Pemerintah Siapkan Rp 226,7 Triliun Untuk Jaring Pengaman Ekonomi Akibat Pandemi
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menuturkan bahwa pandemi virus corona baru COVID-19 membawa dampak domino bagi aspek sosial, ekonomi, maupun keuangan di Indonesia
IDWS, Jumat, 26 Juni 2020 - Dampak yang paling terasa dirasakan di sektor ekonomi, berupa terhambatnya investasi sehingga terjadi kontraksi pada bisnis ekspor-impor serta menurunnya pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itu, pemerintah menyiapkan jaring pengaman ekonomi berupa dana sebesar Rp 226,7 triliun.
“Guna mengatasi dampak ekonomi tersebut, pemerintah telah menyiapkan jaring pengaman ekonomi sebesar Rp 226,7 triliun,” kata Airlangga, dalam web seminar (Webinar) bertajuk Strategi Pemulihan Ekonomi Dalam Era Tatanan Baru Perspektif Ekonomi dan Sosial, Jumat (26/06/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut Airlangga Hartanto, upaya tersebut diambil dengan mempertimbangkan ketidak pastian kapan perekonomian akan kembali normal, termasuk ketidak pastian kapan vaksin COVID-19 ditemukan dan siap diproduksi secara masal.
Krisis bisa jadi peluang
Adapun terkait kebijakan lockdown atau pembatasan aktivitas untuk penanganan COVID-19 yang pemerintah daerah lakukan, berakibat pada berhentinya kegiatan ekonomi, peningkatan pengangguran dan peningkatan kemiskinan.
“Ini menjadi konsensus global yang harus dikurangi atau dihentikan. Menghentikan penyakit, tapi dilain pihak juga menghentikan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK),” katanya.
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto dalam Webinar bertajuk Strategi Pemulihan Ekonomi Dalam Era Tatanan Baru Perspektif Ekonomi dan Sosial, Jumat (26/06/2020).(Dok. Youtube Direktorat Inovkor)
Meski demikian, ia mengungkapkan, jika dilihat dari save haven atau aset investasi yang mempunyai tingkat risiko rendah, setiap krisis adalah emas bagi Indonesia,
“Ada koper and whole atau aset besar yang harus dijaga, apalagi 51 persen Asahan Aluminium (inalum) sudah dimiliki Indonesia. Jadi Indonesia lebih strategis mengamankan sektor-sektor seperti ini,” katanya.
Disisi lain, menurut dia, jika dilihat pada kuartal pertama perekonomian berbagai negara masihmasih positif, termasuk Indonesia, China dan india.
“Tetapi di dalam kuartal kedua, sudah masuk di zona negative. Artinya di kuartal kedua, saat Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sudah masuk zona resesi atau kemerosotan ekonomi.".
Oleh karenanya, menurut Airlangga, penting bagi pemerintah untuk melakukan langkah agar sosial ekonomi tidak jatuh terlalu dalam. Ia mengungkapkan, hingga saat ini ada sekitar 10 juta orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan.
“Jika dalam keadaan Covid-19 tidak tertangani baik, maka jumlah kemiskinan akan meningkat dari proyeksi global sebelum pandemi yakni, 577 juta orang bisa sampai 648 - 720 juta orang,” katanya.
Sektor yang masih bertahan
Namun demikian, masih ada beberapa sektor yang tidak terdampak mendalami pandemi COVID-19. Airlangga mengungkapkan sektor tersebut, yaitu rokok tembakau yang terlihat dari pendapatan cukai rokok.
“Sektor lain yakni, makanan pokok tumbuh 13 persen, batu bara yang tumbuh per juni, dan farmasi, serta minyak nabati terutama Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit kasar,” kata Airlangga.
Sementara itu, lanjut Airlangga, sektor yang paling terdampak adalah pariwisata, transportasi, keuangan, otomotof usaha kecil dan menengah.
“Sektor yang masih bisa bertahan telekomunikasi, elektronik farmasi, kimia alat kesehatan, tekstil karena berhasil mengoversi produknya menjadi alat pelindung diri (APD),” sambungnya.
Untuk itu, ia pun menilai, pemerintah harus menerapakan program percepatan ekonomi dengan cepat dan tepat, sehingga pengangguran dan kemiskinan bisa dikendalikan.
Sumber: Kompas.com