Tren Selfie di Lokasi Bencana, Pantas atau Tidak?
IDWS, Jumat, 28 Desember 2018 - Solihat dan tiga temannya terlihat siap untuk mengambil selfie bersama di suatu pantai Provinsi Banten. Salah satu temannya juga membuat tanda 'V' alias "peace" dengan jemarinya. Dan yang jadi perhatian tentunya ialah latar belakang tempat mereka selfie yang tak lain adalah lokasi yang luluh lantak diterjang tsunami pada tanggal 22 Desember lalu dan menurut laporan terbaru merenggut nyawa dari 430 orang.
Solihat dan ketiga temannya berselfie ria di lokasi bekas amukan tsunami yang menerjang Selat Sunda pada 22 Desember lalu (Foto: Jamie Fullerton/The Guardian)
Lokasi selfie Solihat dan kawan-kawan itu terlihat dipenuhi puing-puing serta genangan air bekas tsunami. Sejak tragedi tersebut terjadi, para pencari selfie berbondong-bondong datang demi mendapatkan foto-foto selfie berlatar belakang bencana untuk kemudian diunduh ke akun sosial media mereka.
Solihat mengaku ia menempuh 2 jam perjalanan ke lokasi selfie pilihannya tersebut dari kota Cilegon. Ia dan teman-temannya dari Cilegon yang tergabung dalam kelompok wanita muslim memberi donasi pakaian untuk para korban tsunami Selat Sunda. Foto selfie yang mereka ambil merupakan bukti bahwa mereka benar-benar memberikan bantuan.
Menurut Solihat, meski banyak orang menganggap selfie itu sendiri 'rendah', pilihan latar belakang fotonya yang tak biasa menunjukkan persepsi yang mendalam.
Ketika orang melihat foto-foto kehancuran, mereka akan menyadari bahwa mereka berada di tempat yang lebih baik. Gambar-gambar kehancuran akan mendapat lebih banyak 'like'. Mungkin karena hal itu mengingatkan orang agar bersyukur.
Sejak bencana tsunami pada Sabtu (22/12) malam tersebut, banyak mayat-mayat yang terseret ke lokasi yang dijadikan tempat selfie. Banyak relawan serta petugas yang mengendarai kendaraan mereka melewati para pemburu selfie untuk mencari-cari jenazah korban yang belum ditemukan atau korban selamat.
Ketika ditanyai apakah pantas mengambil selfie di depan genangan air yang bisa jadi menyembunyikan mayat-mayat korban tsunami, Solihat berkata:
Hal itu tergantung pada niatnya. Jika kamu mengambil selfie hanya untuk pamer, maka jangan melakukannya. Namun jika kamu melakukannya untuk berbagai kesedihan dengan orang lain, OK lah.
Namun, dilansir dari The Guardian, banyak dari para pemburu selfie yang pose-pose selfienya tidak terlihat menunjukkan mereka ingin berbagi kesedihan. Seorang wanita dengan pakaian bergaya tentara menghabiskan setengah jam mengarungi genangan air setinggi lutut yang nampaknya hanya untuk mendapat foto selfie bersama sebuah SUV rusak di tengah-tengah genangan air.
Bahrudin, pemilik dari mobile SUV yang teronggok di tengah-tengah genangan air. (Foto: Jamie Fullerton/The Guardian)
Bahrudin (40), pemilik dari mobil SUV tersebut sekaligus ketua dari perhimpunan petani setempat, sama sekali tak terkesan dengan tingkah laku para pemburu foto. Berdiri di tepian genangan air mengenakan sepatu bot kuning, ia berunglang kali mengatakan "Kecewa" ketika ditanya mengenai pendapatnya akan tren selfie di lokasi yang diterjang tsunami.
Valentina Anastasia yang menempuh 3 jam perjalanan ke Banten untuk melihat kerusakan akibat tsunami. (Foto: jamie Fullerton/The Guardian)
Sementara itu, Valentina Anastasia (18) tidak kecewa akan keputusannya meninggalkan Jakarta untuk menempuh perjalanan 3 jam menuju Banten.
Saya ingin melihat kerusakan dan orang-orang yang terkena imbasnya.
Ketika ditanya berapa banyak selfie yang dia ambil di area tersebut, ia menjawab sambil tertawa riang:
Banyak! Untuk sosial media, grup-grup WhatsApp..
Bagaimana tanggapan kalian mengenai tren selfie di lokasi bencana? (Stefanus/IDWS)
Sumber: The Guardian