Foto Empat Anggota DPR Saat Masih Jadi Aktivis Di Tahun 1998, 'Aku yang Dulu Bukanlah yang Sekarang'
IDWS, Kamis, 26 September 2019 - Demonstrasi mahasiswa di kawasan gedung DPR yang menolak disahkannya sejumlah RUU dan RKUHP bermasalah masih hangat diperbincangkan. Bagi mereka yang pernah merasakan demo besar-besaran tahun 1998, bisa jadi akan merasakan nostalgia kental.
Selain bertujuan menegakkan demokrasi, teriakan-teriakan massa pendemo hingga menyemutnya mahasiswa yang turun ke jalan, banyak aspek-aspek yang sangat mirip dengan peristiwa 1998 di mana mahasiswa dan aktivis juga turun ke jalan untuk menggulingkan rezim Orde Baru Soeharto. Uniknya, segelintir aktivis yang turut ambil bagian dalam peristiwa 1998 kembali terlibat pada demonstrasi mahasiswa 2019 kali ini.
Bedanya, kini merekalah yang jadi sasaran pendemo sebagai bagian dari DPR.
Pada demonstrasi hari Selasa (24/9) para mahasiswa dan aktivis ramai-ramai mengepung kompleks gedung DPR/MPR, sekaligus menantang para eks aktivis 98 yang kini telah "berganti haluan" menjadi anggota DPR.
Foto-foto muda para anggota DPR yang turut jadi aktivis pada peristiwa 1998. (TribunSolo via Twitter)
Sejumlah eks aktivis 98 yang diketahui tengah duduk di Senayan antara lain adalah Fadli Zon, Fahri Hamzah, hingga Adian Napitupulu. Ironi peran mereka yang kini berbalik jadi sasaran cibiran dan umpatan itu semakin diperparah dengan munculnya foto-foto merea saat berdemo pada peristiwa 1998.
Nampak pada foto-foto tersebut, mereka masih muda, tidak segemuk sekarang, dan menunjukkan ekspresi membara memperjuangkan demokrasi. Foto-foto itu lalu disandingkan dengan foto-foto mereka sekarang ini setelah duduk nyaman di Senayan oleh seorang pengguna Twitter @dianakimaulana.
"Aku yang dulu bukanlah yang sekarang," tulisnya. Ada empat eks aktivis 98 yang diposting oleh @dianakimaulana.
Fahri Hamzah
Saat gerakan reformasi 1998, Fahri merupakan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Bahkan ia termasuk satu sosok yang membidani kelahiran KAMMI. Termasuk saat Soeharto resmi mundur dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Peristiwa bersejarah itu disaksikan oleh massa yang telah mengepung Gedung DPR melalui televisi.
Aku yang dulu bukanlah yang sekarang pic.twitter.com/xbaWmT4RvY — #ReformasiDikorupsi (@dianakimaulana) September 24, 2019
Fahri Hamzah pun masih ingat apa yang terjadi saat itu.
"Sontak semuanya bersorak waktu itu. Semuanya memenuhi DPR."
"Bahkan sampai masuk ke ruangan anggota DPR," ucap Fahri dikutip dari Kompas.com.
"Termasuk kami yang dulunya ikut mengepung dan menduduki kursi di ruangan Anggota DPR," kata dia.
Kini, Fahri telah menduduki kursi DPR secara resmi dan menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI. Ia selalu terpilih sebagai wakil rakyat lewat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari dapil NTB selama tiga kali Pemilu. Namun, pada Pemilu 2019, Fahri Hamzah tidak lagi mencalonkan diri sebagai anggota DPR karena ingin menyelesaikan masalahnya dengan para petinggi PKS.
Budiman Sudjatmiko
Pria kelahiran Cilacap ini merupakan eks aktivis 98 sekaligus politisi Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sejak kuliah di Fakultas Ekonomi UGM, Budiman telah aktif terlibat dalam gerakan mahasiswa. Puncaknya pada 1996, Budiman mendeklarasikan adanya PRD. Nama Budiman Sudjatmiko dikenal awam ketika dituduh mendalangi gerakan menentang Orde Baru.
Aku yang dulu bukanlah yang sekarang pic.twitter.com/Om5WsBUSdV — #ReformasiDikorupsi (@dianakimaulana) September 24, 2019
Ia juga dituduh bertanggung jawab dalam Peristiwa 27 Juli 1996 dalam penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Budiman Sudjatmiko divonis hukuman 13 tahun penjara, tapi kemudian diberi amnesti oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 10 Desember 1999.
