Pesawat Ethiopian Airlines Jatuh Tak Lama Setelah Lepas Landas dan Menewaskan 157 Penumpangnya
IDWS, Senin, 11 Maret 2019 - Pesawat milik Maskapai Ethiopian Airlanes yang mengangkut 149 penumpang dan 8 kru dengan tujuan Nairobi jatuh pada Minggu (10/3/2019) pagi waktu Ethiopia.
Pesawat dengan nomor penerbangan ET-302 tersebut jatuh di dekat kota Bishoftu, 62 kilometer arah tenggara ibukota Addis Ababa. Pesawat lepas landas dari Bandara Bole di Addis Ababa pada hari Minggu kemarin pukul 08.38 pagi waktu setempat sebelum kemudian kehilangan kontak dengan menara pengawas pada 08.44 pagi.
Serpihan-serpihan badan pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh di dekat Addis Ababa pada Minggu (10/3/2019). (Foto: REUTERS)
"Kami mengonfirmasi bahwa tidak ada penumpang selamat. Kami mengucapkan simpati dan belasungkawa yang mendalam kepada seluruh keluarga korban yang ditinggalkan," bunyi pernyataan Ethiopian Airlines pada Minggu (10/3/2019) dikutip dari CNN.
Petugas Bandara Internasional Jomo Kenyatta di Nairobi memasang pengumuman terkait pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh. (Foto: REUTERS)
Pihak maskapai juga memastikan pesawat yang jatuh tersebut berjenis Boeing 737-800 MAX dengan angka registrasi ET-AVJ.
Jenis pesawat tersebut sama dengan pesawat Lion Air PK-LQP penerbangan JT-610 yang jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Boeing: "Boeing turut berbelasungkawa atas kematian penumpang dan awak Ethiopian Airlines dalam penerbangan ET-302, pesawat 737 Max 8," dikutip dari AFP.
Satu WNI turut jadi korban
Seorang WNI diberitakan juga menaiki pesawat naas tersebut. Lewat keterangan tertulis Kedutaan Besar Indonesia di Roma, Italia, WNI tersebut adalah seorang perempuan yang tinggal di Roma dan bekerja untuk World Food Program (WFP) atau badan pangan yang bernaung di bawah PBB.
"Duta Besar RI di Roma telah bertemu dengan keluarga korban dan menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban. KBRI Roma akan terus berkordinasi dengan keluarga korban, KBRI Addis Ababa dan Kantor WFP Roma untuk pengurusan jenazah dan dukungan bagi keluarga," demikian pernyataan Dubes RI untuk Italia dilansir dari CNN.
Keterangan ini sejalan dengan pernyataan Direktur Eksekutif WFP, David Beasley:
The WFP family mourns today -- @WFP staff were among those aboard the Ethiopian Airlines flight. We will do all that is humanly possible to help the families at this painful time. Please keep them in your thoughts and prayers. — David Beasley (@WFPChief) March 10, 2019
Sebuah sumber dari PBB kepada kantor berita Agence France-Presse menyebutkan bahwa sedikitnya 12 korban dari pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh berafiliasi dengan PBB
Korban paling banyak berasal dari Kenya, yakni 32 orang disusul 18 warga Kanada lalu 9 warga Ethiopia, 8 warga Italia, 8 warga China, 8 warga Amerika Serikat, 7 warga Inggris, 7 warga Prancis, 6 warga Mesir, 5 warga Belanda, 4 warga India, 4 warga Slovakia, 3 warga Austria, 3 warga Swedia, 3 warga Rusia, 2 warga Maroko, 2 warga Spanyol, 2 warga Polandia, 2 warga Israel. Lalu satu korban masing-masing berasal dari Belgia, Djibouti, Indonesia, Irlandia, Mozambik, Norwegia, Rwanda, Somalia, Serbia, Togo, Sudan, Arab Saudi, Uganda, Yemen, Nepal, dan Nigeria.
Apa yang sebenarnya terjadi
Sampai saat ini penyebab terjadinya kecelakaan belum sepenuhnya jelas. Namun menurut Ethiopian Airlines, pilot pesawat sempat melaporkan mengalami kesulitan dan telah meminta kembali ke Addis Ababa.
CEO Ethiopian Airlines, Tewolde Gebremariam meninjau lokasi jatuhnya pesawat dengan nomor penerbangan ET-302. (Foto: Ethiopian Airlines / Facebook)
"Pada tahap ini, kami tidak bisa menepis apapun," kata CEO Ethiopian Airlines, Tewolde Gebremariam kepada wartawan di Bandara Internasional Bole di Addis Ababa. "Kami juga tidak bisa mengaitkan suatu hal dengan penyebabnya karena kami harus mematuhi aturan internasional dalam menunggu penyelidikan."
Diberitakan, daya pandang di lokasi disebut baik namun laman pemantau lalu lintas udara, Flightradar24 melaporkan "kecepatan vertikal pesawat tidak stabil setelah lepas landas." Pesawat dengan tujuan Nairobi, ibukota Kenya lalu jatuh sekitar 6 menit setelah lepas landas dari ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
Operasi pencarian tengah dilakukan di lokasi jatuhnya pesawat. Pesawat tersebut diantarkan ke Ethiopian Airlines pada 15 November 2018 dan menjalani "pemeriksaan awal yang teliti" pada 4 Februari, ungkap maskapai Ethiopian Airlines di Twitter.
Pilot yang bertugas adalah Kapten Senior Yared Getachew dengan "performa Terpuji" dan telah mengantongi 8.000 jam terbang, sedangkan Kopilot adalah Ahmed Nur Mohammod Nur dengan 200 jam terbang, terang Ethiopian Airlines.
Ledakan dan kebakaran
Seperti yang disebutkan di atas, model pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh itu sama dengan model pesawat yang dioperasikan Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang pada 29 Oktober 2018 lalu. Entah kebetulan atau tidak, pilot Lion Air juga dilaporkan meminta izin kepada pengawas lalu lintas udara untuk kembali, tidak lama setelah lepas landas.
Pesawat Boeing 737 MAX-8 yang jatuh pada Minggu (10/3/2019) di Addis Ababa sama jenisnya dengan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-610 yang jatuh di perairan Karawang pada 28 Oktober tahun lalu. (Foto: Jonathan Druion)
Seorang saksi mata di tempat kejadian menuturkan kepada BBC bahwa terjadi kebakaran besar ketika pesawat menghantam daratan. "Ledakan dan kebakaran begitu dahsyat sehingga kami tidak bisa mendekat," ungkapnya. Berita tragis jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines datang dari Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed di Twitter:
The Office of the PM, on behalf of the Government and people of Ethiopia, would like to express it’s deepest condolences to the families of those that have lost their loved ones on Ethiopian Airlines Boeing 737 on regular scheduled flight to Nairobi, Kenya this morning. — Office of the Prime Minister - Ethiopia (@PMEthiopia) March 10, 2019
Menyusul jatuhnya pesawat Lion Air B-737 Max-8, Boeing menerbitkan buletin khusus tentang masalah sensor yang diperingkatkan oleh Komisi Nasional Transportasi (KNKT). Dalam buletin itu, perusahaan produsen pesawat asal Amerika Serikat itu menegaskan bahwa para pejabat KNKT yakin pilot mendapat informasi yang salah dari sistem otomatis pesawat sebelum jatuh menghunjam ke perairan Karawang.
Sejauh ini belum ada indikasi pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh di Addis Abaa mengalami masalah yang sama.
(Stefanus/IDWS)
Sumber: BBC