng
IDWS, Jumat, 14 Februari 2020 - Kasus seorang siswi berinisial CA (16) yang di-bully (dirundung) 3 siswa SMP Muhammadyah Butuh Purworejo mendadak viral setelah videonya beredar di media sosial.
Video berdurasi 28 detik itu beredar di media sosial, terutama Instagram dan WhatsApp Group. Tak hanya menampar atau memukul, beberapa tendangan juga dilancarkan dalam video tersebut. Ada juga yang memukul menggunakan gagang sapu ijuk.
Ketiga perundung masing-masing berinisial TP (16), DF (15) dan UHA (15). CA hanya bisa duduk di kursi membenamkan kepalanya dalam-dalam ke meja. Dia terdengar menangis tersedu-sedu di saat TP, DF, dan UHA terus menganiayanya sambil tertawa.
Kasus siswi perundungan di Kecamatan Butuh Purworejo itu terjadi pada Rabu (12/2/2020) pagi hari. Sesuai informasi yang beredar, pihak siswi yang dibully melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian pada pukul 16.00 WIB.
Melansir laporan Tribunjateng.com, ibu korban mengetahui bullying terhadap anaknya setelah melihat video kejadian di tempat kerja pukul 10.00. Dia kemudian pulang ke rumah memberi tahu suaminya atau ayah korban.
Mereka kemudian datang ke sekolah menanyakan kebenaran adanya perundungan tersebut. Setelah mendapat jawaban, kemudian ibu korban melaporkannya ke Polsek Butuh.
Di Semarang, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tak menyangka kali pertama mengetahui aksi bullying antar siswa di SMP Muhammadiyah Butuh Purworejo. Begitu melihat video yang viral tersebut, Ganjar berujar langsung menelepon kepala sekolah terkait.
"Saya sudah telepon Kaseknya. Sudah ditangani sekolah, saya sedang minta detilnya," kata Ganjar dalam pesan singkat, Rabu malam, dikutip dari Tribunjateng.com.
Ganjar mengatakan kasus tersebut sudah ditangani kepala sekolah dan polisi setempat. "Karena mereka masih anak-anak, saya minta diberikan konseling bersama ortunya,"tambah Ganjar.
Kepala Sekolah berharap damai
Dari laporan terbaru, ketiga siswa tersangka kasus bullying terhadap CA di SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, tak ditahan kepolisian.
Dikutip dari dari Kompas.com, ketiga pelaku tak ditahan lantaran ancaman hukuman mereka di bawah 5 tahun penjara.
"Tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukumannya di bawah 5 tahun," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Iskandar F Sutisna, dikutip dari Kompas.com, Kamis (13/2/2020).
Dalam kasus tersebut, polisi menjerat pelaku dengan Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, meskipun tidak dilakukan penahanan, polisi memastikan akan tetap melakukan penyelidikan kasus tersebut.
Kepala SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, Ahmad mengatakan kepada Tribunjateng.com bahwa peristiwa bullying tersebut terjadi di luar sepengetahuan pihak sekolah. Ahmad mengatakan, peristiwa berlangsung saat jeda pergantian jam sekolah, sekitar pukul 08.30 WIB.
Kelas 8, tempat korban dan pelaku belajar saat itu sempat kosong menunggu kedatangan guru di jam pembelajaran berikutnya. Saat itu, posisi para guru sedang berada di kantor, ada pula yang masih berada di ruang kelas lain.
Durasi kejadian itupun, menurut dia, singkat, karena berada di sela pergantian jam. Ahmad enggan merinci bagaimana kronologi kejadian terjadi. Menurutnya, tindakan TP, DF, dan UHA kepada CA merupakan bentuk keisengan ketiga remaja itu.
Ia menceritakan, TP, DF, dan UHA suka bertindak semaunya sendiri dan tak bisa dinasehati.
"Namanya anak iseng. Diajar juga susah, suka semaunya sendiri," katanya.
Ia juga ikut menyesalkan perilaku siswanya ini. Tetapi jika harus dihadapkan pada proses hukum pidana, ia kurang sepakat. Ahmad sebenarnya mengharapkan kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Terlebih, ketiga pelaku masih berusia di bawah umur.
Tetapi pihaknya pun tidak bisa berbuat apa-apa jika kasus bullying akhirnya tetap diproses secara hukum. Ia hanya bisa berharap, jika proses hukum kasus itu berlanjut, pendidikan anak-anak yang kini berstatus tersangka tidak boleh berhenti.
Bagaimana pun, kata dia, pemerintah harus tetap memerhatikan pendidikan mereka meski terjerat kasus pidana.
"Anak butuh pendidikan," katanya.
(Stefanus/IDWS)