Mengenal Rapid Test Massal yang Dipilih Pemerintah Untuk Tangkal Wabah Corona
IDWS, Jumat, 20 Maret 2020 - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memilih kebijakan rapid test (uji cepat) virus corona (COVID-19) secara massal di Indonesia ketimbang menerapkan lockdown.
Metode rapid test dinilai bisa diandalkan untuk melacak infeksi virus corona yang juga dikenal sebagai SARS-CoV-2 ini diyakini mampu memperlambat penyebaran virus novel tersebut dalam beberapa bulan ke depan.
Lewat metode uji cepat, korban infeksi dan potensi munculnya "titik panas" COVID-19 bisa terdeteksi lebih dini. Dengan begitu pasien bisa dengan cepat memasuki masa karantina di fasilitas-fasilitas medis yang sudah disiapkan, atau kalau gejalanya ringan, bisa dikarantina di rumah.
Namun banyak hal dan prosedur yang harus dilewati untuk dapat melakukan uji cepat virus corona. Di negara maju seperti Jerman, ada regulasi yang mengatur prosedurnya. Juga ketersediaan alat tes, kapasitas laboratorium, jumlah tenaga ahli serta bagaimana penanganan sampel, menjadi faktor penting dalam rapid test. Penanganan sampel yang keliru bisa menghasilkan diagnosa yang salah pula.
Seperti apa metode rapid test?
Para pasien biasanya diambil sampel dari saluran pernafasan atas, berupa cairan hidung dan atau tenggorokan. Robert-Koch-Institut menyarankan, pada dugaan kasus infeksi, sampel harus diambil dari saluran pernafasan bawah.
Misalnya sekret yang berasal dari saluran bronkhium atau paru-paru. Sampel kemudian akan diteliti di laboratorium diagnostik untuk memastikan infeksi oleh virus Corona. Prosedurnya berbasis pada apa yang disebut reaksi berantai polymerase (PCR). Pengujian semacam ini biasanya berlangsung selama 5 jam, dan kini menjadi prosedur standar di laboratorium.
Potongan DNA yang dipilah secara terarah dan diperbanyak dalam perangkat blok Thermocycler, yang secara mandiri mengatur siklus temperatur saat PCR. Prosedur tersebut akan menunjukkan, apakah ada atau sebanyak apa unsur patogen, misalnya virus corona, dalam tubuh. Hasil tes cepat biasanya diperoleh dalam waktu satu atau dua hari.
Hasilnya, apakah negatif atau positif akan diinformasikan kepada dokter dan pasien bersangkutan. Jika hasil tes virus corona positif, juga lembaga kesehatan lokal mendapat informasinya. Setelah itu pasien akan diperintahkan untuk melakukan karantina. Jika kasusnya berat pasien harus dikarantina dan dirawat di rumah sakit yang sudah menyiapkan ruang isolasi. Sementara jika kasusnya ringan, pasien bisa dikarantina di rumah dalam kurun waktu hingga dinyatakan sembuh dan tidak menularkan virus.
Sumber: Kompas.com
Foto Fitur: Shutterstock