Bocah Nakal Bikin Balai Rehabilitasi Menyerah, Rupanya Sejak Bayi Susunya Dicampur Sabu Oleh Ayahnya
Seorang anak kecil berusia 8 tahun di Kabupaten Nunukan memiliki perilaku nakal di luar nalar yang membuat balai rehabilitasi sampai menyerah menanganinya. Usut punya usut, rupanya ada penyebabnya.
IDWS, Senin, 23 November 2020 - Anak kecil yang berinisial B itu tercatat melakukan aksi pencurian hingga 23 kali, dan hasil curiannya juga tidak main-main, mencapai jutaan rupiah menurut laporan Kompas.com pada Senin (23/11/2020).
Meski hasil curiannya tak main-main, namun karena masih berusia 8 tahun, anak yang diduga mengidap kleptomania itu tidak diproses secara hukum oleh pihak berwajib. Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Sosial mengirimnya ke Balai Rehabilitasi Sosial di Bambu Apus Jakarta.
Namun ketika proses rehabilitasi baru berjalan 6 bulan, pihak balai rehabilitasi memulangkannya karena tak sanggup mengatasi kenakalan B yang disebut sudah di "luar nalar". Sekretaris Dinas Sosial Yaksi Belaning Pratiwi mengatakan, B selama direhabilitasi memang tidak menunjukkan tanda-tanda membaik. Bahkan di balai rehabilitasi, B malah sempat mencuri sepeda.
B (8) anak kleptomania saat didampingi petugae Dinsos Nunukan untuk dikirim ke Bambu Apus Jakarta pada Desember 2019 (Dinsos)(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)
"Di Bambu Apus dia malah mencuri sepeda orang, uang pembinanya dia curi dan dia belikan rokok, lalu dibagi-bagi ke teman-teman di sana dan banyak kenakalan lain. Anak-anak nakal yang tadinya sudah mau sembuh di sana kembali berulah dengan adanya B, itulah kemudian dipulangkan," ujar Yaksi, Kamis (19/11/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.
Diduga karena efek sabu sejak dini
Dinas Sosial curiga bahwa kenakalan B berakar dari keluarganya. Usut punya usut, muncul fakta mengejutkan. Yaksi mengungkapkan berdasarkan data Pekerja Sosial (Peksos), ayab B rupanya sering menyampurkan sabu ke susu B sejak masih usia 2 bulan.
"Alasannya supaya tidak rewel. Itu [sabu] membuat pola pikir anak terganggu," kata Yaksi.
Disinyalir, mengonsumsi sabu dari sejak bayi itulah yang membuat B tidak takut rasa sakit maupun rasa takut. Sedangkan sang ayah sendiri kini masih ditahan di penjara karena terjerat kasus narkoba. Sang ibu tidak bisa menjaga anaknya karena fokus bekerja sebagi buruh ikat rumput laut.
Selain itu fakta lain menunjukkan bahwa tindakan pencurian yang dilakukan B adalah untuk membeli narkoba seperti tembakau gorila atau sintek. Polsek Nunukan Kota mencatat setidaknya ada 23 kasus pencurian yang melibatkan B. Dalam salah satu aksinya, B berhasil mencuri uang sejumlah Rp 3 juta.
Sasarannya biasanya adalah toko-toko ketike penjaganya lengah. Namun ketika tertangkap, B selalu mengakui tindakannya dengan jujur.
"Dia enggak pernah bohong, semua dia jawab jujur, cuma memang dia kleptomania dan tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruknya itu. Ini menjadi kebingungan kami, di satu sisi tidak mungkin kita masukkan ke tahanan, di sisi lain kalau kita biarkan bebas, masyarakat resah, kita bingung harus bagaimana?" kata Kapolsek Nunukan Iptu Randya Shaktika.
Penanganan dengan nurani
Melihat fenomena tersebut, Kapolsek menilai bocah tersebut tidak bisa ditangani dengan cara biasa.
"Kita pakai nurani ya, apa yang bisa kita lakukan terhadap anak berusia 8 tahun? Ini fenomena yang butuh solusi bersama, ini bisa dikatakan simalakama karena tidak mungkin kita menahan anak 8 tahun, tapi kalau kita lepaskan dia, paling lama dua hari kemudian ada lagi laporan pencurian masuk dan dia pelakunya," ujarnya.
Namun, dia khawatir jika tetap menempatkannya bersama anak-anak lain justru akan menularkan sifat jelek.
"Anak usia segitu tentunya butuh main, tapi celakanya kita takutkan bisa menularkan kebiasaaan buruknya ke anak-anak sebayanya. Kita khawatir akan muncul B lain lagi nanti karena dia membawa dampak buruk kepada anak lain. Sekelas Bambu Apus saja sudah menyerah, gimana kita?"
katanya. Polisi pun bekerja dengan lintas institusi agar B berkembang menjadi manusia yang normal. Rencananya, B akan dikirim balai rehabilitasi narkoba pada awal tahun depan.
(Stefanus/IDWS)