Mandiri Secara Emosional Merupakan Kunci Kebahagiaan. Seberapa Mandirikah Kamu?
Gambar: getpocket.com
IDWS, Jumat, 8 Maret 2019 - Baru-baru ini, penulis melihat sebuah postingan menarik dalam sebuah sosial media ternama. Postingan tersebut berisi keluhan-keluhan seorang gadis yang merasa kesepian karena sering ditinggal pacarnya bermain video game. Kemudian ada seseorang yang mengomentari, bahwa yang salah bukanlah sang pacar, tapi si gadis itu, yang tak memiliki kesenangan pribadi untuk mengisi waktu dan terlalu mengandalkan sang kekasih untuk memberinya kebahagiaan. Sayangnya penulis tak menemukan lagi postingan tersebut. Namun hal ini menggelitik penulis untuk membahas topik kebahagiaan dalam kemandirian, sesuai dengan pandangan penulis. Semoga bermanfaat bagi kalian.
Seberapa Mandirinya Kamu?
Masyarakat modern tidaklah semaju yang kalian kira. Memang, teknologi telah maju pesat dibandingkan 50 tahun lalu, dan dunia telah menjadi jauh lebih aman bila dibandingkan dengan abad pertengahan. Tapi ketika kita membicarakan mengenai masyarakat itu sendiri, tidak ada yang berubah. Masalah-masalah yang kalian hadapi sekarang bukanlah masalah baru. Dan salah satu dari masalah-masalah itu adalah betapa manusia itu makhluk yang ada saja maunya.
Kenapa hal itu menjadi masalah? Tanpa kemandirian, kalian akan selalu menghadapi masalah untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan tanpa batas, yang sering kali hanya bisa ditemui pada orang lain. Singkat kata, kalian tak akan pernah bisa bahagia secara konsisten. Memang, tujuan hidup tidaklah hanya demi hidup bahagia semata, namun hidup bahagia masih menjadi suatu poin yang sangat penting bagi kita, manusia.
Mari kita tengok lagi, seberapa mandirinya kalian:
• Apakah kamu berharap kekasihmu membuatmu bahagia?
• Apakah kamu pikir teman-temanmu harus selalu ada untukmu?
• Apakah kamu merasa tak berkomunikasi lewat sosial media atau platform chatting satu hari saja membuatmu sedih?
• Apakah kamu merasa kesal ketika ada orang yang tidak menerima pendapatmu?
• Apakah kamu merasa kesendirian itu menyulitkan?
• Apakah kamu merasa bukan siapa-siapa ketika orang-orang mengacuhkanmu?
• Apakah kamu sakit hati ketika seseorang tidak mengajakmu jalan-jalan, nongkrong, dan sebagainya?
Tentunya penulis juga tak akan mengaku kebal terhadap semua pertanyaan di atas. Faktanya di masa lalu, jawabanku adalah "YA" untuk semua pertanyaan di atas.
Penulis dulunya merupakan keterbalikan total dari kemandirian. Tidak mengherankan, karena ketergantungan pada orang lain telah ada sejak kita lahir. Kita bergantung kepada orang tua atau mungkin sanak saudara untuk bertahan hidup. Dan saat kita tumbuh dewasa, seharusnya kita menjadi individu yang mandiri. Namun lucunya kita malah makin tergantung pada orang lain.
Mengapa Kita Harus Mandiri?
Dalam hidup, kita selalu berpikir akan faktor-faktor eksternal untuk setiap hal: Kebahagiaan, saran, perhatian, cinta, pengakuan, dan masih banyak lagi yang mungkin bisa kalian tambahkan sendiri.
Kita tak mau makan di luar sendirian, atau tak mau menonton bioskop sendirian. Atau mungkin kita mengeluh ketika pasangan menghabiskan lebih banyak waktu untuk hobinya daripada untuk diri kita. Ketiga contoh ini hanyalah segelintir dari fakta begitu besarnya ketergantungan kita pada orang lain.
Ketika kita melihat ke dalam diri kita sendiri, kita tak pernah mempertimbangkan bahwa mungkin kita tak benar-benar membutuhkan faktor-faktor eksternal tersebut? Menjadi bagian dari masyarakat merupakan hal yang besar dan bisa dibilang adalah salah satu kewajiban kita menjaga agar sistem masyarakat terus berjalan dengan lancar. Tapi perlukah kita meresapi diri terlalu dalam sebagai bagian dari masyarakat?
Tentu tidak. Dan jangan sampai, karena kamu hanya akan menjadi robot yang tak bisa berfungsi dengan sendirinya dan harus menunggu pemicu (trigger) dari faktor eksternal seperti orang lain atau rokok, video games, dan sebagainya.
Mengandalkan dirimu sendiri jauh lebih terjamin, tentunya tidak secara egois. Namun lebih mengandalkan dirimu dari sisi emosional. Pada intinya, kamu tak selalu butuh orang lain untuk bahagia.
Percayalah Pada Dirimu Sendiri
Salah satu paradoks dalam hidup ialah, manusia ingin disukai dan dicintai oleh individu-individu yang ia pedulikan. Akan tetapi begitu kita kehilangan identitas diri, kita tak bisa lagi menjadi seseorang yang kita inginkan. Ketika kamu menjadi orang yang terlalu membutuhkan faktor luar untuk bahagia, maka itu akan jadi perusak bagi hubunganmu dengan orang lain dalam jangka panjang.
Atau lebih parah lagi, kamu dapat menyeret orang yang kamu sayangi menjadi sama seperti dirimu, dan kalian akan kesulitan dalam menjalani hidup karena ketergantungan satu sama lain yang terlalu berlebihan, seperti saling menjilat luka satu sama lain. Bukannya menyembuhkan, bisa jadi menyebabkan infeksi.
Mungkin kamu berpikir, adalah hal yang negatif apabila kamu dapat mengandalkan dirimu sendiri? Tentu tidak. Karena ketika kamu bisa mengandalkan dirimu sendiri, menjadi sosok manusia mandiri secara emosional, kamu dapat mewarnai hidup orang-orang disekitarmu lebih dari yang kamu kira.
Penulis sendiri baru mempelajari hal ini dalam beberapa tahun terakhir, dipenuhi dengan kegagalan serta kekecewaan yang mendalam. Tentunya penulis tak mengklaim sudah menjadi master dalam kemandirian ini, namun setidaknya penulis merasa telah membuat sebuah kemajuan signifikan menuju ke arah positif dalam hidup.
Menurut penulis pribadi, mandiri secara emosional merupakan suatu keahlian, yang tak beda seperti keahlian berbahasa Inggris atau matematika. Kemandirian merupakan keahlian yang dapat kamu pelajari, serta akan sangat membantu dirimu dalam menjalani serta memaknai hidup. Ke depannya penulis akan mencoba menuliskan bagaimana kamu bisa mengembangkan kemandirian emosional ini. Sampai jumpa lagi! (Stefanus/IDWS)