Titik terang dalam Investigasi Penyebab Jatuhnya Pesawat Lion Air PK-LQP Penerbangan JT-610
Titik Terang dari penyebab jatuhnya pesawat Lion Air jenis Boeing 737 Max 8 di Laut Jawa
IDWS, Rabu, 28 November 2018 - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hari ini mengungkapkan titik terang dari hasil investigasi awal kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT-610 yang jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018, di mana 189 penumpang dinyatakan tewas.
Seperti yang kita ketahui, dari dua bagian blackbox pesawat PK-LQP, hanya FDR (fllght data recorder) saja yang bisa ditemukan dan diangkat, sedangkan CVR (cockpit voice recorder) sampai artikel ini ditulis masih belum ditemukan.
Ilustrasi FDR, bagian dari black box pesawat terbang. (Sumber: news.mit.edu)
Setelah dilakukan investigasi mendalam terhadap FDR, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebutkan bahwa pesawat mengalami "stall" atau kehilangan daya angkat sehingga terjatuh.
Data-data dari FDR menunjukkan betapa keras usaha pilot dan co-pilot melawan sistem otomatis untuk mempertahankan pesawat agar tetap melayang di udara. Data tersebut juga konsisten dengan petunjuk utama yang didapat para investigator, bahwa Boeing menanamkan sistem otomatis tersebut pada pesawat generasi 737 bikinan mereka untuk mencegah hidung pesawat terlalu condong ke atas dan menyebabkan stall.
Ironisnya, alih-alih mencegah terjadinya stall, sistem otomatis tersebut malah menyebabkan stall dengan memaksa hidung pesawat turun terlalu rendah karena data-data yang dikirimkan pada sensor di badan utama pesawat ternyata keliru.
Singkatnya, pesawat naas tersebut terus menerus dipaksa untuk condong ke bawah oleh sistem otomatis yang disebabkan oleh malfungsi sensor, tak lama setelah lepas landas.
Kedua pilot memulai perjuangan hidup mati mereka melawan sistem otomatis baru anti-stall ketika sirip di kedua sayap pesawat ditarik pada ketinggian 3,000 meter, di mana kemungkinan akan malfungsi sensor ini ternyata tidak tercatat dalam manual cockpit pesawat Boeing 737 Max 8.
Kronologi perjuangan kedua pilot PK-LQP
Sistem sensor pada pesawat Lion Air PK-LQP tersebut memang sudah mengalami masalah pada penerbangan sebelumnya, namun pihak Lion Air mengklaim bahwa mereka telah mengatasi masalah tersebut dan pesawat dinyatakan clear untuk terbang sesuai prosedur oleh para insinyur.
Dengan sensor tidak berfungsi sebagaimana mestinya, 737 Max 8 penerbangan JT-610 tersebut tetap terbang. Lalu tak lama setelah lepas landas, kolom kontrol pilot atau biasa disebut yoke mulai bergetar sebagai pertanda akan terjadinya stall pada pesawat. Dalam 13 menit kemudian itulah, terjadi pertarungan antara kedua pilot melawan sistem otomatis anti-stall yang malah memaksa hidung pesawat mengarah ke bawah dan menyebabkan stall.
Kolom kontrol pilot/Yoke. (Sumber: Wikimedia Commons)
Terhitung dari data FDR, setidaknya 24 kali kedua pilot berusaha mengambil alih kendali dari sistem otomatis sebelum kemudian pesawat Lion Air PK-LQP jatuh ke laut dalam kecepatan 450 mph (sekitar 724 km/jam).
"Kedua pilot terus melawan hingga akhir penerbangan," tutur Nurcahyo Utomo, Kepala Subkomite Penerbangan KNKT. Dilansir dari The Times, beliau mengatakan bahwa dalam kasus pesawat Lion Air penerbangan JT-610, sistem pencegah stall telah aktif dan sekarang menjadi fokus dari investigasi.
"Jika kedua pilot dari Lion Air JT-610 saat itu memang menghadapi kondisi darurat dengan tipe sistem anti-stall seperti ini, mereka harus mengambil langkah-langkah yang sangat rumit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi untuk tetap mempertahankan pesawat terbang dengan benar. Langkah-langkah inilah yang tidak ada dalam manual, dan kedua pilot belum dilatih untuk mengatasinya," dilansir dari The Times.
