Luka Modric: Dari Bocah Pengungsi Perang Hingga Salah Satu Pemain Sepakbola Terbaik Dunia
IDWS - Ia memang gagal mengantarkan negerinya menjadi kampiun Piala Dunia 2018 setelah kalah di partai final melawan Prancis, namun dalam hal prestasi pribadi, pria 33 tahun ini boleh berbangga. Bintang timnas sepakbola Kroasia ini secara resmi menggeser hegemoni Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi selama 10 tahun terakhir dalam pemilihan pemain terbaik pria versi FIFA.
Foto: @FIFAcom/Twitter
Luka Modric, tanpa diragukan lagi, adalah kandidat sempurna untuk menjadi raja sepakbola baru di dunia. Sebagai seorang gelandang tengah yang tangkas, cerdas, dan tanpa kompromi, Luka Modric telah menjadi gelandang yang disebut-sebut paling komplet dari generasi sepakbola modern. Sejak bermain untuk Tottenham Hortspur, kapten timnas Kroasia ini telah menjadi momok yang menakutkan bagi lawan dan telah menunjukkan sinar yang cemerlang.
Foto: @lukamodric10/Twitter
"Pahlawan Nasional" Kroasia tidaklah berlebihan jika disematkan padanya. Pada 8 Desember 1991, ketika perang kemerdekaan Kroasi tengah memanas dalam konflik Balkan, Modric yang saat itu hanyalah seorang bocah desa biasa bersama dengan para penduduk desa lainnya terpaksa melarikan diri dari desa Modrici, sebuah desa kecil dekat pegunungan Velebit yang merupakan tempat tinggal mereka karena serangan pemberontak Serbia. Sayang sang kakek, Luka Modric senior, tak bisa melarikan diri dan dieksekusi mati bersama lima orang setempat lainnya.
Kematian sang kakek menjadi pukulan berat bagi Modric, karena ia banyak menghabiskan waktu bersama sang kakek, dimana kedua orang tuanya musti bekerja keras untuk menyokong finansial keluarga. Sejak saat itu, Modric bersama sisa-sisa anggota keluarganya terpaksa menjalani hari-hari mereka sebagai pengungsi di Hotel Iz di kota Zadar.
Modric kecil, foto diambil di kota Zadar. Sumber: sportskeeda
Tanpa listrik dan saluran air yang macet, suara ledakan granat dan bom yang berjatuhan dari langit, atau desingan peluru menjadi hal-hal yang biasa didengar oleh Luka kecil dan adik perempuannya, Jasmina. Belum lagi harus menghindari ranjau darat yang terkubur entah dimana. Namun, semua itu tidak membuat Luka Modric berhenti bermain sepakbola. Ia terus bermimpi suatu saat nanti dirinya bisa meninggalkan hidup susah dimana nyawa bisa melayang kapan saja, lewat sepakbola.
Sepakbola menjadi sebuah ritual yang diikuti oleh anak-anak muda dan orang-orang dewasa di pojokan kota Zadar. Modric dengan cepat menyerap keahlian-keahlian bermain bola dengan mendribble bola melewati reruntuhan gedung-gedung kota Zadar. Siapa yang mengira pada saat itu bahwa bocah kecil tersebut suatu hari nanti akan menjadi salah satu gelandang dengan gelar terbanyak di dunia?
Modric jarang berbicara mengenai masa lalunya yang sulit, satu kesempatan dimana ia sedikit berbagi mengenai hal tersebut adalah ketika ia hijrah ke Tottenham Hotspur pada 2008.
"Ketika perang dimulai, kami menjadi pengungsi dan itu adalah waktu yang sangat sulit bagi kami. Saat itu saya masih berusia 6 tahun, dan masa-masa itu adalah masa yang benar-benar berat. Saya masih ingat jelas akan masa-masa itu, namun itu bukanlah sesuatu yang ingin kau ingat atau pikirkan. Kami tinggal di sebuah hotel selama bertahun-tahun karena finansial keluarga yang sulit, akan tetapi saya selalu mencintai sepakbola. Saya masih ingat, pelindung tulang kering pertama saya waktu itu bergambarkan Ronaldo dari Brazil dan saya sangat menyukainya. Perang membuat saya lebih kuat, meski itu adalah saat yang sangat sulit bagi saya dan keluarga. Saya tak ingin menyeret masa lalu terus menerus, namun saya juga tak ingin melupakannya begitu saja."
Luka Modric, Kapten TImnas Sepakbola Kroasia di Piala Dunia 2018/Gelandang Tengah Real Madrid
Dengan memenangkan penghargaan FIFA Men's Player of the Year untuk tahun ini, Modric menjadi gelandang pertama setelah Kaka pada 2007 yang menerima gelar kehormatan tersebut dan menggeser dominasi Cristiano Ronaldo (2008, 2013, 2014, 2016, 2017) dan Lionel Messi (2009, 2010, 2011, 2012, 2015). Pernahkan kalian terbayang, bahwa di usia 10 tahun, banyak pelatih dan pencari bakat yang menolak Modric karena mereka menganggap ia terlalu kecil dan ringkih untuk bermain sepakbola?
