Pemecatan Dua Adik Sri Sultan Hamengkubuwono X Jadi Polemik, Ada Apa?
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa pemecatan kedua adiknya tidak ada hubungannya dengan selisih paham Sabda Raja tahun 2015 silam.
IDWS, Kamis, 21 Juli 2021 - Menurut Sultan,.pemecatan kedua adiknya — GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat lebih karena keduanya menerima gaji buta tanpa bertanggung jawab pada tugas-tugas mereka.
"Ndak ada masalah, nek gelem aktif yo rapopo (kalau mau aktif tidak apa-apa), masak ming (hanya) gaji buta, 5 tahun ora (tidak) bertanggung jawab," kata Sultan saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, Kamis (21/1/2021), seperti dikutip dari detikcom.
Sebelum pemecatan, kedua adik Sultan itu masing-masing menjabat sebagai pembina budaya, di mana gaji keduanya berasal dari APBN dalam hal ini, Dana Keistimewaan (Danais).
Dilansir dari CNNIndonesia.com, pemberhentian kedua adik Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut tertuang dalam Dhawun Dalem Angka 01/DD/HB/10/bakdamulud.XII JIMAKIR.1954-2020 tertanggal 2 Desember 2020.
Surat tersebut memuat pemberhentian GBPH Yudhaningrat yang sebelumnya menjabat sebagai Penggedhe Kawedanan Hageng Punakawan Parwabudaya Keraton Yogyakarta, dan digantikan putri sulung Sultan, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi.
Surat itu juga memuat pemberhentian GBPH Prabukusumo yang sebelumnya menjabat Penggedhe Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya Keraton Yogyakarta, juga digantikan oleh GKR Bendara yang merupakan putri bungsu Sultan.
Pemecatan dua adik Sri Sultan HB X berujung polemik. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Oleh karena itu, Sultan menampik pencopotan keduanya karena berselisih paham soal sabda raja yang keluar tahun 2015. Mengingat kerabat Keraton yang berselisih paham dengan Sultan tidak dicopot dari jabatannya.
"Tidak ada hubungannya (dengan sabda raja) wong nyatanya yang tidak setuju sama saya kalau tetap dia melaksanakan tugas sebagai Penghageng juga tidak saya berhentikan. Mas Jatiningrat, Mas Hadiwinoto kan juga tetap kerja karena tetap melaksanakan tugas," katanya.
Jadi polemik
Keputusan pemecatan kedua adik sultan itu mengundang polemik karena GBPH Prabukusumo menganggap surat itu tidak sah dikarenakan tidak sesuai paugeran atau peraturan Keraton, salah satunya terkait penulisan gelar Sultan.
"Keraton Yogyakarta tidak mengenal nama Bawono. Artinya, surat ini batal demi hukum," ucap GBPH Prabukusumo mengutip CNNIndonesia.com.
Dalam surat itu, Sultan bergelar Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Ka 10, Suryaning Mataram Senopati ing Ngalogo Langgenging Bawono Langgeng, Langgenging Tata Panotogomo ing Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, atau disebut Hamengku Bawono ka 10.
Sementara berdasarkan pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sultan dengan gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, atau Sultan Hamengku Buwono.
Ia juga mempermasalahkan penulisan namanya yang seharusnya Prabukusumo, namun tertulis Prabukumo. Namun demikian, ia tak akan membawa permasalahan tersebut ke ranah hukum, demi menjaga nama baik Keraton Yogyakarta.
"Justru kami mendoakan semoga Ngarso Dalem (Sultan HB X) kembali ke jalan yang benar (menegakkan paugeran Keraton)," ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Penghageng Parentah Hageng Keraton Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudhahadiningrat atau akrab disapa Romo Nur menilai sah-sah saja ketika ada keberatan. Hanya saja ia membantah penggunaan istilah pemberhentian, melainkan penggantian jabatan.
"Mereka masih Pangeran Prabukusumo dan Pangeran Yudhaningrat, hanya jabatan mereka digantikan," tegasnya kepada CNNIndonesia.com.
Romo Nur menuturkan, penggantian jabatan terkait kedua adik Sultan yang tidak aktif lagi di keraton dalam lima tahun terakhir. Terkait penulisan gelar Sultan, Romo Nur menjelaskan sejak Sabda Raja tahun 2015, penggunaan gelar di internal Keraton bukan lagi Hamengku Buwono X melainkan Hamengku Bawono ka 10. Termasuk dalam surat-menyurat. Untuk kesalahan penulisan nama pun sudah diganti dengan surat yang baru.
"Beliau (Sultan) sudah mengeluarkan Sabda. Bagi abdi dalem, ketika sabda itu disampaikan, maka kami harus patuh kepada sabda tersebut," paparnya.
Sementara Sri Sultan HB X, Kamis (21/1), menyatakan dirinya tak akan akan mengganti jabatan adik-adiknya jika memang selama ini aktif. Gubernur DIY ini juga menampik anggapan bahwa pemberhentian jabatan kedua adiknya tersebut terkait dengan perselisihan sabda raja.
"Nyatanya yang tidak setuju dengan saya, tapi kalau dia melaksanakan tugas sebagai penghageng juga tidak saya berhentikan," tuturnya.
(stefanus/IDWS)