Menlu Rusia Tegaskan Tidak Ingin Ada Perang Nuklir di Ukraina, Namun Ia Juga Peringatkan Barat dan AS
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Kamis (10/3/2022) mengatakan, dia tidak percaya konflik di Ukraina akan berubah menjadi perang nuklir.
IDWS, Jumat, 11 Maret 2022 - Namun, Lavrov memperingatkan Amerika Serikat dan Eropa bahwa Rusia tidak ingin lagi bergantung pada Barat. Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991, setelah Barat menjatuhkan sanksi berat pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia, setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari.
Saat ditanya oleh koresponden Kremlin untuk surat kabar Rusia Kommersant apakah dia pikir perang nuklir dapat dipicu, Lavrov mengatakan kepada wartawan di Turki, "Saya tidak ingin mempercayainya, dan saya tidak mempercayainya," dikutip dari Kompas.com pada Jumat (11/3/2022).
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. (Politico.eu/Giovanni Grezzi/AFP via Getty Images)
Menteri Luar Negeri Rusia di era kepemimpinan Presiden Vladimir Putin sejak 2004 itu melanjutkan, isu nuklir dilemparkan ke dalam diskusi hanya oleh Barat, yang katanya terus mengungkit perang nuklir seperti Sigmund Freud, bapak psikoanalisis.
"Tentu saja itu membuat kami khawatir ketika Barat, seperti Freud, terus kembali dan kembali ke topik ini," kata Lavrov setelah pembicaraan di Antalya, Turki, dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba.
Dikutip dari Kompas.com melansir Reuters, Lavrov berujar bahwa pembicaraan tentang potensi serangan Rusia terhadap negara-negara Baltik sebelumnya--Lituania, Latvia, dan Estonia, sekarang semua anggota Uni Eropa dan NATO--"tampaknya hanya tipuan lama".
Rusia dan Amerika Serikat memiliki persenjataan hulu ledak nuklir terbesar setelah Perang Dingin, yang mengadu Barat melawan Uni Soviet dan sekutunya. Vladimir Putin pada 27 Februari memerintahkan pasukan nuklir Rusia untuk siaga tinggi, dengan alasan karena sanksi Barat dan pernyataan agresif oleh para anggota terkemuka aliansi militer NATO. Pejabat Rusia kemudian mengutip komentar Inggris tentang kemungkinan konfrontasi antara NATO dan Rusia.