Adalah Tomislav Basic, seorang pelatih dari tim kecil di Zadar yang pernah dibela Modric, yang pada akhirnya turun tangan menggunakan koneksinya untuk membantu Modric diterima menjalani trial atau masa percobaan di Dinamo Zagreb.
Sejak saat itu, karirnya meroket. Ia lalu hijrah ke tim Liga Premier Inggris, Tottenham Hotspur dan menjadi salah satu tulang punggung bagi klub berjulukan The Spurs tersebut. Mengenakan nomor punggung keramat 10, Modric yang diberi kepercayaan sebagai playmaker menjadi arsitek utama serangan-serangan Tottenham dengan visi dan umpan-umpan akuratnya. Ia memainkan apa yang disebut sebagai Trequartista dalam sepakbola, seorang playmaker utama dalam tim yang berposisi sebagai gelandang serang tengah dan bertugas menjadi dirigen serangan serta pengatur tempo permainan tim. Dengan kata lain Modric saat itu adalah roh permainan Tottenham. Bersama Tottenham lah, nama Modric mulai naik ke jajaran pemain top dunia.
Luka Modric saat bergabung dengan Real Madrid pada 2012. Foto: @lukamodric10/Twitter
Namun baru ketika ia pindah ke klub raksasa Spanyol Real Madrid lah, karirnya mencapai puncak. Modric sempat diragukan bisa berbuat banyak karena posisi Trequartista dalam skema 4-2-3-1 yang diusung Madrid saat itu telah diisi oleh penyandang nomor 10 di Timnas Jerman, Mesut Ozil. Modric menjawab keraguan banyak orang, Modric mengubah gaya permainannya. Dari yang awalnya seorang Trequartista di Tottenham, yang fokus untuk mengatur ritme serangan, ia bertransformasi menjadi seorang holding midfielder sekaligus deep-lying playmaker.
Sekedar informasi, holding midfielder merupakan suatu peran dalam sepakbola dimana seorang pemain dituntut untuk menjadi palang pintu pertahanan di lini tengah ketika lawan menguasai bola sekaligus sebagai pembagi bola dan opsi umpan aman saat tim sedang menguasai bola. Sebuah posisi yang menuntut kontak fisik keras karena sering berduel dengan lawan untuk merebut bola dari kaki mereka. Peran ini biasa diemban oleh pemain di posisi gelandang bertahan atau gelandang tengah. Sedangkan deep-lying playmaker merupakan peran dimana seorang pemain dituntut untuk mengatur ritme permainan dari posisi yang lebih dalam daripada biasanya. Menjalankan kedua peran ini sekaligus merupakan tantangan yang sulit karena selain visi luas plus umpan matang nan akurat, seorang pemain musti dibekali mental baja dan stamina kuda untuk menangkal serangan lawan.
Mental baja Modric terbukti di sini. Terbiasa berperan sebagai Trequartista yang tak dibebani dengan bertahan, ia tak ragu untuk berubah dan kini menjadi salah satu gelandang terkomplet di dunia. Visi dan umpan akuratnya tetap sama, namun keganasan Modric dalam merebut bola terlihat dengan jumlah tackle per gamenya yang selalu masuk 5 besar di Real Madrid dan Timnas Kroasia. Kelebihannya dalam membaca permainan membuatnya juga piawai dalam memotong umpan-umpan lawan. Meski Madrid berganti formasi seperti apapun, 4-2-3-1, 4-3-3, atau 4-4-2, Modric tetap menjadi pilihan utama jika tidak berhalangan tampil. Begitu juga dengan duetnya di lini tengah. Dari Xabi Alonso, Sami Khedira, hingga yang terkini Toni Kroos, Modric tetap berada di level tertinggi dan malah mampu bekerjasama dengan baik siapapun partnernya.
Bersama Madrid, Modric benar-benar mencapai puncak karirnya, baik dalam hal permainan maupun prestasi. Rentetan hattrick Liga Champions UEFA Real Madrid menjadi bukti sahih atas kemampuan dan determinasi Modric.
Urusan kehidupan pribadi, Modric juga tak patut mendapat acungan jempol. Kehidupan rumah tangganya selalu adem ayem tanpa berita-berita miring seperti kebanyakan pebola tenar lainnya. Modric menikahi Vanja Bosnic, yang juga berperan sebagai agennya. Mereka bertemu pertama kali di Mamic Sports Agency tempat Vanja bekerja. Mereka berdua menikah di tahun 2010 di ibukota Kroasia, Zagreb.
Modric dan Vanja sejauh ini telah dikaruniai seorang putra, Ivano (8) dan dua orang putri, Ema (5) dan Sofia yang baru saja lahir tahun lalu. Vanja Bosnic disebut-sebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hidup Modric. Ia dikabarkan menjadi dalang dibalik kepindahan Modric ke Real Madrid dengan nilai 30 juta poundsterling.
Kisah Modric merupakan satu dari sekian banyak kisah sukses yang mungkin pernah kalian dengar. Namun tidak banyak orang yang bisa meraih sukses dengan masa kecil yang dihantui oleh perang berdarah yang nyata. Semangat dan determinasi Modric serta ketidak raguannya untuk berubah ketika dibutuhkan patut dicontoh oleh generasi muda Indonesia. (Stefanus/IDWS)