Fakta 2 Siswa yang Dikeluarkan Karena Tak Mau Hormat Kepada Bendera Merah Putih
IDWS, Kamis, 28 November 2019 - Dua siswa SMPN 21 Batam dikeluarkan karena tidak mau hormat kepada Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya saat upacara karena dilarang oleh kepercayaan yang mereka anut.
Keputusan tersebut diambil setelah pembinaan dan pendekatan ke siswa dan orang tuanya tidak membuahkan hasil.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam, Hendri Arulan, mengatakan, kedua orang siswa ini menganut aliran kepercayaan tertentu.
Bendera Merah Putih. (Foto: Shutterstock)
"Mereka pada saat melaksanakan upacara tidak mau hormat bendera dan tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. Jadi memang dengan berat hati kita kembalikan ke orang tua," kata Hendri Arulan pada Senin (25/11), dikutip dari Tempo.
Menurut Hendri, apa yang dilakukan siswa tersebut adalah bagian perlawanan terhadap aturan berkewarganegaraan dan kebangsaan. "Kita coba fasilitasi mereka masuk paket sekolah non-formal," kata dia.
Hendri mengatakan sebenarnya Dinas sudah berbicara dengan kedua siswa ini. "Tetapi tidak ada perubahan dan tidak mau berubah," katanya.
Komite Sekolah SMP Negeri 21 Batam, Dadang M.A, mengatakan, sekolah sebenarnya tidak ingin langsung mengeluarkan kedua siswa itu. Sekolah, kata dia, sudah menangani kasus ini dengan persuasif. Salah satunya berupaya agar dua murid ini tidak dicoret dari sekolah. "Kalau mereka dicoret berarti tidak bisa diterima di sekolah manapun lagi," kata dia.
Dadang menjelaskan, sekolah sudah melakukan diskusi dengan wali murid tetapi orang tua mereka tetap bersikeras tidak mau mengikuti aturan. "Orang tua mereka bilang kalau sampai saya hormat bendera, berarti melawan Allah dan mendua kan tuhan saya," kata Dadang. "Sekolah pada intinya tidak melarang soal keyakinan, hanya saja menjalankan aturan sekolah saja," kata dia.
Tetap ngotot berpegang pada kepercayaan
Herlina, ibu dari salah satu murid yang dikeluarkan itu mengaku kaget mendengar anaknya dikeluarkan.
Herlina (40), orang tua dari salah satu siswa yang dikeluarkan SMPN 21 Batam karena tidak mau hormat kepada bendera Merah Putih. (Tempo/Yogi Eka Sahputra)
"Dulu anak saya di SD Swasta Tirunas tidak pernah dipermasalahkan seperti ini," kata Herlina saat ditemui di rumahnya pada Rabu, 27 November 2019, dikutip dari Tempo. Ia menuturkan anaknya pun masuk ke SMP Negeri 21 karena mendapat rekomendasi dari kepercayaan yang ia anut. "Kami sudah ada sertifikat agama, makanya kok sekarang baru bermasalah," terangnya.
Herlina mengaku sudah berkomunikasi secara intens dengan pihak SMPN 21 Batam. Menurutnya, sekolah memberikan pemahaman bahwa anaknya harus mengikuti aturan di sekolah sesuai undang-undang. Salah satunya, soal hormat bendera ketika upacara, serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal itu dilarang di kepercayaan yang dianut Herlina dan anaknya.
"Kami bilang itu iman anak kami, kami juga paham undang-undang, kami sudah sampaikan seperti itu tetapi mereka tidak mau merespon kami," kata dia.
Herlina membenarkan anaknya tidak mau mengikuti aturan itu. Tetapi, ia menegaskan, anaknya tetap menghormati proses upacara dengan cara berdiri tegap. "Jadi mereka respek gitu, ikut tegap," katanya. Ia mengaku semua pemahaman tersebut ia dapat dari kitab ajaran keyakinan yang mereka pegang. "Bagaimana lagi, itu memang hati nurani anak kami yang dilatih dengan alkitab, kami sebagai orang tua mengajarkan sesuatu kebenaran terhadap anak kami," kata dia.
KPAI dan Komisi Anak sayangkan pengeluaran dua siswa tersebut
Dikeeluarkannya dua siswa tersebut disayangkan oleh Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian.
"Mengeluarkan anak dari sekolah tidak akan memecahkan persoalan mendasarnya. Bagaimana pun juga hak semua anak WNI untuk mengenyam pendidikan dasar," kata Hetifah kepada wartawan, Selasa (26/11/2019), dikutip dari detikcom.
"Kalau menurut saya ya mesti ditelusuri root cause-nya kenapa. Kayak dikeluarkannya sang anak dari sekolah justru tidak memecahkan actual problem-nya. Dengan tindakan itu mereka tidak jadi serta merta menghormati bendera dan lagu kebangsaan dan negara Indonesia," tambahnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai pimpinan SMPN 21 Batam terlalu terburu-buru dalam mengeluarkan dua siswa mereka. Menurutnya, upaya persuasif mestinya menjadi jalan terbaik agar anak tetap sekolah dan seiring berjalannya waktu, diharapkan berubah, dilansir dari Tempo.
Bila anak tetap tidak mau hormat pada bendera karena faktor pengasuhan keluarga, maka intervensinya harus berbasis keluarga sehingga ia berpendapat masalah ini patut jadi perhatian Kementerian Agama, pemerintah daerah, dan tokoh agama terkait.
Dalam persepsi Susanto, SMPN 21 Batam kurang intensif dan maksimal dalam memberikan pengertian kepada keluarga.
Sedangkan Wakil Ketua Setara Institut Bonar Tigor Naipospos menuturkan lembaganya setuju dengan langkah SMPN 21 memulangkan dua siswanya itu. Menurutnya, menghormati simbol negara seperti bendera nasional adalah kewajiban setiap warga negara, sekalipun dilarang agama tertentu.
Ia menambahkan, Negara Indonesia menghormati hak kepada setiap warga negaranya akan kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi ada juga kewajiban bagi warga negara untuk mematuhi peraturan dan hukum negara. "Kekecualian dimungkinkan apabila di dalam ruang privat," terang Bonar Tigor.
(Stefanus/IDWS)