Sri Mulyani Bantah Pemerintah Tak Dukung Pemulihan Ekonomi Terkait Rencana Pengenaan PPN Terhadap Sembako
Pemerintah berencana mengenakan PPN untuk sembako. Sembako yang bakal dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
IDWS, Kamis, 10 Juni 2021 - Hal itu tercantum dalam Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Selain sembako, RUU KUP juga menghapus beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN. Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batubara.
Kemudian, pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi. Lalu, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Rencana pengenaan PPN kepada sembako itu menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Menkeu membantah
Menkeu secara daring dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (25/5/20w1)(Kemenkeu)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah anggapan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan pemulihan ekonomi karena rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako. Bendahara negara ini mengungkapkan, setiap kebijakan pajak yang diambil pemerintah, termasuk pengenaan PPN pada sembako akan mempertimbangkan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi.
"Kemudian (rencana PPN sembako) di-blow up seolah-olah menjadi sesuatu yang bahkan tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal hari ini fokus kita itu memulihkan ekonomi," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6/2021), seperti dikutip dari Kompas.com.
Sri Mulyani menyatakan, pemulihan ekonomi menjadi tema utama pemerintah pada tahun ini dan tahun depan. Dengan demikian, hal-hal yang berdampak buruk pada pemulihan ekonomi tak mungkin dijalankan.
Sebagai bukti, Sri Mulyani tetap akan mendukung dan memberikan bansos kepada masyarakat dan insentif kepada pelaku usaha kecil, menengah, hingga besar. "Kita melihat mana yang mendapat untung dari Covid-19, mana yang terpukul, mana bangkit cepat, dan sebagainya. Bahkan sampai hari ini kita sudah diminta juga (oleh Presiden Jokowi) untuk (membantu) masyarakat yang bangkitnya lebih lambat," beber Sri Mulyani.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, pemerintah akan membahas beragam revisi ketentuan pajak kepada DPR. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengakui, keputusan yang diambil memang tak bisa memuaskan segala pihak meski semua setuju APBN perlu sehat kembali.
"Tapi menyehatkan dengan tetap menjaga momentum pemulihan itu harus tetap dipilih atau dijaga dan dikelola secara hati-hati. Ini yang akan kita jelaskan kepada DPR mengenai keseluruhannya, mengenai apakah timing-nya harus sekarang? apakah fondasinya harus seperti ini? Siapa yang pantas dipajaki?," pungkas Sri Mulyani.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Kompas.com