Siswa Usia 9 Tahun Ini Jualan Siomay di Sekolah Demi Meringankan Beban Orang Tua
IDWS, Senin, 6 April 2019 - Pendidikan itu penting, setidaknya kualitas suatu bangsa cukup banyak ditentukan oleh mutu pendidikannya. Maka dari itu, bila punya kesempatan mengenyam pendidikan, jangan sia-siakan karena masih banyak orang ingin memperoleh pendidikan layak namun tidak kesampaian.
Ada juga yang musti berkorban demi melanjutkan sekolah, seperti Erwin Utama, 9 tahun, siswa kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Muttaqin, Desa Cinta Nagara Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Adik yang satu ini tak segan berjualan siomay tanpa mengesampingkan pendidikannya.
Meski beban gerobak siomay terbilang berat untuk anak seusianya, ia tetap semangat menjalani pekerjaan tersebut demi kesempatan belajar di sekolah. Sesekali ia berhenti menghela nafas panjang. Wajar saja, gerobak itu ia gotong dari rumahnya ke halaman sekolah yang berjarak sekitar 200 meter.
Erwin Utama, siswa kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Muttaqin, Desa Cinta Nagara Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat yang tak segan berjualan siomay di sekolah demi meringankan beban orang tua. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Di saat teman-teman sebayanya asyik bermain dan bercengkerama satu sama lain, Erwin musti merelakan pengalaman masa kecil anak pada umumnya yang digantikan perjuangan keras.
Tak jarang, ledekan dan cibiran, meski mungkin sekedar senda gurau, kerap didengarnya saat berjualan siomay ke teman-teman sekolahnya.
"Jualan saat istirahat saja," cerita Erwin sambil melayani pembeli yang sebagian besar siswa MI pada Jumat (3/5/2019), dikutip dari Liputan6.com.
Erwin berjualan siomay milik tetangganya itu untuk meringankan beban orang tuanya yang bekerja sebagai petani. Hebatnya, meski terbilang mungil, Erwin sanggup membawa gerobak siomay yang beratnya kurang lebih sama dengan dirinya.
Bagi Erwin, yang terpenting adalah untuk tidak menambah beban orang tua. Selain itu, ia tak menjadikan perjuangan kerasnya itu sebagai alasan untuk mangkir dari kewajibannya sebagai seorang siswa. Erwin tercatat tidak pernah bolos sekolah. "Kalau ada pelajaran saya masuk dulu," akunya.
Menurut Erwin, ia hanya mendapat bagian 30 persen dari keuntungan berjualan siomay dari si pemilik gerobak. "Kadang dapat Rp 5 ribu, atau Rp 6 ribu, uangnya buat jajan," ujarnya sambil tersenyum.
Kepala Sekolah MI AL Muttaqin, Isop Sopiah, mengaku bangga dengan anak pasangan Imas dan Uyus Isnaeni ini karena selain ingin meringankan beban orang tua, Erwin juga tidak membiarkan kegiatan berjualannya itu mengganggu pendidikannya. "Waktunya belajar ya harus belajar, kalau istirahat bau bisa jualan,' kata Isop dikutip dari Liputan6.com.
Erwin berjualan saat jam istirahat. Pelanggannya adalah teman-teman seusianya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Awalnya ia terenyuh melihat perjuangan yang dilakukan salah satu siswa didiknya, beberapa kali dirinya meminta Erwin untuk berhenti berjualan, namun tekad kuatnya meluluhkan seluruh rayuan yang datang. “Tidak tega juga,” tambahnya.
Setali mata uang dengan beban hidup Erwin, kondisi sekolahnya tempat belajar selama ini, ternyata sangat mengkhawatirkan dan tidak layak pakai. Terlihat beberapa kerusakan terjadi di beberapa ruangan tempat belajar siswa.
Nampak plester tembok dinding ruangan kelas terlihat terkelupas, namun minimnya anggaran pendidikan yang dimiliki pihak sekolah, menyebabkan pengelola sulit melakukan sejumlah perbaikan.
Tak ayal Erwin bersama rekan sejawatnya, terkadang belajar dengan lesehan, akibat tidak adanya bangku dan kursi untuk menulis. “Saya sudah laporkan ke Kementerian Agama, namun sampai saat ini belaum ada respon juga,” ujarnya.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: liputan6.com