Papua Mencekam, Berawal dari Malang
IDWS, Selasa, 20 Agustus 2019 - Manokwari, Papua diliputi situasi mencekam pada Senin (19/8). Kondisi ini terjadi setelah aksi protes warga Papua diwarnai ricuh, blokade dan, pembakaran.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan curiga kerusuhan itu diprovokasi oleh kelompok tertentu yang menyusup ke aksi protes massa. Ia pun meminta kepolisian segera mengusut tuntas kasus termasuk dalang ricuh di Manokwari.
Massa membakar ban saat kerusuhan di pintu masuk Jalan Trikora Wosi Manokwari, Senin (19/8/2019). (ANTARA FOTO/Toylban)
Kericuhan di Manokwari bermula dari serangkaian unjuk rasa kelompok mahasiswa Papua di berbagai daerah, yang diduga mendapat tindakan diskriminatif dan rasis.
Pada 15 Agustus 2019, aksi unjuk rasa memperingati Perjanjian New York 1962 antara Indonesia dan Belanda terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa di antaranya berujung ricuh. Berdasar laman tapol.org--organisasi yang menyoroti isu hak asasi manusia di Indonesia yang berbasis di Inggris--total ada 169 pengunjuk rasa ditangkap dan 30 orang terluka. Pihak kepolisian sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait hal ini.
Rusuh terjadi antara lain di Jayapura, Papua Barat; Sentani, Papua Barat; Malang, Jawa Timur; Ternate, Maluku Utara; Ambon, Maluku; Sula, Maluku; Bandung, Jawa Barat.
Hanya di Yogyakarta dan Jakarta, aksi protes berlangsung tanpa gangguan.
Di Ternate, misalnya, kelompok massa Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) mengaku mendapat perlakuan represif dari aparat kepolisian dan TNI saat hendak melakukan aksi di Kota Ternate, Maluku Utara, pada Kamis (15/8).
Sementara di Malang, 56 pelajar yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dibubarkan paksa dan menerima serangan dari sekelompok warga.
Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com dari lingkar aparat di Jawa Timur, demonstrasi oleh AMP di Malang itu belum mengantongi izin.
"Karena tidak memenuhi persyaratan administrasi yaitu KTP dan alamat yang tidak jelas dari penanggung jawab aksi. AMP tetap berencana aksi, ketika mereka menuju alun-alun di depan kantor Wali Kota Malang, masyarakat Malang mengadang," papar sumber CNNIndonesia.com, Senin (19/8).
Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua di Surabaya (IKBPS), Piter Frans Rumaseb menyatakan mahasiswa Papua di Surabaya aman (CNN Indonesia/Farid Miftah Rahman)
Bentrok dan perang batu pun pecah. Korban dari kedua belah pihak tak terelakkan.
"Polisi melerai kedua kelompok itu dan memutuskan untuk mengangkut anggota AMP meninggalkan lokasi bentrokan dengan menggunakan truk. Mereka diturunkan di dekat kampus UMM Jalan MT Haryono," lanjut sumber CNNIndonesia.com.
Menurut sumber tersebut, polisi mengklaim tidak ada peserta aksi yang ditahan. Bahkan, pengunjuk rasa yang terluka langsung dilarikan ke rumah sakit.
"Ketika ditanya alasan melakukan demo tanpa izin, mereka menjawab aksi itu sebagai solidaritas dengan mahasiswa Papua lain," kata sumber CNNIndonesia.com.
Ancaman Wakil Wali Kota Malang
Pada hari yang sama, Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko menyatakan tak segan untuk memulangkan mahasiswa asal Papua ke daerah asalnya jika terus berulah.
Ungkapan ini merespons rusuh di Kota Malang akibat bentrok antara warga Kota Malang dengan AMP Komite Kota Malang yang menggelar aksi memperingati 57 tahun perjanjian New York.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyesalkan sikap Wakil Wali Kota Malang. Menurut dia, semestinya insiden tersebut tak perlu disikapi dengan pernyataan bernada provokatif.
