Pembangunan IKN Disebut Berpotensi Tingkatkan Utang Negara dan Pajak, Apakah Sebaiknya Ditunda?
Rencana pembangunan ibu kota negara (IKN) baru di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) disebut-sebut berpotensi mendongkrak utang pemerintah.
IDWS, Rabu, 26 Januari 2022 - Hal itu bisa terjadi karena sebagian anggaran pembangunan dan pemindahan IKN menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dan jika menggunakan dana APBN, maka pajak ditakutkan akan naik karena ruang fiskal yang semakin menyempit. Akibatnya, target pajak akan dinaikkan dan membebani masyarakat kelas menengah yang harus membayar pajak lebih besar.
Melansir laporan Kompas.com pada Rabu (26/1), Kementerian Pekerjana Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta dana pembangunan IKN fase awal sebesar Rp 46 triliun kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, utang pembangunan dan pemindahan IKN pada fase awal berpotensi makin membengkak karena biaya konstruksi bisa dipengaruhi oleh efek volatilitas nilai tukar saat pandemi COVID-19.
Bhima menyarankan agar pemerintah mengundurkan rencana pembangunan dan pemindahan IKN karena urgensi yang lebih rendah dibandingkan penanganan pandemi COVID-19. Selain itu volatilitas mata uang di masa pandemi seperti sekarang ini semakin mempersulit rencana pembangunan IKN. Apalagi akselerasi vaksin booster juga membutuhkan biaya yang besar. Ia mencontohkan bagaimana Malaysia dulu juga pernah melakukan penundaan di saat krisis moneter 1998.
"Diundur dulu karena saat ini belum menjadi urgensi. Dan belajar dr pengalaman di Malaysia mereka sempat melakukan penundaan ketika krisis moneter 1998. Setelah itu baru, karena biaya konstruksi dan biaya lain-lain juga ada pembengkakan termasuk efek dari volatilitas nilai tukar. Ini yang harus diwaspadai," kata Bhima kepada Kompas.com, Rabu (26/1/2022).
Vaksinasi booster butuh dana yang tidak sedikit. Harusnya prioritas dulu ke sana. Dari sisi perencanaan perlu evaluasi karena dianggap kurang realistis," beber Bhima.
Menurut Bima, utang makin melonjak ketika beban belanja bunga utang pemerintah sudah mencapai Rp 360 triliun - Rp 400 triliun pada tahun 2022 atau setara 15 persen dari total penerimaan pajak.
"Jadi ini bukan angka yang kecil. Tentu ini akan sangat memberatkan APBN karena APBN sendiri mengalami tekanan untuk mengurangi defisit anggaran," ucapnya.
Bhima menuturkan, pemerintah sebaiknya fokus menangani masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Meski ada anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baru sekitar 20 persen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mendapat bantuan usaha.
Keraguan mencari investor
Memang Bhima mengakui, pemerintah bakal bekerja sama dengan pihak swasta untuk membangun IKN. Namun porsinya menjadi kurang realistis jika investasi swasta menjadi yang paling besar mencapai 46 persen. Dalam proyek infrastruktur yang berjalan saja, porsi KPBU hanya sebesar 7 persen dari total pembiayaan.
Adapun rata-rata KPBU di negara lain maksimum hanya mencapai 22 persen.
"Investor mana yang tertarik sedangkan pembangunannya adalah gedung pemerintah, bukan kawasan industri atau yang sifatnya komersial. Apakah ini investasi cara langsung atau investasi SUN atau BUMN? Kalau (lewat SUN) itu yang terjadi, sama saja beban utang meningkat," tandas Bhima.
(stefanus/IDWS)
Sumber: Kompas.com
Gambar fitur: Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden