Kebakaran Hutan dan Lahan Riau Dicurigai Merupakan Praktik Membuka Lahan Oleh Oknum Tertentu
IDWS, Senin, 16 September 2019 - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau, Sumatera Selatan, disebut janggal oleh Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang meninjau lokasi pada Minggu (15/9/2019). Menurutnya, tidak ada perkebunan sawit atau tanaman industri lain yang ikut terbakar.
Jarak pandang di Riau sendiri dilaporkan masih sebatas 1 kilometer saja pada Minggu (15/9/2019) akibat kebakaran hutan. Selain Riau, karhutla juga melanda Sumatera Selatan dan Jambi yang menyumbang asap ke Riau.
"Apa yang sudah kami lihat dari helikopter bersama Panglima TNI dan Kepala BNPB, lahan yang sudah jadi perkebunan, baik sawit maupun tanaman industri lainnya, kok tidak ada yang terbakar. Misal pun ada paling hanya sedikit dan di pinggir," kata Tito melalui keterangan tertulis yang dibagikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (15/9/2019).
Tito mencurigai bahwa karhutla ini merupakan dilakukan oleh oknum tertentu untuk membuka lahan baru atau praktik land clearing dengan mudah dan memanfaatkan musim kemarau. Maka dari itu, ia meminta anggota satuan tugas (satgas) karhutla agar lebih solid dalam menangani kasus tersebut, dengan cara memberlakukan sistem penghargaan dan hukuman.
Kabut asap tebal menyelimuti kota Palembang, akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi disejumlah wilayah Sumater Selatan. Akibat kabut ini, kondisi udara di Palembang sempat masuk ke level berbahaya.(KOMPAS.COM/AJI YULIANTO KASRIADI PUTRA)
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala BNPB, Doni Monardo turut menemani Tito meninjau lokasi karhutla, di mana Hadi mengambil alih komando untuk menggelar analisa dan evaluasi (anev) di lokasi pemadaman. Dari laporan yang diterima, Hadi memutuskan mengerahkan drone untuk memantau karhutla selama 24 jam.
Selain drone, Hadi menuturkan pihaknya akan mengirimkan ekskavator untuk memperluas parit dan menambah pompa berserta selangnya. Sementara Doni Monardo menekankan perlunya perubahan perilaku masyarakat dalam bercocok tanam dengan menyarankan sejumlah tanaman produktif yang dapat dijadikan alternatif.
"Ini masalah cara pikir manusia. Harus diubah. Mulailah dengan menanam tanaman produktif seperti cabai, kopi liberica, lidah buaya atau bisa juga pisang," ungkap Doni.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Kompas.com