Sistem Zonasi: Palsukan KK Siswa Atau Bohong Ngaku Dari Keluarga Miskin Bisa Dipenjarakan
IDWS, Selasa, 31 Desember 2019 - Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud) Nadiem Makarim resmi merilis Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 mengenai penerimaan siswa menggunakan sistem zonasi. Hal yang paling krusial adalah poin di mana disebutkan bagi yang nekad memalsukan syarat bisa dihadapkan pada hukuman penjara.
Dikutip dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Kejuruan, Senin (30/12/2019). Dalam Permendikbud itu, masuk TK-SMA melalui 4 jalur, yaitu:
1. Zonasi
2. Afirmasi
3. Perpindahan tugas orangtua/wali, dan/atau
4. Prestasi
Jalur zonasi sebagaimana di atas diperuntukkan bagi peserta didik yang berdomisili di dalam wilayah zonasi yang ditetapkan Pemerintah Daerah. Untuk menentukan masuk zona mana, harus dibuktikan berdasarkan alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling singkat 1 tahun sejak tanggal pendaftaran PPDB.
Mendikbud Nadiem Makariem. (Foto: Wikimedia Commons)
"Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang berwenang menerangkan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili," demikian bunyi Pasal 14 ayat 4.
Selain menggunakan jalur zonasi, juga menggunakan jalur afirmasi. Jalur ini diperuntukkan bagi peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu.
"Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah," demikian bunyi Pasal 17 ayat 2.
Nah bagaimana bila ada yang memalsu KK atau mengaku-aku miskin agar bisa masuk sekolah yang diinginkan? Nadiem menyatakan akan menyerahkan sesuai UU yang berlaku. Ancaman itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 39:
Pemalsuan terhadap:
a. kartu keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
b. bukti sebagai peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18; dan
c. bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dikenai sanksi sesuai ketentutan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangn, bagi yang memalsukan akta otentik bisa dikenai Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Sumber: detikcom