"Karena ini bisa dikomunikasikan dengan Gubernur Jatim, Wali Kota, Gubernur Papua dan pejabat terkait lainnya sehingga bisa diselesaikan dengan baik. Sehingga tidak perlu keluar ungkapan, orang Papua akan dipulangkan dari Malang. Kalau dia bilang Orang Papua keluar dari Malang, di sini juga ada orang Malang. Tapi kan tidak begitu," kata Dominggus dalam wawancara dengan CNNIndonesia TV, Senin (19/8).
Pengepungan di Surabaya
Sehari setelah insiden di Malang, masih di Jawa Timur, asrama mahasiswa Papua Kamasan III di Surabaya dikepung Ormas dan sejumlah aparat yang diduga TNI dan Polri, Jumat (16/8) sekitar pukul 16.00 WIB. Akibatnya, 43 penghuni tertahan di asrama, tanpa makan dan minum.
Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta mengatakan pengepungan itu disertai perusakan pelbagai fasilitas asrama. Kata dia, pengepung juga beberapa kali melontarkan makian bernada rasis ke mahasiswa Papua.
Pengepungan kata dia dipicu dugaan perusakan bendera merah putih di depan asrama. Aparat menduga perusakan dilakukan oleh penghuni asrama Mahasiswa Papua.
Sementara berdasar sumber CNNIndonesia.com, di Kota Pahlawan tersebut muncul edaran dari Pemerintah Daerah untuk memasang bendera merah putih di setiap rumah sepanjang Agustus 2019. Namun menurut sumber CNNIndonesia.com imbauan itu ditolak oleh penghuni Asrama Papua.
Aparat sudah mendatangi dan membujuk para penghuni asrama untuk memasangnya. Tapi ajakan itu ditolak.
"Sudah didatangi, dibujuk, tetap tidak mau. Akhirnya aparat berinisiatif memasang. Aparat pergi, bendera dilepas dan dibuang ke got. Terpancing deh aparat. Jadi bentrok," kata sumber CNNIndonesia.com Senin (19/8).
Keesokan harinya pada Sabtu (17/8), polisi merangsek masuk ke asrama dan mengakut 43 mahasiswa Papua ke Polrestabes Surabaya. Para penghuni asrama itu lantas diperiksa polisi atas dugaan perusakan bendera merah-putih di depan asrama.
Pengepungan asrama mahasiswa di Surabaya pada Jumat (16/8). (CNN Indonesia/Farid Miftah Rahman)
Dari hasil pemeriksaan, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan seluruh mahasiswa Papua mengaku tak tahu menahu mengenai perusakan bendera di asrama mereka.
Polisi lantas memulangkan 43 mahasiswa asal Papua pada Minggu (18/8) dini hari. Namun Sandi menyatakan polisi bakal tetap mendalami keterangan para mahasiswa dan mempelajari alat bukti yang ditemukan di lokasi kejadian.
Pada hari yang sama, Minggu (18/8), Sebuah spanduk bernada provokatif terpasang di depan Asrama Papua Semarang.
"Kami warga Kelurahan Candi tidak setuju Asrama West Papua digunakan untuk kegiatan yang mengarah pemisahan Papua dari NKRI. Jika hal tersebut di atas dilakukan kami sepakat menolak keberadaan Asrama West Papua di Kelurahan Candi. NKRI harga mati."
Di tengah ricuh Surabaya diikuti pemasangan spanduk di Semarang, seruan untuk memprotes tindakan diskriminatif dan rasis beredar melalui media sosial.
Minggu (18/8) malam, beredar pula seruan rencana aksi unjuk rasa warga Papua atas serangkaian dugaan tindakan diskriminatif dan rasis oleh aparat serta beberapa anggota Ormas terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.
Rusuh Manokwari
Senin (19/8) pagi, kondisi Manokwari memanas. Sejumlah jalan-jalan utama diblokade massa, pembakaran pun terjadi di sejumlah titik.
Kerusuhan di Manokwari merembet ke Kota Sorong. Menurut Jurnalis Transmedia, Jersey Allen, rusuh terjadi sporadis hampir di setiap titik di Sorong, Papua Barat.