Saat ini, Budiman Sudjatmiko menjabat sebagai anggota DPR RI dari PDIP Dapil Jawa Tengah VIII. Budiman duduk di Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
Ia juga Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang dan telah menjabat sebagai anggota DPR pada periode 2009-2014 dan 2014-2019.
Sayangnya, di Pemilu 2019, Budiman Sudjatmiko gagal jadi anggota DPR karena suaranya tidak cukup untuk mendukungnya kembali ke Senayan.
Fadli Zon
Pria yang kini duduk sebagai Wakil Ketua DPR ini juga eks aktivis 98. Selain itu, saat Reformasi 98, Fadli Zon juga telah menjalin keakraban dengan Fahri Hamzah. Hal ini terlihat dalam foto yang diunggah Fahri Hamzah pada 2018. Saat itu, mereka berdiskusi di Institute for Policy Studies (IPS) bersama para Ketua BEM pada akhir April 1998 tentang Agenda Reformasi Politik.
Aku yang dulu bukanlah yang sekarang pic.twitter.com/04ZrpxtdJA — #ReformasiDikorupsi (@dianakimaulana) September 24, 2019
Setelah era reformasi, Fadli ikut mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan kini menjabat sebagai wakil ketua. Ia terpilih sebagai anggota dewan dari Dapil Jawa Barat V.
Saat pemilihan pimpinan DPR, ia didukung oleh fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP, ditambah Fraksi Partai Demokrat.
Adapun empat parpol lainnya memilih walk out, yakni PDI Perjuangan, PKB, Partai Hanura, dan Partai Nasdem.
Adian Napitupulu
Adian juga merupakan eks aktivis 98 yang menyuarakan tuntutan agar Soeharto mundur. Dikutip dari Kompas.com, Adian berkisah, ribuan mahasiswa mengepung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 18 Mei 1998. Menurut Adian, setidaknya ada 7.000 orang dalam aksi itu.
Aku yang dulu bukanlah yang sekarang pic.twitter.com/E7vaQ57pIr — #ReformasiDikorupsi (@dianakimaulana) September 24, 2019
Jumlah itu terus bertambah, yang kemudian menjadikan mahasiswa berhasil masuk dan menguasai Gedung DPR/MPR. Adian yang kala itu menjaga gerbang masuk, turut menyeleksi siapa-siapa saja mahasiswa yang bisa masuk. Beberapa saat setelah memasuki Kompleks Parlemen, ribuan mahasiswa tersebut menghambur menuju air mancur di halaman DPR.
Adian yang saat itu masih berusia 27 tahun dan ribuan mahasiswa lainnya kemudian berkumpul di depan jajaran tiang bendera Kompleks Parlemen. Spanduk bertuliskan "Bubarkan DPR/MPR" dan "Adili "Soeharto" dinaikkan di tiang bendera itu. Namun, aksi menaikkan spanduk itu mendapat penentangan dari aparat yang menjaga aksi demonstrasi.
"Wah, itu dikokang semua senjata. Kami tiarap semua di situ. Banyak sekali aparatnya," kata Adian saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Ancaman senjata tersebut, kata dia, adalah untuk meminta para mahasiswa segera menurunkan spanduk. Negosiasi pun dilakukan antara perwakilan mahasiswa dan aparat. Hingga akhirnya senjata aparat ditarik kembali, spanduk itu pun ikut diturunkan. Adian menambahkan, situasi saat itu memang mencekam.
Aparat militer tersebar tiap sudut Jakarta.
Mereka tak beridentitas namun berbekal senjata yang siap mengancam siapa saja yang dianggap berulah.
"Lapis baja, mulai water cannon hingga panser meraung di jalanan. Sniper menunggu kampus-kampus yang akan bergerak," tutur Adian.
Kini, nasib Adian sama seperti tiga aktivis di atas: jadi anggota DPR. Ia menjadi anggota DPR dari PDIP dapil Jawa Barat V sejak tahun 2014 dan duduk di Komisi VII DPR yang memiliki ruang lingkup tugas di bidang energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup. Dalam Pemilu 2019, Adian mencoba peruntungan tapi hanya meraih 80.228 suara, sangat jauh di bawah Fadli Zon.
Sama seperti Budiman Sudjatmiko, Adian gagal merasakan empuknya kursi DPR RI.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: TribunSolo