Seluk Beluk Kasus Perundungan Pegawai KPI, Komnas HAM Turun Tangan
Perundungan yang diduga menimpa seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang disebut telah terjadi selama bertahun-tahun membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki kemungkinan adanya pembiaran dalam kasus tersebut.
IDWS, Sabtu, 4 September 2021 - Baru-baru ini, sebuah surat terbuka yang disebut dibuat oleh seorang pegawai pria KPI berinisial MS, menghebohkan masyarakat. Dalam pengakuannya, MS menyebut bahwa ia pernah melapor kepada pihan kepolisian pada 2019 atas kasus perundungan yang ia terima dari rekan-rekan sekantornya di KPI Pusat, namun karena mengaku tak kunjung mendapat respon, ia pun kembali melapor. Hal ini lah yang membuat Komnas HAM turun tangan menyelidiki.
Berikut ini adalah seluk beluk dari kasus perundungan pegawai KPI tersebut, seperti dilansir dari Kompas.com.
Mengadu ke Komnas HAM
MS mengaku pernah mengadu ke Komnas HAm lewat surat elektronik pada 2017 silam, yang ditanggapi dengan saran agar MS melapor ke polisi karena kasus yang ia hadapi sudah termasuk pidana. MS kemudian mengaku melapor ke Polsek Gambir pada 2019, akan tetapi MS diminta petugas untuk menyelesaikan permasalahannya secara internal dengan mengadu kepada aasannya terlebih dahulu.
"Petugas malah bilang, 'Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan'," ucapnya.
Setahun kemudian, karena perundungan masih terus terjadi, MS kembali mencoba melapor ke Polsek Gambir, berharap laporannya diproses dan para pelaku dipanggil untuk diperiksa.
"Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, 'Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya'," tulis MS.
Tanggapan sinis atasan
"Saya mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis, saya ceritakan semua pelecehan dan penindasan yang saya alami," kata MS.
Pengaduan ini membuat MS ke ruangan lain. Namun hal tersebut tak menjadi solusi karena dugaan pelecehan seksual dan perundungan tak pernah diusut. MS tetap terus mendapat perundungan dari rekan kerjanya.
"Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu. Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor," tulis MS.
Respon KPI
Komisioner KPI Nuning Rodiyah mengakui ia memang pernah menerima laporan mengenai ketidaknyamanan kerja yang dirasakan MS. Laporan ini MS sampaikan secara pribadi kepada Nuning pada 2019 silam.
"Yang bersangkutan masuk ke ruangan saya, menanyakan kalau bisa dipindah ke divisi lain," tutur Nuning seperti dikutip dari Kompas.com.
Merespons permintaan MS itu, Nuning mengatakan kepada bahwa pindah ke divisi lain terdapat mekanisme yang harus ditempuh. Korban bisa pindah divisi lain jika terdapat formasi yang kosong dan mengikuti seleksi formasi tersebut. Namun, Nuning mengklaim saat itu MS sama sekali tak menyinggung soal pelecehan seksual dan perundungan yang dialaminya.
"Yang bersangkutan hanya menyampaikan itu, tidak ada diskusi langsung. Bagi saya tidak kemudian harus banyak ngerumpi, maka kemudian bertanya pertanyaan-pertanyaan soal substansi pekerjaan," kata Nuning.
Nuning mengaku baru mengetahui terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami MS pada Rabu (1/9/2021) siang saat surat terbuka MS beredar luas.
Ilustrasi perundungan. (iStock)
Baru ditanggapi setelah viral
Namun perlakuan berbeda diterima MS setelah ia membuat surat terbuka yang jadi viral. Surat terbuka yang ditulis MS itu dengan cepat menyebar pada Rabu (1/9/2021). Komisioner KPI langsung membentuk tim investigasi internal guna menyelidiki kasus ini. KPI juga langsung mendampingi MS membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Pusat.
MS melaporkan lima pegawai KPI yang telah melecehkannya pada 22 Oktober 2015 silam, yakni RM, FP, RT, E0 dan CL. Dalam laporannya, MS menceritakan bahwa pelecehan itu dilakukan di ruang kerja di Kantor KPI Pusat.
Polisi pun langsung bergerak cepat mengusut kasus ini. Polres Jakpus telah menjadwalkan pemanggilan kepada lima pegawai KPI yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap MS pada Senin pekan depan. Sebelum memanggil para terlapor, polisi juga memeriksa sejumlah saksi untuk menggali kasus ini.
Komnas HAM turun tangan
Aduan pertama MS ke pihak kepolisian yang menurutnya tidak ditindak lanjuti itu pada akhirnya membuat Komnas HAM ikut turun tangan menangani kasus tersebut.
"Karena kami melihat ada dugaan pembiaran dan korban tidak ditangani dengan baik," kata Beka, Jumat (3/9/2021), seperti dikutip dari Kompas.com.
Beka menyatakan, pihaknya akan memanggil pihak KPI untuk mengusut dugaan pembiaran ini. Komnas HAM akan menggali apakah selama ini ada upaya dari pihak KPI dalam merespon dugaan perundungan dan pelecehan seksual terhadap MS oleh rekan kerjanya.
"Ini kan peristiwanya berulang. Terus siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab untuk merespons peristiwa yang ada. Terus soal SOP mereka dalam menghadapi kasus yang ada. Kira-kira begitu," kata Beka.
Selain itu, Komnas HAM juga berencana memanggil pihak kepolisian.
"Dari informasi yang kami dapat, korban sudah melapor ke polisian dan katanya ditolak dan terus hari Rabu (1/9) malam sudah melaporkan ulang dan diterima. Nah kami ingin mendapat keterangannya seperti apa, langkah-langkah dari kepolisian juga kira-kira pasalnya apa yang akan dikenakan," kata Beka.
Namun sebelum memanggil pihak KPI dan kepolisian, Komnas HAM akan terlebih dulu meminta keterangan korban. Komnas HAM sudah menjadwalkan untuk mendengar keterangan MS pada Jumat kemarin. Namun, MS tidak bisa hadir karena masih kelelahan setelah menjalani pemeriksaan di kepolisian.
Bantahan polisi
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus membantah keterangan MS yang mengaku pernah melapor sebanyak dua kali ke Polsek Gambir. Yusri menegaskan, MS baru membuat laporan pelecehan yang dialaminya ke Polres Jakpus setelah kisahnya viral pada Rabu lalu.
"Saudara MS tidak pernah membuat, atau datang ke Polsek Gambir membuat laporan polisi," ujar Yusri seperti dikutip dari Kompas.com.
Yusri juga menegaskan bahwa surat terbuka yang viral itu bukan ditulis oleh MS. Pengacara MS, Muhammad Mualamin mengakui surat terbuka itu tak ditulis langsung oleh korban. Surat itu ditulis oleh Mualamin selaku kuasa hukum, namun dibuat berdasarkan cerita langsung dari MS dan atas persetujuan MS. Mualamin pun membantah keterangan Yusri bahwa kliennya tak pernah melapor ke Polsek Gambir. Ia memastikan bahwa kliennya pernah melapor, namun tidak ditanggapi karena tak memiliki cukup bukti.
"Ya jadi ditanya (oleh polisi), 'waktu dilecehkan bareng-bareng itu buktinya apa'. Loh sebagai korban ya tidak punya bukti visual. Foto atau apa ya tidak sempat," kata Mualimin.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Kompas.com