Kejati Banten Tetapkan Dua Tersangka Dalam Kasus Korupsi Kredit Macet Bank Banten Senilai Rp65 Miliar
Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan dua orang tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi oleh Bank Banten kepada PT HNM sebesar Rp 65 miliar pada tahun 2017 silam.
IDWS, Kamis, 4 Agustus 2022 - Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut adalah Satyavadin Djojosubroto (SDJ) yang pada saat itu menjabat sebagai Vice President Bank Banten, dan Rasyid Samsudin (RS) selaku Direktur PT HNM.
"Berdasarkan hasil ekspose hari ini dan hasil pendalaman pemeriksaan terhadap saksi-sakai 15 orang, kemudian ditemukan alat bukti. Maka ditetapkanlah dua orang tersangka (korupsi kredit macet)," kata Kepala Kejati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan di kantornya. Kamis (4/8/2022), seperti dikutip dari Kompas.com.
Leo menegaskan, RS dan SDJ terbukti bekerja sama melakukan perbuatan melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangan. Akibatnya, aset agunan yang diagunkan oleh PT. HNM kepada Bank Banten tidak ada yang terikat sempurna, serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
"Bank Banten hanya menguasai total dua sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT. HNM. Lima sertifikat bidang tanah lainnya, Bank Banten tidak menguasainya," ujar Leo.
Kajati Banten Leonard Eben Ezer Simandjuntak saat Konferensi pers mengena ipenetapan tersangka korupsi kredit Bank Banten. (Foto: Bahtiar/detikcom)
Kemudian, kata Leo, aset PT HNM berupa 49 unit dump truck ternyata telah ditarik oleh leasing PT. Hudaya Maju Mandiri. Bahkan, terungkap fakta bahwa lembaran pelaksanaan kredit ditransfer langsung ke rekening pribadi Direktur PT. HMN.
"Mekanisme pembayaran terhadap kontrak kerja PT. HNM dengan PT. Waskita Karya tidak dilaksanakan melalui rekening escrow di Bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termin proyek," jelas Leo. Sehingga, lanjut Leo, Bank Banten tidak dapat melakukan auto debet terhadap pembayaran termin proyek dan kredit menjadi macet.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara Bank Banten sekitar Rp 65 miliar," tambah Leo.
Kasus korupsi kredit macet Bank Banten
Menurut Leo, kasus dugaan korupsi tersebut berawal ketika tersangka RS mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten melalui tersangka SDJ sebesar RP 39 miliar pada tanggal 25 Mei 2017.
Saat itu, SDJ masih menjabat sebagai Kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten dan Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta. Dengan rincian, kredit modal kerja sebesar Rp 15 miliar dan kredit investasi sebesar Rp 24 miliar untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT. HNM dengan PT Waskita Karya.
"Pekerjan persiapan tanah jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang, Sumatera Selatan, dengan agunan berupa non fixed aset sebesar Rp 50 miliar dan fixed asset berupa tiga SHM," ujar Leonard.
Kemudian, pada bulan Juni tahun 2017, tersangka SDJ yang bertindak sebagai pemrakarsa kredit dan anggota komite kredit mengajukan Memorandum Analisa Kredit (MAK) untuk dibahas oleh Komite Kredit. Setelah dibahas, pengajuan kredit mendapatkan keputusan persetujuan dari ketua komite kredit yaitu saksi FM selaku Plt. Direktur Utama Bank Banten. Saat itu, FM memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT. HNM dengan total nilai Rp 30 miliar, terdiri dari kredit modal kerja Rp 13 miliar dan kredit investasi Rp 17 miliar.
"Kemudian pada bulan November 2017, PT. HNM kembali mengajukan penambahan plafond kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp 35 miliar," kata Leo.
Padahal, lanjutnya, diketahui sejak pencairan kredit pertama dibulan Juni 2017 sebesar Rp 30 miliar PT. HNM belum melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran angsuran kredit, sehingga total eksposure kredit Bank Banten kepada PT. HNM sebesar Rp 65 miliar.
"Sejak proses pengajuan permohonan kredit, sampai dengan penarikan kredit terdapat persyaratan penandatanganan kredit dan persyaratan penarikan kredit yang tidak dipenuhi oleh PT. HNM selaku debitur," kata Leo.
Kedua tersangka, dikenakan pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.