Selain penemuan ini, belum diketahui dengan pasti hal-hal lain yang terjadi dalam durasi 13 menit menegangkan sebelum jatuhnya pesawat PK-LQP penerbangan JT-610.
Bertarung merebut kendali
Kini, sistem anti-stall terbaru Boeing yang disebut MCAS (maneuvering characteristics augmentation system) menjadi yang paling dicurigai dalam investigasi.
Boeing dan Administrasi Penerbangan Federal (FAA/Federal Aviatiation Administration) merilis buletin keselamatan pada bulan November ini, mengatakan kepada para kru penerbangan mengenai sistem tersebut, yang didesain untuk memberi perlindungan ekstra ketika pilot kehilangan kendali pesawat, dengan cara mengangkat hidung pesawat dan menghentikan mesin.
Boeing berkilah bahwa buletin keselamatan tersebut "hanya" ditujukan untuk memperkuat prosedur-prosedur yang sudah ada.
Dilansir dari Asosiasi Aliansi Pilot, berbagai penerbang, persatuan, dan departemen pelatihan penerbangan menuturkan bahwa tidak ada dokumentasi mana pun, termasuk manual pilot untuk Boeing 737 Max 8, yang mengikutsertakan penjelasan mengenai sistem tersebut.
Fungsi MACS ditujukan untuk menghentikan pilot ketika mengarahkan hidung pesawat terlalu tinggi yang bisa berpengaruh terhadap kecepatan pesawat dan daya angkat, mengakibatkan stall. Mekanisme sistem tersebut adalah, secara otomatis menyetir hidung pesawat ke bawah jika sistem tersebut mendeteksi kemungkinan terjadinya stall.
Dalam kasus JT-610 di mana kedua pilot merespon dengan menaikkan hidung pesawat naik setiap kali MACS memaksa hidung pesawat turun, terdapat satu pertanyaan besar. Mengapa kedua pilot tidak mematikan saja sistem penerbangan otomatis seperti apa yang dilakukan oleh pilot dari pesawat yang sama pada penerbangan sehari sebelumnya ketika menghadapi masalah yang sama?
Boeing dengan keras menolak untuk mengungkapkan informasi relevan terkait sistem tersebut, dan mengundang kritik akan kurangnya pelatihan dan persiapan mengenai masalah terkait sistem mereka.
Menurut Boeing, MACS tetap akan berfungsi sekalipun kru di dalam kokpit menerbangkan pesawat secara manual dan sistem itu tidak akan "mengantisipasi" pengalihan kendali dari sistem terkomputerisasi.
Awal bulan November, Direktur Operasional Lion Air, Zwingli Silalahi juga mengatakan bahwa manual yang mereka terima gagal menginformasikan kepada para pilot akan perilaku dari MACS.
"Kami tidak memilikinya (detail perilaku MACS) dalam manual Boeing 737 Max 8.
Boeing Berkeras tak mau disalahkan
Boeing masih tetap bersikeras bahwa langkah-langkah tepat untuk menarik aktivasi yang keliru dari sistem telah tertulis dalam manual penerbangan, sehingga detail mengenai spesifikasi MACS pada jet baru generasi 737 tidak diperlukan.
Roda pesawat Lion Air JT-610 tiba di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada hari Sabtu (3/11/2018) menggunakan KRI Banda Aceh. (Foto: KOMPAS.com/Ryana Aryadita)
Faktanya, meski telah mendapat titik terang dalam investigasi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP di Laut Jawa, masih banyak hal yang tidak diketahui dari kasus memilukan tersebut, termasuk bagaimana bisa sebuah pesawat dengan sensor bermasalah bisa diizinkan untuk lepas landas.
Investigator masih belum menemukan CVR, yang kemungkinan besar menyimpan jawaban mengenai langkah apa yang kedua pilot ambil untuk mengambil alih kendali pesawat dan mengapa tepat sebelum terjun ke laut, kapten pesawat memberikan kendali ke co-pilot.
Saat ini, direktur-direktur terkait pemeliharaan dan masalah teknis, manajer pemeliharaan, dan para insinyur yang memberikan izin pesawat lepas landas masih dinon-aktifkan dari jabatan mereka sejak awal bulan ini oleh Kementerian Transportasi Indonesia. (Stefanus/IDWS)