Resmi: Ini Penyebab Tsunami yang Menerjang Selat Sunda
Anak Gunung Krakatau
IDWS, Senin, 24 Desember 2018 - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada hari Sabtu (22/12) malam disebabkan karena longsoran erupsi anak Gunung Krakatau di bawah laut. Hal tersebut terekam dalam pengamatan BMKG melalui citra satelit. Longsor bawah laut tersebut menimbulkan gelombang air laut setinggi tiga meter.
Kami mengamati bersama melalui citra satelit, bahwa anak Gunung Krakatau ternyata kolaps. Di situ kolapsnya mengakibatkan longsor ke arah laut dan akhirnya menimbulkan tsunami. jadi tsunami ini memang ada kaitannya dengan erupsi anak Gunung Krakatau.
Dilihat dari guncangannya saat dianalisis setara dengan kekuatan 3,4 skala ricther dan epicenternya ada di anak Gunung Krakatau.
— Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, di Jakarta pada hari Senin (24/12).
Dwikora menambahkan gempa vulkanik yang disebabkan oleh longsor erupsi anak Gunung Krakatau menyebabkan getara yang setara dengan gempa berkekuatan 3,4 skala richter. Getaran ini menurut Dwikora sangat khas mengindikasikan berasal dari gempa vulkanik.
Cincin Api
Menurut Dwikora, bencana tsunami di Selat Sunda kali ini merupakan fenomena yang tidak lazim karena bisa dibilang tsunami tersebut merupakan hasil dari beberapa fenomena yang terjadi pada waktu yang bersamaan, alias multifenomena. Antara lain gelombang tinggi disertai bulan purnama reige yang diperparah dengan erupsi anak Gunung Krakatau, menyebabkan tsunami yang seolah-olah tanpa didahului oleh gempa bumi.
Anak Gunung Krakatau terletak di area Cincin Api (Ring of Fire), sebuah area dengan aktivitas tektonik yang tinggi dan terbentang di sepanjang lintas lempeng pasifik.
Gunung-gunung berapi di sepanjang cincin terbentuk ketika lempeng pasifik terdorong masuk ke bawah lempeng bumi yang lain hingga mencapai mantel bumi — lapisan batuan keras antara kerak bumi dan inti besi cair — dalam sebuah sebuah proses yang disbut subduksi. Gempa bumi yang bisa menyebabkan tsunami juga terjadi di zona-zona subduksi ini.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar berada di wilayah yang masuk ke dalam bentangan gunung-gunung berapi di zona Cincin Api. Indonesia total memiliki 1,115 gunung dengan 125 di antaranya masih berstatus aktif, dilansir dari Smithsonian's Global Volcanism Program.
Penampakan dari udara anak Gunung Krakatau saat erupsi pada tanggal 23 Desember 2018
Kebanyakan sistem deteksi tsunami memiliki fitur perekam tekanan yang ditanamkan di dasar laut dengan sebuah pelampung yang mengambang di permukaan. Ketika gelombang tsunami melewati perekam tersebut, maka alat tersebut akan merekam perubahan tekanan air laut yang lalu akan dikirimkan pada pelampung di permukaan laut, sebelum kemudian dikirimkan kembali ke sistem jaringan deteksi yang lebih luas.
Sebuah properti di pinggir pantai yang rusak diterjang tsunami yang menghantam Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam
Para penduduk tengah memeriksa reruntuhan rumah yang diterjang tsunami di Carita, Indonesia
Seorang pria tak kuasa menahan tangis setelah mengetahui keluarganya jadi korban tewas dalam tsunami Selat Sunda yang menerjang Carita, Indonesia
Foto udara yang memperlihatkan kerusakan dari gedung-gedung di Carita, Indonesia, pada hari Minggu (23/12)
Penduduk memeriksa reruntuhan rumah di Carita, Indonesia pada hari Minggu (22/12)
Dilansir dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), mayoritas pertanda datangnya tsunami adalah didahului oleh gempa bumi. NOAA sendiri mengakui bahwa amat sangat jauh lebih sulit memprediksi tsunami non-seismik seperti tsunami Selat Sunda yang disebabkan oleh longsor bawah laut. Sebab longsor itu sendiri "datang tanpa sedikit atau tanpa pertanda sama sekali".
Penulis: Stefanus/IDWS
Sumber: Alinea.id, CNN.com