Tak Puas Mengawasi TV dan Radio, KPI Ingin Awasi Konten Layanan Digital Seperti Netflix
IDWS, Jumat, 9 Agustus 2019 - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali bikin kejutan. Tak puas hanya mengawasi siaran televisi dam radio, kini KPI berniat menyatroni konten-konten yang ada dalam layanan digital seperti Facebook, YouTube, dan Netflix. Lebih lanjut lagi, KPI akan mengatur konten apa saja yang ada di layanan tersebut dan bila ada konten yang melanggar bisa terkena blokir atau hukuman lainnya.
KPI berencana melakukan revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam waktu dekat karena dianggap sudah ketinggalan zaman.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengukuhkan komisioner KPI periode 2019-2022 di Jakarta pada Senin (5.8.2019). (ANTARA/Boyke Ledy Watra)
"Kami malah ingin segera mengawasi itu (layanan digital) karena di media baru atau media digital saat ini kontennya sudah termasuk dalam ranah penyiaran," terang Agung Suprio dari KPI Pusat dikutip dari Antara.
Agung beralasan bahwa kaum milenial yang jumlahnya mencapai setengah dari total penduduk Indonesia telah mulai beralih dari media konvensional seperti TV dan radio ke ranah digital, sehingga KPI berkehendak untuk segera melakukan pengawasan. Ia menambahkan, pengawasan konten di media digital sengaja dilakukan untuk menjaga dan memastikan supaya materi yang diberikan kepada penonton ataupun pendengar tetap berkualitas dan memiliki nilai edukasi.
Komisioner KPI Pusat yang juga mantan Ketua KPI, Yuliandre Darwis, menuturkan pihaknya akan memperluas aturan penyiaran di media streaming karena dianggap sudah masuk ke dalam ranah KPI. Meski begitu ia menegaskan aturan ini tidak akan menghambat atau menghancurkan bisnis platform-platform streaming video tersebut.
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis. (Helmi Afandi/kumparan)
“Ke depan ini harus diatur TV streaming, TV di media baru. Semangatnya begitu, tapi enggak akan menghancurkan Netflix, TV di YouTube, bukan. Tapi lebih kepada norma-norma apa saja sih yang harus kita guide ke depannya,” ungkap Yuliandre, kepada kumparan, Rabu (7/8/2019).
“Di Netflix kan ada yang nama Parental Guide, anak-anak dilindungi. Sebenarnya sama seperti TV berlangganan, itu kan mereka bayar tapi kan tetap diatur oleh KPI kan, enggak boleh juga adegan making love, buka-bukaan, tapi ciuman boleh,” jelasnya.
“Sebenarnya ini tinggal synchronize saja, kalau sudah benar ngapain harus kita atur-atur, benar enggak?”Tambahnya. “Jangan dibiarkan seolah-olah kita ngatur-ngatur, bukan. Kami memberikan pandangan bahwa frekuensi penyiaran itu digunakan ke Indonesia, itu harus begini loh.”
Ilustrasi media digital Netflix. (Pixabay/Jade87)
Adapun konten-konten yang dianggap tidak layak ditayangkan, contohnya seperti tayangan bunuh diri, sadisme, pembunuhan, dan pornografi. Yuliandre menegaskan, pihaknya juga akan mengatur hukuman bagi platform yang melanggar aturan yang sedang digarap ini, mulai dari teguran hingga pemblokiran platform.
“Jadi semangatnya bareng-bareng lah kalau di Indonesia itu butuh konten yang edukatif, positif, bukan membatasi atau melarang ya. Tapi ini semangat edukasi positif sehingga konten-konten positif bermunculan,” tandasnya.
(Stefanus/IDWS)