Vonis Bebas Pelaku Kekerasan Seksual Anak Dan Berbagai Kejanggalan Lainnya, Hakim PN Cibinong Diadukan ke KY
IDWS, Sabtu, 27 April 2019 - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong diadukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) ke Komisi Yudisial (KY) terkait vonis bebas hakim tersebut kepada pelaku pemerkosaan terhadap dua anak di bawah umur.
"Kami mengadukan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang memutuskan perkara ini," ungkap Direktur LBH Apik Jakarta Siti Mazuma di gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Jumat (26/04/2019) mengutip dari CNN Indonesia.
Tak hanya mengadukan si hakim, LBH APik juga membuat sebuah petisi pada situs change.org untuk menggalang dukungan agar proses pengadilan di tingkat kasasi nantinya lebih adil. Dalam petisi tersebut dipaparkan bahwa proses pengadilan menunjukkan banyak kejanggalan, salah satunya adalah pendamping kedua korban atau orang tua diminta untuk keluar dari ruangan saat kedua anak itu dicecar pertanyaan oleh hakim.
Selain itu, persidangan yang semestinya dipimpin oleh tiga majelis hakim, ternyata hanya didatangi oleh seorang hakim. Selain mengadukan kepada KY, Mazuma mengaku petisi tersebut juga akan disampaikan ke berbagai pihak seperti Badan Pengawas Mahkamah Agung, Ombudsman, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, KPAI, LPSK, Komnas Perempuan, KSP dan Komisi III dan VIII DPR RI.
Melansir dari CNN Indonesia, dilaporkan bahwa Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta telah menerima laporan dari LBH Apik tersebut dan menuturkan bahwa KY akan fokus terhadap analisa dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim baik dalam menangani perkara tersebut, saat dinas maupun di luar dinas.
Sukma lebih lanjut mengatakan akan berkoordinasi dengan pihak pengawas lainnya yang dinilai memiliki wewenang untuk memeriksa pelanggaran tersebut di tingkatan selain pelanggaran oleh hakim.
"Hari ini kami akan berkoordinasi dengan Komisi Polisi Nasional dan KOmisi Kejaksaan karena nanti akan dilihat dugaan pelanggaran ini sebenarnya meliputi di mana saja, apakah terkait pihak kepolisian dan kejaksaannya," kata Sukma.
Menurut Sukma, proses penindakan akan dilakukan dalam waktu 60 hari setelah pengaduan terdaftar. Kasus kekerasan seksual ini melibatkan dua korban, kakak-beradik Joni (14, bukan nama sebenarnya) yang merupakan penyandang disabilitas intelektual dan Jeni (7, bukan nama sebenarnya). Kasus kekerasan seksual tersebut disebut terjadi selama tiga tahun dan dilakukan oleh tetangga mereka, yang berinisial HI (41).
Namun setelah HI mengakui perbuatannya dan terbukti lewat hasil visum, hakim malah memvonis HI bebas dengan alasan tidak ada yang melihat kedua anak itu diperkosa.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: CNN Indonesia
Gambar Titel: istockphoto