Ironi RKUHP, Gelandangan Bisa Kena Denda Hingga Rp1 Juta yang Bertentangan dengan UUD 1945
IDWS, Kamis, 19 September 2019 - Draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Pasal 432 tentang penggelandangan pada draft RKUHP 28 Agustus 2019 menjadi kontroversi. Sebabnya RKUHP tersebut dapat mengenakan hukum denda kepada gelandangan, yang otomatis berpotensi menimbulkan masalah laten maupun disalahgunakan.
Bunyi dari pasal 432 RKUHP Buku II:
Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.
RKHUP tersebut menjadi kontradiksi. Bagaimana tidak, hampir semua gelandangan menggelandang karena tak punya cukup uang atau pemasukan untuk mendapatkan tempat tinggal permanen atau layak huni, namun malah kini dapat dikenai denda hingga Rp1 juta. Bila tak bisa membayar, ujung-ujungnya hanya bisa pasrah masuk penjara, dan bisa membuat penjara penuh mengingat betapa banyak gelandangan di Pulau Jawa saja serta penuhnya muatan lapas di Indonesia.
Menurut Yayasan Lembaa Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dalam sejarahnya pasal penggelandangan ini bermula dari wacana meniadakan jasa pekerja seks komersial di jalanan. Namun pada praktiknya justru membuka celah penangkapan terhadap pengamen atau tunamiswa yang kemungkinan besar tak sanggup membayar denda. Hal ini dapat memperburuk keadaan lapas yang sejatinya telah penuh sesak.
Ilustrasi penertiban anak jalanan oleh Satpol PP. (ANTARA FOTO/Rony Muharman)
RKUHP tersebut juga rawan salah sasaran, seperti pendapat Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) karena cakupan penggelandangan yang tak jelas, sehingga interpretasinya terlalu luas. Hal ini bisa menimbulkan potensi salah sasaran seperti wanita yang pulang malam karena pekerjaan (meski bukan pekerja seks komersial), tukang parkir atau orang dengan disabilitas psikososial yang terlantar.
Pasal penggelandangan ini menurut ICJR juga ironis, karena penggelandangan merupakan bentuk kegagalan negara dalam memenuhi kesejahteraan warga, malah justru dikenai hukuman denda. Menurut ICJR yang juga merupakan bagian dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP, keberadaan pasal penggelandangan bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Malah seharusnya kriminalisasi ditujukan kepada oknum-oknum atau pihak yang mengorganisasi penggelandangan, bukan individu yang melakukan penggeladangan.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: CNNIndonesia.com