Korban Meninggal, Dalang Kerusuhan dan 'ada settingan menciptakan martir' Dalam Demo 22 Mei?
IDWS, Kamis, 23 Mei 2019 - Kapolri Jendral Tito Karnavian menyatakan kerusuhan yang menyebabkan enam orang meninggal tengah diselidiki dan ia menyebut "ada settingan untuk menciptakan martir dan kerusuhan."
Para pengunjuk rasa di depan Bawaslu. Kepolisian menyebut ada perusuh di antara para pendemo. (REUTERS)
Kepolisian berjanji melakukan penyelidikan terkait korban dalam bentrokan dengan aparat kepolisian dan massa di kawasan Tanah Abang, pada Rabu (22/05) dini hari.
Namun Tito mengimbau publik untuk tidak langsung menyalahkan petugas karena sempat beredar informasi akan adanya penembakan terhadap peserta demo untuk memicu kemarahan massa.
"Kita harus pastikan dulu, jangan apriori menyalahkan petugas karena ada settingan untuk menciptakan martir dan menciptakan kerusuhan," kata Tito.
Unjuk rasa di depan Bawaslu pada Selasa (21/05) sempat berakhir pada sekitar pukul 21:00 WIB namun menjelang tengah malam, massa yang diperkirakan dari luar kota datang. Polisi memukul mundur massa yang tetap bertahan sampai dini hari Rabu dan bentrokan terjadi.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menkopolhukam, Wiranto, mengatakan tidak mungkin aparat membunuh pelaku demo karena dalam proses pengamanan, aparat tidak dibekali peluru tajam.
Pengunjuk rasa di kawasan Tanah Abang, Rabu (22/5/2019) pagi, yang berusaha menolong rekannya yang dilaporkan terluka akibat kerusuhan. (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO)
Dari apa yang dia sebut sebagai investigasi, pemerintah mengendus adanya skenario kerusuhan untuk membangun antipati dan kebencian kepada pemerintah.
"Kesimpulan kita adalah ada niatan atau skenario untuk buat kekacauan dengan menyalahkan petugas terhadap aparat kemanan, menimbulkan antipati terhadap pemerintahan yang sah," kata Wiranto seperti dilaporkan wartawan BBC News Ayomi Amindoni.
Wiranto juga mengatakan bahwa aparat telah mengetahui dalang di balik kerusuhan Rabu (22/05).
"Mereka bukan pendemo tapi perusuh. Kalau demo tidak menyerang asrama Brimob, membakar dan lainnya. Mereka preman-preman yang dibayar, bertato. Kita sudah tahu dalangnya," tambah Wiranto.
Kerusuhan 22 Mei: Jokowi dan Prabowo serukan aksi damai
Pernyataan-pernyataan ini menanggapi informasi yang beredar di media massa, termasuk yang mengutip dari pernyataan Gubernur Anies Baswedan, yang dilaporkan menyatakan bahwa ada korban tewas dalam kericuhan di kawasan Jalan KS Tubun, Jakarta Barat.
Di hadapan wartawan saat mengunjungi RS Tarakan, Jakarta, Anies Baswedan mengaku mendapatkan informasi bahwa "korban sejauh ini ada enam korban meninggal."
'Massa yang sudah disiapkan'
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Muhammad Iqbal mengatakan sejumlah orang yang terlibat dalam aksi pelemparan batu setelah unjuk rasa di depan kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5), merupakan massa yang dibayar guna menciptakan kerusuhan.
Prajurit TNI AD mengamankan Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019). (APRILLIO AKBAR/ANTARA FOTO)
Dia membeberkan kronologi bahwa pada Rabu (22/5) sekira pukul 02.45 dini hari WIB, polisi menangkap sekelompok massa.
"Polda Metro mengamankan 58 orang yang diduga provokator dan saat ini sedang kita dalami. Dugaan sementara mayoritas massa tersebut berasal dari luar Jakarta dan kita menemukan beberapa indikasi.
"Pada saat bersamaan, ada 200 massa yang berkumpul di Jalan KS Tubun. Kita duga massa itu dipersiapkan dan di-setting," papar M Iqbal kepada wartawan.
Massa tersebut, lanjutnya, menyerang asrama Polri di Petamburan dan membakar beberapa kendaraan yang diparkir di sana. Sebanyak 11 orang ditangkap atas dugaan menjadi provokator.