"Secara keseluruhan aksi ini berlangsung secara sporadis, hampir di seluruh lokasi di Kota Sorong, dari mulai di Kampung Baru, semua terjadi aksi sporadis dan blokade jalan. Sejumlah jalan ditutup oleh massa," kata Jersey Allen di CNNIndonesia TV, Senin (19/8).
"Ini saja orang-orang yang pulang dari tempat kerja belum bisa pulang ke rumah masing-masing," tambahnya.
Suasana rusuh di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8). (STR / AFP)
Ketua BEM Universitas Negeri Papua, Pilatus Lagowan mengungkapkan, sebelum aksi digelar, ia telah menyaksikan pembakaran dan penutupan jalan di sejumlah titik.
"Namun sebelum kami berangkat ke tempat aksi, ternyata ada yang sudah memblokade jalan. Kami tetap turun longmarch, ternyata ada massa aksi yang sudah membakar ruko-ruko dan ada kendaraan roda dua dan roda empat. Lalu kami tetap menuju kantor MRP, dan kantor MRP itu sudah dibakar massa," cerita Pilatus yang juga merupakan salah satu peserta aksi di Manokwari, Papua Barat kepada CNNIndonesia TV, Senin (19/8).
Pilatus pun memastikan anggota massa aksinya tak terlibat dalam blokade dan pembakaran tersebut. Namun ia juga tak bisa mengidentifikasi dari kelompok mana orang-orang yang memicu rusuh.
"Mahasiswa itu satu komando. Dan saya juga sudah arahkan tidak perlu melakukan aksi kekerasan, merusak fasilitas, membakar gedung atau lainnya," kata Pilatus.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyesalkan aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di Manokwari, Papua Barat. Izin aksi demonstrasi tersebut, menurut Dominggus, sebetulnya sudah didapat. Hanya saja di tengah aksi, ia mensinyalir ada kelompok yang memprovokasi massa sehingga bentrok pun pecah.
Dominggus pun telah meminta kepolisian mengusut tuntas kasus ini.
Bentrok Makassar, Demo di Medan
Kerusuhan di sejumlah daerah di Papua mempengaruhi situasi di sejumlah daerah di Indonesia. Di Medan dan Bandung, sejumlah mahasiswa asal Papua menggelar aksi solidaritas mengecam pengepungan di Asrama Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya.
Selain itu massa mengecam aksi rasis yang diduga terjadi saat pengepungan di Surabaya. Sementara di Makassar, kerusuhan di Papua memicu bentrok antara penghuni asrama Papua dengan sejumlah ormas.
Mahasiswa asal Papua yang bermukim di asrama di Jalan Lanto Daeng Pasewang, Kecamatan Makassar, Kota Makassar melakukan perlawanan saat sejumlah aktivis ormas mendatangi asrama. Bentrok pecah pada malam hari. Kedua pihak sempat terlibat aksi saling lempar batu selama sekitar 30 menit sebelum dilerai oleh polisi.
Polisi berjaga usai bentrok mahasiswa Papua dengan warga di Makassar, Senin (19/8) malam. (CNN Indonesia/Sari)
Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah menyebut keributan itu dipicu masalah sepele. Telah terjadi kesalahpahaman antara mahasiswa dan warga.
"Jadi tadi ada warga kita masuk ke situ (asrama mahasiswa) sampaikan ke mereka tidak usah khawatir karena akan dijaga keamanannya tapi diusir," ujar Nurdin Abdullah.
Presiden Joko Widodo sendiri pada Senin sore telah mengeluarkan pernyataan resmi. Jokowi mengakui ada hal yang membuat masyarakat Papua tersinggung. Namun dia mengajak masyarakat Papua bersikap memaafkan.
"Jadi, saudara-saudaraku, Pakce Mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu sebagai saudara sebangsa setanah air, yang paling baik memaafkan. Emosi itu boleh tapi memaafkan itu lebih baik. Sabar itu juga lebih baik," kata Jokowi.
Artikel Asli