Poliandri di Kalangan ASN Jadi Sorotan Karena Banyak yang Langgar Ketentuan dan Dianggap Rendahkan Martabat ASN
Fenomena poliandri atau wanita dengan suami lebih dari satu di kalangan aparatur sipil negara (ASN) jadi sorotan DPR.
IDWS, Rabu, 2 September 2020 - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, meminta pemerintah memberi sanksi tegas kepada ASN yang kedapatan melakukan praktik poliandri karena menurutnya, hal itu merendahkan harkat dan martabat ASN.
"Harus dihukum berat berupa diberhentikan sebagai ASN dan kalau ada unsur pidana diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Guspardi dalam keterangannya, Selasa (1/9), dikutip dari CNNIndonesia.com. Gupardi mengingatkan bahwa ASN tidak diperbolehkan poligami berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomo 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
"Jika sudah menyangkut ASN akan menyeret sejumlah instansi dan ini akan merugikan ASN secara keseluruhan," tandasnya.
Fenomena poliandri di kalangan ASN diungkap oleh Menteri Tjahjo Kumolo pada 28 Agustus lalu. Beberapa waktu lalu, ia mengaku memberikan putusan atas perkara ASN karena memiliki pasangan perkawinan lebih dari satu. Uniknya, perkara tersebut berkaitan dengan ASN wanita yang memiliki lebih dari satu suami atau poliandri.
Ilustrasi ASN. (dok. menpan.go.id)
"Jadi saya memutus perkara pernikahan poliandri, bukan poligami. Ini fenomena baru," kata Tjahjo usai meresmikan Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/8).
Merujuk pada Pasal 4 PP No 45/1990, ASN bisa memiliki lebih dari satu pasangan setelah memenuhi beberapa syarat. Di antaranya adalah harus mendapat izin tertulis dari istri pertama. Kedua, ASN tersebut juga harus mendapat izin dari pimpinan lembaga tempatnya bekerja.
Pada praktiknya, banyak ASN yang melakukan poligami tanpa memenuhi syarat tersebut. Pelanggaran aturan itu, terangnya, dapat dijatuhi hukuman berupa mutasi, dan penurunan golongan.
"Kalau masalah seperti ini tidak perlu sampai diberhentikan," kata Tjahjo.
(Stefanus/IDWS)