Di India, Perang Antar Geng Monyet Berujung Korban Jiwa dari Pihak Manusia
Populasi monyet di India terkenal besar di India, hingga peperangan antar geng monyet di sana menelan korban jiwa manusia.
IDWS, Minggu, 18 Oktober 2020 - Tiga bulan lalu, di Kota Agra, Uttar Pradesh, India Utara, satu keluarga di distrik Shahjahanpur tewas mengenaskan karena dihantam tembok halaman rumah yang runtuh setelah diguncang hebat oleh sekelompok monyet. Para korban tengah tertidur saat tembok itu runtuh.
Pada 6 Oktober lalu, masih di negara bagian yang sama di India, seorang pedagang emas bernama Laxman Tulsiani dan pengelola Veera tengah mengontrol proyek bangunan ketika sekawanan monyet menyerbu lokasi dan berkelahi hingga meruntuhkan tembok dan menimpa kedua lelaki itu. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawa keduanya tak tertolong.
Melansir Vice, terdapat lebih dari 50 juta ekor populasi monyet yang tersebar di penjuru India. Setidaknya 13 orang tewas terkait serangan monyet sejak 2015 silam. Pusat studi primata India mengungkapkan setiap harinya setidaknya masuk seribu laporan warga yang digigit monyet di berbagai kota di India.
“Serangan monyet telah menghantui India sejak akhir 80-an. Sebelumnya, manusia dan primata dapat hidup berdampingan dengan tentram,” ujar Dr Iqbal Malik, ahli primata yang sudah 40 tahun mendalami spesies monyet di India seperti dikutip dari Vice pada Minggu (18/10).
Malik berpendapat bahwa memburuknya hubungan antara manusia dan primata dikarenakan "kurangnya kontrol populasi manusia dan monyet, merosotnya kawasan hutan yang jadi habitat monyet, dan munculnya pertanian monokultural yang meningkatkan persaingan dan agresi di antara kawanan monyet."
Dampaknya, efek negatif dari agresi antar geng monyet ini dirasakan manusia, khususnya saat habitat monyet dirampas oleh pihak berwenang, tambah Malik.
(Foto: Christophe Boyer/Unsplash)
Pembabatan hutan di India
Sepanjang 2002-2018, telah terjadi deforestasi seluas 310.624 hektar hutan di India. Tergantung skala dan sifat kerusakannya, pemerintah negara bagian melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah. Pemerintah di ibu kota India, Delhi, telah merelokasi monyet ke suaka margasatwa. Mereka juga berusaha memindahkannya ke hutan negara bagian tetangga.
Pada 2016, negara bagian Himachal Pradesh di utara India menganggap monyet sebagai hama, sehingga warga diperbolehkan membunuhnya. Uttarakhand mengikuti jejaknya pada 2019. Sementara itu, para petani di Bihar, India timur membujuk pejabat setempat untuk mengatasi serangan monyet pada lahan mereka.
Kepercayaan masyarakat India memengaruhi cara mereka dalam memperlakukan monyet. Dewa kera Hanoman (atau Bajrangbali) sangat populer dalam mitologi Hindu.
“Saya sering diminta merelokasi monyet ke daerah perkotaan, tapi saya tak sampai hati melihatnya dikurung. Bagaimana pun juga, mereka adalah dewa Bajrangbali,” tutur Ravi Kumar. Menjuluki diri sebagai “satpam-nya monyet”, dia menangkap primata dengan menirukan suaranya.
Berharap solusi yang lebih baik
Yogesh Gokhale, peneliti botani di Delhi yang berspesialisasi dalam pengelolaan sumber daya alam, mengungkapkan, “Lingkungan perumahan saya menerima ancaman monyet serius, tapi warga terus memberi mereka makan karena monyet adalah simbol agama.”
Peran badan sipil lokal diperlukan dalam menangani konflik manusia-hewan. “Di wilayah perkotaan, monyet biasanya berkeliaran di sekitar tempat pembuangan sampah makanan yang berantakan,” ungkap kepala advokasi PETA India Khushboo Gupta kepada Vice.
“Solusinya terletak pada perencanaan kota, seperti meningkatkan perlindungan kawasan hutan, menutup tempat sampah dan rutin melakukan pengumpulan sampah.”
Tahun lalu, sejumlah ilmuwan di Delhi berpendapat imunokontrasepsi atau steril dapat dilakukan untuk mengendalikan populasi monyet. Aktivis hewan menentang usulan ini karena, menurut mereka, dapat memperburuk ancaman. “Program steril bukanlah solusi utama yang tepat, mengingat proses penangkapannya dapat mengganggu dan membuat monyet mengamuk,” terang Khushboo.
Dia menekankan meski sterilisasi adalah cara ilmiah mengendalikan populasi, kita bertanggung jawab mencari cara lain yang lebih manusiawi untuk mengurangi serangan monyet.
Sebagaimana disarankan Dr Iqbal, perang antar geng monyet “bisa diselesaikan dengan membangun rumah atau tempat penampungan di perkotaan yang memiliki lahan hijau agar monyet bisa mencari makan sendiri.”
“Permasalahannya bukan terletak pada monyet,” kata Khushboo, “tetapi pada manusia yang memaksa hewan-hewan ini masuk ke kota.”
(Stefanus/IDWS)