4 Pengamen Korban Salah Tangkap Balik Tuntut Ganti Rugi Rp 746 Juta ke Polda Metro Jaya dan Pengadilan Tinggi DKI
IDWS, Jumat, 19 Juli 2019 - Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI dituntut ganti rugi Rp 746 juta oleh empat orang pengamen jalanan. Pasalnya, keempat pengamen itu mengaku merupakan korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan. Mereka juga mengaku disiksa dan dipaksa mengaku kejahatan yang tidak mereka lakukan.
Keempat pengamen yang masih berstatus di bawah umur itu dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, semua bermula ketika Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16) menemukan sesosok mayat di bawah kolong jembatan samping Kali Cipulir, Jakarta Selatan, pada 2013 silam. Keempat pengamen itu lantas melaporkan penemuan mereka ke petugas sekuriti setempat, yang kemudian melanjutkan penemuan mayat itu ke pihak kepolisian.
Fikri Pribadi, salah satu dari empat pengamen yang disiksa oknum polisi Polda Metro Jaya. (Kompas.com/Walda Morison)
Salah satu pengamen, Fikri Pribadi, menuturkan bahwa saat itu ia dan ketiga rekannya diminta menjadi saksi oleh petugas kepolisian yang datang ke lokasi penemuan mayat. "Polisinya bilang, 'Tolong ya Abang jadi saksi ya', 'Iya enggak papa saya mau', saya jawab begitu.
"Tahunya pas sudah di Polda, malah kami yang diteken," aku Fikri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/7/2019). Fikri bahkan mengaku ia dan ketiga rekannya itu tidak hanya diperiksa, tapi juga disiksa oleh para oknum polisi begitu tiba di Polda Metro Jaya.
"Saya langsung dilakbanin, disika pokoknya di Polda. Disetrum, dilakbanin, sampai disuruh mengaku," tambahnya. Berdasarkan pengakuan Fikri, penyiksaan itu berlangsung selama seminggu. Akhirnya setelah tidak kuat menerima siksaan, Fikri dan ketiga rekannya lebih memilih mengaku.
Dua dari empat pengamen korban salah tangkap Polda Metro Jaya saat melapor ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (17/7/2019). (Tribun Jakarta/Satrio Sarwo Trengginas)
Mereka sama sekali tidak mengetahui atas dasar apa polisi menuduh mereka sebagai tersangka. Pengakuan terpaksa itu membuat kasus mereka naik ke kejaksaan hingga ke meja hijau. Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13) dan Pau (16) divonis bersalah oleh hakim dan harus menjalani hukuman kurungan di penjara anak Tangerang.
Perlakuan tidak adil yang diterima keempat anak ini baru menemui titik terang ketika Mahkamah Agung menyatakan Fikri dan kawan-kawannya tidak bersalah dalam peristiwa pembunuhan Cipulir. Keempatnya bebas pada tahun 2016 berkat putusan Mahkamah Agung Nomor 131 Pk/Pid.Sus/2016.
Kini, tiga tahun setelah bebas, keempat pengamen itu bersama LBH Jakarta menuntut ganti rugi sebesar Rp 746 juta kepada Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kuasa hukum korban dari LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, menuturkan bahwa para korban ini berhak menuntut ganti rugi.
Kuasa hukum dari empat pengamen korban salah tangkap Polda Metro Jaya, Oky Wiratama Siagian. (Grid.id)
"Di Mahkamah Agung, putusannya menyatakan membebaskan keempat anak kecil ini. Nah, kami memberitahu kepada mereka, ketika putusannya bebas maka ada hak mereka yang bisa dituntut ganti kerugian. Dan udah ada mekanismenya dari PP 92 tahun 2015," ungkap Oky, dikutip dari Tribun Jakarta.
"Mereka enggak bersalah, sebenarnya mereka bisa kerja akhirnya gara-gara saya dipidana, enggak kerja kan, ini yang dituntut," tegasnya. "Selama ini ditahan dia nggak sekolah dan lain-lain, itu yang harus dituntut. Dan pihak kepolisian harus menyatakan bahwa memang harus mengakui kalau mereka salah tangkap, gak fair dong," tambahnya.
Rencananya, sidang guna menuntut kerugian ini akan kembali dilaksanakan pada Senin (22/7/2019) pukul 09.00 WIB.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Grid.ID via Kompas.com dan Tribun Jakarta