Menkominfo Menyebut Bahwa Kebobolan Data Karena Serangan Siber Bukan Tanggung Jawab Kominfo
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Jakarta, Rabu (7/9/2022) kemarin, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyebut bahwa Kemkominfo tidak bertanggung jawab atas kebocoran data akibat serangan siber.
IDWS, Kamis, 8 September 2022 - Dalam RDP tersebut, sejumlah politikus menyoroti kasus kebocoran data yang berulang kali terjadi di Indonesia dalam sebulan terakhir, seperti 1,3 miliar data registrasi SIM card, 17 juta data pelanggan PLN, hingga data penting dari 21 ribu perusahaan domestik maupun asing di Indonesia.
Belum lagi, beberapa kali Kominfo melakukan blunder lewat pernyataan-pernyataan yang mengecewakan rakyat Indonesia seperti misalnya ketika Menkominfo membantah pihaknya memiliki data SIM Card, lalu menyarankan rakyat menjaga NIK dan mengganti password, hingga Dirjen Semuel Abrijani Pangarepan yang meminta hacker untuk tidak mencuri data-data rakyat Indonesia, yang kemudian dibalas oleh sang hacker dengan satu kalimat singkat: "Berhenti menjadi seorang idiot".
Dalam RDP yang digelar pada Rabu (7/9/2022) kemarin, Menkominfo dicecar berbagai pertanyaan dari beberapa anggota Komisi I DPR RI.
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin menilai kebocoran data yang terjadi setidaknya tiga kali sepanjang Agustus 2022 menandakan pemerintah kebobolan dan indikasi adanya peran "orang dalam" dalam kasus-kasus kebocoran data masif tersebut.
"Kok kebobolan terus? Enggak mungkin kalau enggak ada orang dalam. Saya enggak tahu, apakah terkait dengan penyelenggara sistem elektronik yang SIM bocor itu kan bisa diidentifikasi dari mana," kata Nurul.
"Ini memalukan pak kalau menurut saya pak. Masa Kominfo sebulan tiga kali kebocoran dengan data yang besar-besar angkanya begitu," tambahnya.
Di penghujung RDP, Nurul mempertanyakan mengapa Menkominfo tidak menjawab pertanyaannya sebelumnya seputar permintaan tambahan dana Rp12 triliun.
Selain itu ia juga menyinggung pertanggung jawaban Kominfo atas hasil penyelidikan awal BSSN dengan Kominfo terhadap struktur data pada insiden kebobolan 1,3 miliar data registrasi SIM Card yang menunjukkan bahwa "hanya ada sebagian field data yang sesuai dengan data provider yang tersimpan pada Kementerian Kominfo".
Sebelum Nurul Arifin, anggota Komisi I DPR lainnya Nico Siahaan telah lebih dulu mempertanyakan apakah Kemenkominfo mampu menahan serangan siber. Mantan pembawa acara tersebut menyebutkan bahwa kebocoran data sampai tiga kali dalam sebulan terakhir ini bisa dibilang sudah keterlaluan dan menurutnya, sudah menjadi lampu merah.
Menkominfo Johnny G. Plate berkilah bahwa keamanan siber bukan ranah Kemkominfo melainkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan dalih payung hukum Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2019 Tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik.
"Terhadap semua serangan siber leading sector dan domain penting, tugas pokok, dan fungsi, bukan di Kominfo. Terhadap semua serangan siber atas ruang digital kita menjadi domain teknis Badan Siber dan Sandi Negara. Semua pertanyaan tadi terkait serangan siber, kami tak bisa menjawab atas nama BSSN" ujar Johnny G. Plate seperti dikutip dari YouTube DPR RI.
"Selama ini kami menjawab semua ini agar publik mengetahuinya, tapi bukan menjadi domain dan tugasnya Kominfo dalam kaitan dengan hal-hal teknis serangan siber, karena serangan siber sepenuhnya sekali lagi domain BSSN," tambah Menkominfo.
Kemenkominfo saat ini masih berkoordinasi antar lembaga dalam penanganan serangan siber ini. Dengan banyak serangan siber di ruang digital, Kemenkominfo meminta dukungan Komisi I DPR untuk peralatan, kemampuan teknis maupun sistem serta peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam kelembagaan BSSN.
Plate mengatakan pihaknya tetap akan menjalankan tugasnya yang terkait serangan siber ini, yakni "memastikan compliance (kepatuhan) penyelenggara sistem elektronik".
"Apabila tidak comply, mereka diberikan sanksi. Untuk meneliti compliance-nya, maka kami melakukan audit-audit, yang dalam hal ini kewenangan-kewenangan itu masih terbatas dalam payung hukum yang ada," tuturnya.
(Stefanus/IDWS)