Di hadapan wartawan, menurutnya, aparat kemudian mengamankan 11 orang yang diduga sebagai provokator. Hanya saja Iqbal tidak menyebutkan rinciannya.
Dari peristiwa tersebut, polisi mengklaim bahwa sebagian massa pengunjukrasa yang berasal dari Jabar, Banten dan Jateng. "Ada bukti-bukti ambulan berisi batu dan alat-alat... Sudah kami amankan".
Polisi juga mengamankan apa yang mereka klaim sebagai "amplop-amplop berisi uang yang diduga untuk membayar massa".
Sampai sekitar pukul 09.00 WIB pagi, Rabu, dilaporkan aksi lempar batu, botol serta benda keras lainnya ke arah aparat kepolisian di Jalan KS Tubun, dekat asrama Brimob. (HAFIDZ MUBARAK A/ANTARA FOTO)
Hal ini ditegaskan kemudian oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, di kantor Kemenkopolhukam, pada Rabu (22/5).
Amplop-amplop itu, menurut Tito, berisi uang, totalnya Rp6 juta. "Mereka mengaku ada yang membayar," kata Tito.
Tito menambahkan, pihaknya menangkap tiga orang dengan senjata revolver dengan peluru 60 butir dan pengakuan ketiga orang itu untuk dipakai tanggal 22 Mei.
"Senjata ini selain untuk aparat, pejabat dan massa sehingga timbul martir sehingga yang disalahkan pemerintah," cetusnya.
Soal kabar bahwa dirinya memerintahkan jajarannya untuk menembak demonstran di tempat, Tito membantah.
"Kita tegaskan berita tembak di tempat, saya tidak pernah sampaikan itu. Kami ada SOP sehingga anggota yang terlibat penanganan unjuk rasa diperiksa," sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengumumkan adanya pembatasan yang ditempuh pemerintah terhadap fitur media sosial dan layanan pesan ponsel, seperti WhatsApp.
"Jadi kita akan lakukan perlambatan kalau kita mendownload foto dan audio," ujar Rudiantara.
Menurutnya, ini dilakukan untuk mencegah penyebaran foto yang viral.
Polisi klarifikasi berbagai isu
Kadiv Humas Polri Muhammad Iqbal juga mengklarifikasi sejumlah rumor yang beredar di media sosial.
Dia menggarisbawahi "Brimob tidak pernah menyerang masjid. TNI juga tidak pernah menyerang masjid"
Kemudian, sambungnya, tidak ada personel kepolisian dan TNI yang merupakan warga China.
"Ada rumor itu pasukan dari negeri seberang, yang sipit-sipit. Tidak ada, murni itu personel Brimob warga negara Indonesia."
Terakhir, dia menekankan petugas tidak dibekali dengan peluru tajam.
"Kami yakinkan jika ada yang menggunakan peluru tajam itu bukan personel kami dalam konteks unjuk rasa ini."
Polisi mencoba menembakkan gas air mata saat kerusuhan terjadi di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (22/5/2019). (HAFIDZ MUBARAK A/ANTARA FOTO)
Massa pro-Prabowo kembali datangi Bawaslu
Sampai sekitar pukul 11.00 WIB, Rabu (22/05), aparat kepolisian dibantu pasukan TNI masih melakukan penjagaan di sekitar Jalan KS Tubun, yang menjadi lokasi bentrokan sebelumnya, demikian laporan sejumlah media.
Liputan beberapa media televisi juga memperlihatkan kehadiran pasukan TNI di sekitar Asrama Brimob di Jalan KS Tubun, yang sebelumnya terjadi aksi pembakaran beberapa kendaraan di dalamnya.
Sampai sekitar pukul 09.00 WIB pagi, Rabu, dilaporkan aksi lempar batu, botol, serta benda keras lainnya ke arah aparat kepolisian di Jalan KS Tubun, di dekat asrama Brimob.
Sementara itu, sekelompok orang berusaha mendekati kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, dan aparat kepolisian sudah memblokir jalan menuju kantor tersebut.
Di sekitar Kantor KPU di Jalan Imam Bonjol, dilaporkan pula kehadiran orang-orang yang dilaporkan berusaha mendekati kantor tersebut.
