Sindikat Penipuan Online di Bawah Umur Diringkus Polisi di Medan dan Aceh
SIndikat penipuan online yang anggotanya masih di bawah umur ditangkap di Sumatera.
IDWS, Sabtu, 19 September 2020 - Penangkapan dilakuan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri. Empat pelaku berhasil diringkus ternyata semuanya masih di bawah umur sehingga polisi pun berkoordinasi dengan Badan Pemasyarakatan (Bapas).
"Setelah dilakukan lidik secara mendalam, setelah kita cek akun, mulai lokasi, ini siapa, kemudian identitas yang bersangkutan, kita dapatkan akun tersebut ada di wilayah Aceh dan Medan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di kantornya, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (18/9/2020), seperti dikutip dari detikcom.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono (dok detikcom)
"Rata-rata anak ini di bawah umur, antara 15-16 tahun. Kelas 7-8-9 SMP, ya. Karena mengingat kasus ini pelaku di bawah umur, kita koordinasikan dengan Bapas setempat," tambahnya.
Awi mengatakan para pelaku cukup lihai dalam menjalankan modus penipuannya. Para pelaku mengaku menjual barang bermerek dan barang terbatas, seperti sepatu dan sandal. Para pelaku tak pernah mengirim barang setelah menerima uang dari korban.
"Anak ini sudah pandai bermain di dunia maya, sehingga luar biasa kita temukan di Aceh dan Medan. Dan ini luar biasa penyelidikan yang tidak mudah," ujar Awi.
Salah satu korban sindikat penipuan di bawah umur ini ialah putra kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep. Namun Awi tidak merinci kerugian yang dialami Kaesang.
Barang bukti kasus penipuan online yang dilakukan anak di bawah umur yang ditangkap di Medan dan Aceh (Kadek Melda/detikcom)
"(Kaesang) di antaranya, ada beberapa (korban). Ada puluhan korban," tambahnya.
Para pelaku terancam dijerat Pasal 45A ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 dan/atau Pasal 41 ayat 1 juncto Pasal 36 UU ITE. Polisi mengimbau para orang tua lebih ketat mengawasi anak-anak.
"Terkait penanganan kasus anak-anak selama ini yang ditangani Ditsiber Bareskrim, ada dua kemungkinan. Pertama sesuai UU Perlindungan Anak dilakukan pembinaan dan dikembalikan ke ortunya, tentunya dalam pengawasan Polri. Kedua restorative justice. Ini sangat fenomenal, karena kita di zaman digital. Anak-anak sudah mengenal kejahatan dia melakukan kejahatan lewat online dengan mudah, kemudian hasilnya dipakai foya-foya," ungkap Awi.
(Stefanus/IDWS)