Sekolah-sekolah di Jepang Mulai Tinggalkan Tradisi Seragam Berdasarkan Gender
Sejumlah SMA di Jepang mulai mengendurkan tradisi seragam sesuai gender untuk mengakomodasi murid transgender dan minoritas seksual lainnya, sebagai jawaban atas permintaan Kementerian Pendidikan Jepang lima tahun lalu.
IDWS, Senin, 14 Desember 2020 - Dari survei yang dilakukan Kyodo News, lebih dari 600 sekolah yang dimiliki pemerintah daerah di 19 dari 47 prefektur di Jepang tidak mewajibkan semua murid mengenakan seragam pria atau wanita, misalnya dengan mengizinkan murid wanita mengenakan celana panjang alih-alih rok.
Sementara itu sekolah-sekolah di prefektur lain dilaporkan juga mulai mengikuti kebijakan tersebut, meski belum terdapat data yang valid.
Kebijakan ini diambil sebagai pertimbangan atas mental murid-murid transgender atau memiliki orientasi seksual berbeda dari normal, seperti kaum lesbian, gay, maupun biseksual.
Ryosuke Nanasaki (kedua dari kanan, di barisan depan), meminta Walikota Takeshi Saito (kanan, belakang) dari Distrik Edogawa untuk memberikan siswa pilihan seragam di semua sekolah di distrik tersebut pada Agustus 2020 lalu (kyodonews.net)
Pada Agustus tahun ini, seorang murid di sebuah SMA di distrik Edogawa di Tokyo — yang lahir sebagai wanta namun diidentifikasi sebagai pria — memprotes keras walikota distrik Takeshi Saito untuk "menghentikan meningkatkan anak-anak yang tersakiti akibat seragam sekolah," dan meminta agar seluruh sekolah di Edogawa memberi kesempatan bagi semua murid untuk memilih seragam tanpa memikirkan gender.
"Saya sering menahan emosi dan berpikir untuk mati sebelum mencapai usia dewasa," kata murid yang tidak disebutkan identitasnya itu, seperti dilansir dari Kyodo News. Murid itu disebutkan merasa rendah diri ketika dipaksa mengenakan rok saat SMP, dan kemudian ia pun memilih bersekolah di SMA dengan seragam bebas.
Para siswa Shizuoka Prefectural Fujieda Nishi High School memamerkan seragam sekolah baru mereka, celana 3/4 dan celana panjang bagi para siswi pada November 2020 di Fujieda, Prefektur Shizuoka. (kyodonews.net)
Ryosuke Nanasaki (33), perwakilan dari komunitas LGBT di Edogawa, menuturkan bahwa memberi opsi seragam kepada para murid sangat membantu bagi kehidupan murid yang membutuhkannya.
Langkah paling umum dalam merespon permasalahan ini adalah mengizinkan murid wanita mengenakan celana panjang. Beberapa sekolah bahkan mulai meninggalkan tradisi seragam terbagi antara seragam pria dan wanita, dan beralih ke seragam genderless, hingga mengizinkan murid yang terlahir sebagai pria mengenakan rok.
(Stefanus/IDWS)