Sebelumnya, pada Rabu dini hari, sejumlah kendaraan di Kompleks Asrama Brimob di Jalan KS Tubun, Jakarta Barat, terbakar, setelah massa berangsur-angsur meninggalkan lokasi unjuk rasa di sekitar kantor Bawaslu. Polri menyebut massa dari luar Jakarta berupaya melakukan provokasi.
Sejumlah polisi melepaskan tembakan gas air mata ke arah kerumunan orang di sekitar gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019) dini hari WIB. (AFP/GETTY IMAGES)
Hingga pukul 06.00 WIB, sebagaimana ditayangkan sejumlah stasiun televisi, sejumlah orang melemparkan batu ke arah polisi yang kemudian dibalas dengan tembakan gas air mata di sekitar Jalan KS Tubun, Jakarta.
Di media sosial, aksi protes massa pro-Prabowo ini dikritik sejumlah warganet dengan munculnya tagar Tangkap Prabowo, dan juga Tangkap Amien Rais.
'Massa dari luar Jakarta'
Sementara itu, Karopenmas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan kepada Kompas TV bahwa ada "massa dari luar Jakarta masuk sekitar jam 11 sehingga memprovokasi kejadian tersebut".
Menurutnya, orang-orang tersebut "memang pihak ketiga yang menunggangi aksi yang seharusnya damai, diprovokasi dari luar Jakarta yang mengakibatkan massa terpancing."
Dedi tidak menyebut dari mana "pihak ketiga" itu berasal dan apakah mereka dikendalikan pihak tertentu.
Hanya saja, dia mengimbau agar warga Jakarta tidak terprovokasi lantaran "bisa jadi disusupi para pelaku teror, ini berbahaya".
Seorang pria tampak tengah melemparkan baru ke arah aparat kepolisian di Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019) pagi. (ANTARA/SIGID KURNIAWAN)
Sejumlah mobil ikut terbakar ketika Asrama Brimob dilalap api di Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019). ANTARA/SIGID KURNIAWAN)
Dari Selasa (21/5) malam hingga Rabu (22/5) dini hari WIB, terjadi kericuhan di sekitar kantor Bawaslu, Jakarta, setelah sebagian pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berangsur-angsur meninggalkan lokasi unjuk rasa di sekitar gedung Bawaslu setelah melakukan salat tarawih, dan berjanji untuk melanjutkan unjuk rasa pada Rabu (22/05).
Kerumunan orang melakukan aksi pembakaran di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5/2019) dini hari WIB. (AFP/GETTY IMAGES)
Sebagian lainnya menolak bubar dan berlari ke arah kawasan Tanah Abang. Polisi lantas menggunakan gas air mata untuk mengejar dan membubarkan mereka sampai menjelang pukul 02:00 pada Rabu.
"Kita menunggu instruksi dari pimpinan kita bahwa besok, sesuai agenda, kita akan kumpul (unjuk rasa) kembali," kata Wanda, pria yang menyebut dirinya sebagai koordinator aksi, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, dari lokasi unjuk rasa.
"Jadi, sekarang, saya mohon dengan hormat, kita pulang ya," ujarnya yang dijawab sebagian peserta unjuk rasa dengan ucapan "siap".
Demo 22 Mei 2019: Polisi antisipasi 'orang-orang yang manfaatkan momentum'
Pengumuman hasil Pilpres 22 Mei dibayangi rencana aksi massa dan ancaman serangan teror
Jelang pengumuman hasil pilpres, polisi tangkap terduga teroris 'yang akan lempar bom'
Sebagian peserta kemudian memilih untuk menginap di masjid Cut Mutiah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
(ULET IFANSASTI/GETTY IMAGES)
Sejumlah petugas kepolisian melakukan pengawalan saat aksi unjuk rasa oleh massa Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa (21/5/2019). (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu sudah berakhir setelah pihaknya melakukan "komunikasi" dengan pengunjuk rasa.
Dimintai tanggapan atas rencana unjuk rasa lanjutan pada Rabu (22/05), Argo mengatakan "kita sudah mengantisipasi, mempersiapkan pengamanan pada esok pagi."
Sebelumnya, massa pendukung capres Prabowo memilih bertahan hingga sekitar pukul 18.00 WIB, walau telah diminta bubar oleh polisi.
Sejumlah petugas kepolisian melakukan pengawalan saat aksi unjuk rasa oleh massa Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa (21/5/2019). (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)
Para pendukung Prabowo melakukan sholat di jalan. (ANTARA)
Di sela-sela aksinya, pengunjukrasa menggelar salat ashar, maghrib, isya hingga tarawih di sekitar lokasi unjuk rasa. Mereka juga mengklaim akan bertahan di lokasi unjuk rasa.
