Kontroversi Tuduhan Eksploitasi Anak KPAI Terhadap PB Djarum
IDWS, Senin, 9 September 2019 - Kontroversi berhentinya audisi umum beasiswa bulutangkis PB Djarum pada tahun 2020 nanti marak diperbincangkan oleh netizen Indonesia. Hal itu menjadi viral dan heboh hingga ke kalangan masyarakat karena awal mula masalah dimulai oleh tudingan Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI) bahwa PB Djarum melakukan eksploitasi anak.
KPAI berdalih bahwa audisi beasiswa bulutangkis KPAI bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sehingga menurut KPAI mereka hanyalah menegur PB Djarum dan sama sekali tidak ada niat untuk menghentikan audisi pencarian bibit-bibit atlet bulutangkis Indonesia itu.
Masalahnya, masih banyak praktik-praktik eksploitasi anak yang dinilai lebih pantas untuk ditegur atau bahkan ditindak tegas dibandingkan audisi umum PB Djarum. Inilah poin yang membuat netizen mengkritik habis-habisan KPAI hingga akun Instagram resmi KPAI @kpai_official dirubah menjadi private.
Banyak contoh yang diangkat oleh para netizen yang hingga kini belum ditindak atau belum maksimal diperhatikan oleh KPAI, seperti eksploitasi anak di bawah umur untuk mengemis di jalanan, mengikuti demo dan aksi unjuk rasa, hingga aksi terorisme bom bunuh diri. Semua itu dinilai jauh lebih pantas untuk disoroti KPAI daripada audisi umum PB Djarum.
Dapat suntikan dana 10 miliar
Usut punya usut, rupanya KPAI pernah menerima dana asing untuk mendukung kampanye anti rokok pada 2016 silam. Beberapa LSM, universitas dan kementerian selain KPAI juga kebagian kucuran dana tersebut.
Dikutip dari Merdeka.com, KPAI juga menjadi salah satu resipien dari dana asing dalam rangka kampanye anti rokok yang dikucurkan oleh Bloomberg Initiative. Dana yang diterima KPAI disebutkan mencapai Rp 10.584.425.691 atau termasuk yang tertinggi dibandingkan jumlah yang diterima lembaga-lembaga lainnya.
Selain Indonesia, Bloomberg Initiative juga mendanai 13 negara lainnya, yakni China, Brazil, Meksiko, Vietnam, Rusia hingga Mesir. Di mana negara-negara tersebut diyakini memiliki tingkat konsumsi tembakau terbesar di dunia.
Berikut daftarnya penerima aliran dana untuk kampanye itu:
- Dinas Kesehatan Bali Rp 2.110.664.190
- Lembaga Demografi FEUI Rp 4.249.982.563
- Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Rp 11.449.296.386
- Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Rp 4.446.151.997
- Indonesian Corruption Watch Rp 601.447.104
- Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Rp 3.687.462.577
- Lembaga Indonesia untuk Pembangunan Sosial Rp 4.266.939.106
- Asosiasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tobacco Control Working Group Rp 16.315.338.387
- Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Rp 9.344.551.888
- Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Rp 10.706.785.014
- Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Semarang Rp 3.506.880.323
- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali Rp 1.218.865.547
- Lentera Anak Indonesia Rp 3.093.876.327
- MEDICUSS Rp 373.945.208
- Pusat Pengendalian Tembakau Muhammadiyah, UMY Rp 1.821.768.052
- Komisi Perlindungan Anak Nasional Rp 10.584.425.691
- Komunitas Antitembakau Rp 5.540.142.612
- Raya Indonesia 339.622.553
- Sekolah Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Universitas Udayana Rp 1.591.224.428
- Pusat Penelitian Statistik, Ekonomi dan Sosial Negara-Negara Islam Rp 993.399.452
- Yayasan Swisscontact Indonesia Rp 3.971.916.130
- Badan Pengendalian Tembakau - Kenya Rp 1.337.315
- Asosiasi Kesehatan Masyarakat Indonesia - Pusat Pengendalian Tembakau Rp 169.299.686
- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Rp 11.247.480.827
- Yayasan Pengembangan Media Anak Rp 461.853.907
- Yayasan Pusaka Indonesia Rp 3.800.681.599
(Stefanus/IDWS)
Sumber: Merdeka.com
Gambar: Shutterstock/donikz