Krisis Demokrasi Thailand, Disoroti Oleh Human Right Watch
Kepolisian Thailand menggunakan meriam air kepada pendemo pro-demokrasi di Bangkok, 16 Oktober 2020, yang disebut melanggar standar hak asasi manusia (HAM) menurut Human Right Watch.
IDWS, Sabtu, 17 Oktober 2020 - Penggunaan meriam air tersebut merupakan buntut dari dideklarasikannya hukum baru keadaan gawat darurat negara Thailand pada 15 Oktober 2020, yang mengizinkan pihak keamanan negara untuk menggunakan kekerasan pada situasi tertentu meski terhadap pengunjuk rasa yang tidak melakukan aksi-aksi kekerasan seperti pada hari Jumat kemarin.
Ribuan demonstran yang didominasi pelajar turun ke jalanan Bangkok untuk memprotes monarki Thailand. (Reuters)
Ribuan orang yang didominasi pelajar, turun ke jalanan Bangkok dan disiram meriam air bercampur gas air mata serta cat biru oleh pihak polisi Thailand. Menurut laporan Human Right Watch dalam situsnya, usai menyemprot para demonstran, polisi kemudian menyerbu mereka dengan tongkat dan perisai. Banyak orang ditangkap, dan pemerintah Thailand disebut belum memberitahukan detail akan siapa saja orang-orang yang ditahan.
Setelah demo dibubarkan paksa oleh aparat, polisi Thailand langsung mengeluakan perintah penahanan bagi 12 orang yang dituding sebagai pemimpin dari demo tersebut.
Gestur tiga jari digunakan para demonstran sebagai bentuk dukungan mereka terhadap demokrasi serta ekspresi kemarahan terhadap pemerintahan monarki Thailand. (Reuters)
Thailand sendiri tengah jadi sorotan internasional setelah mengesahkan Emergency Decree on Public Administration in Emergency Situaton pada 15 Oktober oleh Perdana Menteri Gen. Prayuth Chan-ocha yang memperkuat otoritas Thailand untuk menyensor informasi ke publik yang dianggap pelanggaran terhadap HAM akan kebebasan berekspresi dan kebebasan media. Hal ini jadi pemicu demonstrasi pada 16 Oktober.
Polisi menembakkan meriam air bercampur gas air mata dan cat kepada demonstran di Bangkok, Thailand, Jumat 16 Oktober 2020. (Reuters)
Pada 16 Oktober, polisi mengeluarkan peringatan keras terhadap sejumlah berita dan komentar sosial media yang mengkritik monarki Thailand, pemerintah, serta situasi politik di Negeri Gajah Putih. Live-streaming pro-demokrasi dideklarasikan sebagai tindakan ilegal, dan bahkan unggahan selfie di tempat demo juga dianggap ilegal.
Gestur tiga jari digunakan para demonstran sebagai bentuk dukungan mereka terhadap demokrasi serta ekspresi kemarahan terhadap pemerintahan monarki Thailand. (Getty Images)
Dekrit baru tersebut juga memungkinkan pihak otoritas Thailand menahan warga tanpa tuntutan hukum dan tidak meungkapkan tempat penahan mereka. Aparat yang melakukan penahanan juga disebut dilindungi secara hukum, serta bisa melarang orang yang ditahan untuk berkonsultasi dengan penasihat hukum atau dikunjungi oleh sanak keluarga.
(Stefanus/IDWS)