Di antara pengunjuk rasa, muncul pula politikus dan mantan Ketua MPR Amien Rais, mantan Danjen Kopassus Kivlan Zein, serta Neno Warisman. Sebagian mereka juga ikut berorasi.
Kubu pro Prabowo menggelar unjuk rasa di depan kantor Bawaslu dengan membawa poster dan spanduk bertuliskan "lawan pemilu curang." (BBC News Indonesia)
Mereka membawa sejumlah poster bertuliskan 'lawan pemilu curang'. Namun akses mereka ke Bawaslu terhambat pagar berduri yang dipasang kepolisian.
"Kalau kenyataannya kalah, enggak apa-apa, tapi kami melihat ini ada kecurangan, ya, kami akan terus (unjuk rasa) sampai ada keputusan yang benar," kata salah-seorang peserta unjuk rasa asal Lampung, Puji Astuti kepada wartawan BBC News Indonesia, Mehulika Sitepu.
Ditanya apa yang akan dilakukannya apabila sudah putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak ada menemukan bukti kecurangan pemilu, Puji mengatakan: "Kami akan mengikuti para ulama."
"Kalau kata ulama 'kita terus bergerak', kita akan bergerak," tegasnya.
Massa pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga, berkumpul di depan kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (21/5/2019). (ANADOLU/GETTY IMAGES)
Seorang pengunjuk rasa lainnya, Tubagus Maman, yang mengaku warga Banten, mengaku ikut unjuk rasa karena menganggap pemilu diwarnai kecurangan.
"Pemilunya curang," katanya, pendek. Anda memiliki buktinya? Tanya BBC. Dia tak menjawab langsung, kecuali mengatakan: "Sudah diplot. Sudah... masif terstruktur..."
Pengunjuk rasa menggelar sholat ashar di sekitar lokasi unjuk rasa di kawasan gedung Bawaslu, Selasa (21/5/2019). (ADEK BERRY/AFP)
Ratusan polisi pun telah bersiaga di Bawaslu dengan memasang pagar kawat berduri sekaligus menutup akses lalu lintas ke Jalan MH Thamrin, seperti dilaporkan wartawan BBC News Indonesia, Abraham Utama, dari lokasi unjuk rasa.
Siapa mantan Danjen Kopassus yang dijadikan tersangka?
Sementara itu, pemerintah menyatakan akan menindak orang-orang yang 'berniat melakukan perbuatan di luar hukum' terkait hasil pemilihan presiden. Penindakan itu diklaim bakal menyasar sejumlah figur publik pendukung calon presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan tersebut diutarakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, di Jakarta, Selasa (21/05) sore.
Wiranto mengatakan Soenarko, mantan Komandan Jenderal Kopassus, adalah tersangka terbaru dalam rentetan kejadian pasca pengumuman pemenang pilpres.
Mantan Danjen Kopassus Soenarko dituduh menguasai senjata api secara ilegal dari Aceh. Namun Menkopolhukan Wiranto enggan memaparkan jumlah maupun jenis senjata yang dimiliki pendukung Prabowo itu. (TRIBUNNEWS.COM/IST)
"Kasus Kivlan Zen sudah berjalan, Eggi Sudjana sudah, Lius Sangkarisma, Amien Rais diminta menjadi saksi, tapi belum hadir."
"Yang terakhir adalah Mayjen Purnawirawan Soenarko. Dia sudah dipanggil, diperiksa, dan sekarang menjadi tersangka, ditahan di Rutan Guntur," ujar Wiranto.
Soenarko dituduh menguasai senjata api secara ilegal dari Aceh. Namun Wiranto enggan memaparkan jumlah dan jenis senjata yang dimiliki pendukung Prabowo tersebut.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sisriadi, juga tidak menjelaskan secara rinci kasus yang menjerat Soenarko.
"Saya belum tahu persis hasil penyelidikan. Barang bukti juga belum tahu," kata Sisriadi.
Dalam sepekan terakhir beredar video di media sosial yang memperlihatkan sosok mirip Soenarko, yang berbicara tentang rencana demonstrasi di beberapa titik, antara lain Istana Negara serta kantor Bawaslu dan KPU.
