5 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Dalam Penyerangan Massa Intoleran Terhadap Acara Midodareni di Solo
Tujuh orang terduga pelaku penyerangan acara doa jelang pernikahan (midodareni) jelang pernikahan putri Habib Umar Assegaf di Solo telah ditangkap di mana lima di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
IDWS, Kamis, 13 Agustus 2020 - Dua orang berinisial N dan A diamankan belakangan, namun masih didalami lagi peran dan keterlibatannya, menurut laporan detikcom pada Kamis (13/8/2020). Sebelumnya lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka penyerangan acara midodareni di kediaman Habib Umar Assegaf di Solo.
Hery Dwi Utomo, pengacara dari pihak penyerang, mengungkapkan bahwa massa yang melakukan penyerangan tersebut berasal dari kelompok berbeda serta tidak direncanakan, alias spontanitas. Menurutnya, massa mendatangi acara midodareni itu karena menerima informasi yang menyebutkan adanya kegiatan terlarang.
Sekelompok orang menyerang lokasi doa pernikahan di Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Sabtu (8/8/2020). Polisi turun tangan (detikcom/dok. Istimewa)
Massa menduga keluarga Umar Assegaf menganut aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Hal itu berdasarkan hasil identifikasi warga sekitar rumah almarhum Assegaf bin Jufri di Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo. Penyerangan ke acara doa jelang pernikahan di Solo mengakibatkan Habib Umar Assegaf dan dua kerabatnya luka-luka.
"Sebetulnya kalau kita melihat dari kejadian itu, memang masyarakat dan massa di lokasi mensinyalir itu adalah kegiatan sekte-sekte tertentu," kata Hery seperti dikutip dari detikcom. "Memang tidak ada identitas tertentu yang terlihat, tetapi dari orang-orang Pasar Kliwon dari komunitas Arab, mereka sudah dapat dibedakan kelompoknya," tambahnya, seperti dikutip dari infomenia.net.
Tersangka penyerangan anak Habib Umar Assegaf bertambah jadi 5 orang, Solo, Kamis (13/8/2020). (Bayu Ardi Isnanto/detikcom)
Ia sendiri mengaku belum mengetahui apakah ada dalang atau otak utama di balik penyerangan tersebut, dan menyebut bahwa orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka hanyalah simpatisan.
"Kalau kelompok kan berarti ada pimpinannya yang menggerakkan. Tetapi itu sembarang orang lewat ikut, natural mengalir, spontan saja," sambungnya.
Kronologi penyerangan
Hery menyebut kecurigaan kliennya timbul karena acara di lokasi penyerangan di Pasar Kliwon, Solo, itu sama dengan kejadian tahun-tahun sebelumnya. Dia menyebut massa berulang kali melakukan pembubaran kegiatan pada tanggal tersebut.
"Masalahnya pada tanggal itu banyak mobil masuk ke lokasi tersebut. Makanya banyak yang curiga kalau mereka sedang melakukan kegiatan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya," ujar Hery seperti dikutip dari infomenia.net melansir detikcom.
Terkait aksi penyerangan, menurutnya bermula karena ada satu mobil yang mencoba keluar dari lokasi kejadian. Padahal saat itu masih terjadi negosiasi yang dimediasi oleh kepolisian.
Polisi berjaga di gang masuk lokasi kejadian keributan antarwarga di Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo, Minggu (9/8/202). (Foto: JIBI/Solopos.com/Nicolous Irawan)
"Itu diawali karena ada satu mobil yang mau menerobos keluar sebelum mediasi selesai. Akhirnya terjadilah perusakan itu," terangnya.
Terpisah, Kapolresta Solo Kombes Ade Safri Simanjuntak menegaskan bahwa tindakan para pelaku merupakan aksi intoleran. Dia menegaskan akan menangkap seluruh pelaku tindak kekerasan.
"Saya tegaskan bahwa tidak ada sedikit pun ruang bagi kelompok intoleran di Kota Solo, apalagi sampai melakukan kekerasan. Kita akan lakukan tindakan tegas, terukur sesuai dengan koridor hukum yang berlaku," kata Ade Safri, seusai acara pisah sambut di Mapolresta Solo, tadi siang.
Peristiwa penyerangan itu terjadi pada Sabtu (8/8) sekitar waktu magrib. Akibat penyerangan itu tiga orang yakni ayah dari mempelai perempuan, Habib Umar Assegaf (54) dan anaknya, HU (15), serta Husin Abdullah (57) terluka. Perwakilan keluarga, Memed menyebut ketiga korban itu ditendang, dipukul, dan dilempari batu.
"Pak Umar yang bersama anaknya, Hadi, naik motor juga langsung dikeroyok sampai jatuh. Yang paling parah Pak Umar karena melindungi anaknya, sampai kepalanya berdarah. Kakinya juga terjepit sepeda motor," ujar Memed di Mapolresta Solo, Senin (10/8).
(Stefanus/IDWS)