Untuk Kalian yang Berpikir Tentang Bunuh Diri, Tapi Tak Ingin Mati..Kalian Tidak Sendirian
IDWS, Jumat, 15 Februari 2019 - Banyak orang beranggapan bahwa bila kamu punya pemikiran untuk bunuh diri, itu artinya kamu ingin mati.
Bukan, tidak sesederhana itu kawan.
Pemikiran bunuh diri bukanlah hitam putih seperti yang kebanyakan orang kira: Antara kamu memiliki pemikiran untuk bunuh diri maka dari itu kamu ingin mati, atau kamu tidak punya pemikiran bunuh diri oleh karena itu kamu ingin terus hidup. Bukan!
Apa yang sebagian besar orang tidak pahami ialah bahwa ada mereka yang terjebak dalam area abu-abu di antara kedua opsi di atas. Bisa dibilang, diriku sebagai penulis artikel ini masuk pada kategori "gray area" ini.
Pemikiran Bunuh Diri Bisa Menyerang Siapa Saja
Sejauh yang dapat kuingat, pemikiran untuk bunuh diri telah mendatangiku sejak SMP (Sekolah Menengah Dasar). Aku pernah berpikir untuk terjun dari sebuah jembatan yang tinggi, pernah berpikir untuk menabrakkan diri ke kereta, pernah berpikir untuk melompat dari atap gedung, dan sebagainya. Pernah pula diriku mencari kematian dengan tidak makan dan minum beberapa hari. Namun pada akhirnya diriku tak pernah benar-benar berani untuk mencoba bunuh diri.
Tak seperti orang-orang yang sukses mengakhiri hidup mereka sendiri, yang membuatku acap kali bertanya dalam hati, "Dapat nyali dari mana bro/sis?" Bukan berarti aku tak menghormati atau tak mau mengerti mereka, tentunya. Kita semua pernah menjalani kerasnya hidup dan bunuh diri tidak berbanding lurus dengan hidupan susah. Aku hanya murni penasaran karena mereka tampak begitu berani bila dibandingkan dengan diriku yang sangat tak ingin mati.
Tentunya aku tak pernah menceritakan pemikiran bunuh diri ini pada siapa pun, paling hanya sebatas lelucon belaka yang ditanggapi dengan gelak tawa. Aku tak ingin membuat orang lain khawatir karena jika aku mengatakan bahwa aku punya pemikiran bunuh diri mereka pasti berpikir aku ingin mati dan mereka mulai panik. Ada yang menceramahi, ada yang menggurui, ada yang merendahkan, macam-macam. Namun satu kesamaan di antara mereka, yakni reaksi mereka sama-sama menyebalkan di mataku. Ya aku memang punya pemikiran bunuh diri, tapi aku tak ingin mati!
Bisa Menyerang Kapan Saja
Ketika depresi mengambil alih, rasanya seperti tenggelam di dalam lautan yang dalam di malam hari, tanpa pelampung, tanpa senter, tanpa tabung oksigen.
Semua memori-memori buruk yang masih membekas, semua hal yang melukai hatimu yang terdalam, semua keburukan yang pernah kau lakukan lengkap dengan rasa bersalah yang teramat sangat karenanya, semua itu datang kembali untuk menyengkeram kedua kakimu dan menyeretmu ke dalam air. Ada yang melawan, ada yang pasrah, namun hampir setiap kali kita selalu kalah dan terseret lebih dalam menuju kegelapan tanpa akhir.
Yang mempersulit keadaan adalah, kau akan tak tahu kapan hal ini datang. Pada suatu pagi kau bangun disapa oleh matahari pagi yang cerah serta senyuman anak istri, membuat hidup teramat indah untuk dilewatkan begitu saja.
Dan malam harinya kau merasa sangat kesepian dan hanya bisa menangis meratap sendirian, merasa lebih baik mati rasanya, merasa dirimu hanyalah beban bagi orang-orang terdekatmu, merasa dunia lebih baik tanpamu, bahwa dirimu tak pantas untuk ditolong, bahwa dirimu seperti bercak hitam di atas kanvas putih.
Dari sini tumbuh pemikiran-pemikiran bunuh diri, yang bila diibaratkan seperti menatap laut di malam hari, membuat jiwamu tersedot ke kedalaman laut dan bila tak beruntung, diikuti oleh tubuhmu.
It's real, my friends, it does exist.
Kamu Tidak Sendirian
Pada awalnya, penulis merasa hal itu tidak masuk akal. Berpikir tentang bunuh diri, tapi tak ingin mati? Hello???? Tapi setelah dipikir-pikir lagi, aku masih mengkotak-kotakkan hal ke hitam dan putih. Kenapa abu-abu tak bisa eksis di antara keduanya? Dan kemudian aku membaca beberapa artikel yang membuatku paham bahwa aku tak sendiri. Ada orang di luar sana yang merasakan hal yang sama denganku.
Ya, kawan. Kau tak sendirian, kita, tidak sendirian. Dan adalah kesalahan besar apabila kita hanya menyimpan semua itu sendirian. Ceritakanlah kepada seseorang. Entah keluarga, teman dekat, terapis atau psikolog. Siapa pun. Malah terkadang, orang yang bisa menerima pemikiranmu adalah orang yang benar-benar tidak kamu duga. Orang datang dan pergi, jangan takut untuk saling berbagi. Ok?
(stefanus/IDWS)
Terpinsirasi oleh artikel Mia Mclaughlin dari Odyssey
Gambar: ltw.org