Sejauh ini, BBC News Indonesia masih berupaya mengonfirmasi apakah Soenarko merupakan sosok yang nampak dalam video tersebut.
Namun Wiranto menyebut upaya menggeruduk objek vital negara merupakan perbuatan melawan hukum.
"Itu tindakan keliru yang tidak dibenarkan. Itu kejahatan serius yang mengancam kedaulatan negara, siapapun yang melakukan itu harus bertanggung jawab dan akan dihukum berat," kata Wiranto.
Saat ditanyai lebih lanjut, Wiranto membantah kepolisian sewenang-wenang menangkap sejumlah pendukung Prabowo.
"Ini bukan tindakan sewenang-wenang atau kembali ke Orde Baru, tapi demi keamanan nasional, agar negeri ini tetap aman dan masyarakat tidak terganggu dengan tindakan seperti ini," kata Wiranto.
Adapun, saat ini Polri menetapkan status Siaga I untuk Jakarta. Meski begitu Juru Bicara Mabes Polri, Irjen Muhammad Iqbal, meminta publik tidak cemas dan beraktivitas normal.
"Status siaga satu itu untuk internal aparat, jangan dipersepsikan kondisi yang berbahaya sekali. Silakan beraktivitas, beribadah atau berkegiatan ekonomi," ucap Iqbal.
Prabowo himbau 'aksi berjalan damai'
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto meminta agar aksi unjuk rasa para pendukungnya dalam menyikapi penetapan hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilakukan secara damai.
Massa pro-Prabowo di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa (21/5/2019). (GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO)
Menurutnya, dalam video yang diunggah ke Instagram, "rakyat sedang risau" atas apa yang dia klaim sebagai "kecurangan-kecurangan" dalam pemilu 2019.
Karena itu, lanjutnya, "wajar" ketika rakyat berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat di muka umum.
"Tentu semua dalam ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Dia menegaskan agar aksi para pendukungnya tidak disertai dengan kekerasan.
Petugas Brimob berjaga dengan kendaraan taktis Barracuda saat melakukan pengamanan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (21/5/2019). (INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA FOTO)
Saya mengimbau agar semua aksi, semua kegiatan berjalan dengan semangat perdamaian. Langkah kita adalah langkah konstitusional, langkah demokratis, tetapi damai, tanpa kekerasan apapun."
Prabowo kemudian menanggapi soal adanya kabar bahwa akan ada aksi kekerasan.
"Kami dapat laporan ada banyak isu-isu, katanya ada yang mau bikin aksi-aksi kekerasan, itu bukan pendukung-pendukung kami, itu bukan sahabat-sahabat saya."
"Tidak ada niat kami untuk makar, tidak ada niat kami untuk melanggar hukum," cetusnya.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, juru bicara BPN Andre Rosiade mengatakan bahwa pihaknya tidak menggerakkan massa untuk berdemonstrasi, meski telah menyatakan menolak hasil pemilu.
"Mungkin saja akan ada aksi damai dari masyarakat, dari rakyat, di KPU. Itu kan bagian dari ekspresi masyarakat untuk menyampaikan kekecewaan ataupun masukannya ke KPU. Itu haknya masyarakat."
Jakarta dalam status Siaga I
Sebelumnya, Mabes Polri telah menetapkan status Jakarta dalam status Siaga I sejak 21 hingga 25 Mei sebagai antisipasi keamanan pasca pengumuman hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
Prajurit TNI mengendarai sepeda motor saat patroli gabungan bersama Polri di Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/5/2019) untuk meningkatkan rasa aman di wilayah Sumut pasca rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional Pemilu 2019. (IRSAN MULYADI/ANTARA FOTO)
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo membenarkan bahwa Polri telah memberlakukan Siaga I setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan hasil final rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
"Benar, informasi dari Asops Kapolri Irjen Pol Martuani Sormin Siaga I hari ini," kata Dedi Prasetyo di Jakarta, melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (21/05).
Sebelumnya, telah beredar surat telegram nomor STR/281/N/OPS.1.1.1/2019 tertanggal 20 Mei 2019 berisi keputusan rapat koordinasi Polri soal pengamanan tahap rekapitulasi dan penetapan hasil perhitungan suara Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei 2019.
Dijelaskan dalam surat itu, untuk menjamin keamanan menjelang diumumkannya hasil perhitungan suara Pemilu oleh KPU, maka diperintahkan sejak Selasa 21 Mei hingga 25 Mei 2019, seluruh jajaran Polri termasuk Mabes Polri berstatus siaga satu.
Aparat kepolisian menjaga area sekitar kantor KPU, Selasa (21/5/2019). (ADEK BERRY/AFP)
Surat itu juga meminta agar para Kasatwil maupun kepala satuan kerja untuk memantau perkembangan situasi keamanan di wilayah masing-masing dan melakukan langkah antisipasi bila diperlukan.
Surat ini ditandatangani oleh Asops Kapolri Irjen Pol Martuani Sormin mewakili Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Di tengah ancaman demo menolak hasil Pilpres 2019, aparat keamanan gabungan terus meningkatkan pengamanan di sekitar kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (21/5/2019). (ADEK BERRY/AFP)
Sementara itu, aparat keamanan gabungan terus meningkatkan pengamanan di sekitar kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, sejak penetapan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019 pada Selasa (21/05) dini hari.
Prajurit Marinir mengendarai kendaraan taktis dan tempus melintar di dekan kantor KPU, Jakarta, Senin (20/5/2019). Prajurit TNI dari berbagai kesatuan akan disebar ke sejumlah titik dan obyek vital di Jakarta guna membantu pengamanan ibukota jelang pengumuman hasil Pemilu serentak 2019 oleh KPU. (SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO)
Sejak Senin (20/05) malam, aparat gabungan, yang antara lain terdiri polisi dan TNI, melakukan penjagaan di sekitar kantor KPU dan terus berlanjut hingga Selasa (21/05) pagi.
Sampai Selasa sekitar pukul 09.00 WIB pagi, kepolisian menutup jalan di salah-satu ruas Jalan Imam Bonjol, persisnya mulai di perempatan Jalan Imam Bonjol dan Agus Salim, Jakarta Pusat, hingga di sekitar kantor KPU.
Sejumlah kendaraan berat, seperti mobil meriam air, milik polisi ditempatkan di sekitar kantor KPU. Kawat berduri dan tembok beton juga digunakan untuk menutup akses ke kantor KPU.
Situasi serupa juga terlihat di depan dan sekitar Kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin, Jakarta, yang ditandai kehadiran aparat kepolisian yang terlihat mencolok.
Sejumlah personel kepolisian berjaga di depan kantor KPU, Jakarta, Senin (20/5/2019). Aparat kepolisian memperketat penjagaan gedung KPU dengan menutup Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, yang berada persis di depan Kantor KPU untuk kedua arahnya. (AKBAR NUGROHO GUMAY/ANTARA FOTO)
"Dari pihak kepolisian menurunkan sekitar 50 ribu personel gabungan TNI-Polri dan Pemda," kata kabid Humas Polda Meteo Jaya, Kombes Argo Yuwono, Senin (20/05).
(DASRIL ROSZANDI/NURPHOTO VIA GETTY IMAGES)
Selain ditempatkan di sekitar Kantor KPU, aparat gabungan juga ditugaskan menjaga Kantor Bawaslu, Istana Merdeka, hingga Gedung DPR.
(ARDIANSYAH/ANTARA FOTO)
Sementara itu, di berbagai daerah, aparat kepolisian melakukan penyisiran dan pemeriksaan terhadap kendaraan untuk mengantisipasi gangguan keamanan di tengah rencana kehadiran massa untuk menggelar demo di Jakarta.
Pada Senin (20/05) malam, anggota Kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap bus dan travel di Jalan Lintas Barat Soekarno-Hatta Bandar Lampung, Lampung (foto atas dan bawah).
(ARDIANSYAH/ANTARA FOTO)
Pemeriksaan terhadap bus dan travel itu untuk mengantisipasi adanya pergerakan massa ke Jakarta terkait pengumuman hasil pemilihan presiden.
(DASRIL ROSZANDI/NURPHOTO VIA GETTY IMAGES)
Sejak Senin (20/05) malam, aparat polisi bersenjata lengkap berjaga saat razia penyekatan massa di jalur perbatasan Kabupaten Semarang-Kota Semarang di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Razia yang dilaksanakan Polres Semarang di 17 titik di Kabupaten Semarang tersebut guna mengantisipasi adanya pergerakan massa ke Jakarta terkait pengumuman hasil pemilihan presiden.