Kontroversi Draft RUU Permusikan, Dianggap Merepresi Musisi dan Mengutip Blog Anak SMK Sebagai Landasan Teori Naskah Akademi RUU?
IDWS, Selasa, 5 Februari 2019 - Akhir-akhir ini tengah Indonesia dihebohkan dengan draft RUU permusikan yang meski mendapat dukungan dari segelintir pihak, lebih banyak menuai kritik serta penolakan.
260 orang musisi yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permuskan menolak pengesahan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan.
Draft RUU Permusikan yang kontroversial tersebut dinilai mengandung banyak masalah yang berpotensi membatasi dan menghambat perkembangan serta kreativitas para pelaku di bidang musik. Penolakan akan draft itu sampai memicu munculnya petisi online menolak pengesahan RUU Permusikan di www.change.org.
Hingga artikel ini ditulis pada Selasa (5/2/2019) pukul 15:56 WIB, sebanyak 177.962 orang telah mendukung petisi tersebut.
Kalian bisa mengunduh dan membaca RUU Permusikan tersebut secara lengkap di sini.
Kenapa sih banyak orang yang menolak bahkan mengecam draft RUU Permusikan itu?
1. Pasal Karet
Salah satu pasal yang dipermasalahkan oleh koalisi adalah Pasal 5 yang berisi larangan bagi setiap orang dalam berkreasi untuk:
(a) mendorong khalayak melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya;
(b) memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak;
(c) memprovokasi pertentangan antar kelompok, antar suku, antar ras, dan/atau antar golongan;
(d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama;
(e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
(f) membawa pengaruh negatif budaya asing; dan/atau
(g) merendahkan harkat dan martabat manusia.
Dilansir dari Kompas.com, menurut Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, pasal tersebut bersifat karet dan membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk melakukan persekusi. Selain itu, ia menilai pasal tersebut bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin UUD 1945.
Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai. — Cholil Mahmud dikutip dari Kompas.com hari Senin (4/2/2019).
2. Memarjinalisasikan Musisi Independen dan Berpihak Pada Industri Besar
Koalisi menilai RUU Permusikan memuat beberapa pasal yang mengsyarakatkan sertifikasi pekerja musik. Pasal ini dinilai berpotensi memarjinalisasikan musisi independen. Salah satunya Pasal 10 RUU Permusikan mengatur distribusi karya musik dengan tidak memberikan ruang kepada musisi untuk melakukan distribusi karyanya secara mandiri.
3. Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Ketentuan mengenai uji kompetensi dan sertifikasi berpotensi merepresi musisi. Memang telah banyak negara yang menerapkan praktik uji kompetensi bagi pelaku musik, namun tidak ada satu pun negara yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi.
Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasikan musisi otodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.
4. Mengatur Hal yang Tak Perlu Diatur
Koalisi menilai setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah. mulai dari ketidakjelasan redaksional, ketidakjelasan subyek dan obyek hukum yang diatur, hingga persoalan atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Contohnya pasal 11 dan pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktikkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya.
Kedua pasal ini dianggap tidak memiliki bobot nilai yang lebih sebagai sebuah pasal yang tertuang dalam peraturan setingkang Undang-Undang. Begitu pula dengan pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia. Koalisi menilai penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur.
Mengutip Blog Anak SMK Sebagai Landasan Teori Naskah Akademik RUU?
Anang Hermansyah (tengah) dalam diskusi RUU Permusikan di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019). (Foto: Noel/detikHOT)
Musisi sekaligus politikus Angota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah membuka diskusi terkait RUU Permusikan di Cilandak Town Square, Cilandak, Jakarta Selatan, pada hari Senin (4/2/2019) kemarin. Sejumlah musisi dan para pelaku musik hadir untuk turut membicarakan duduk persoalan draft RUU Permusikan yang menjadi kontroversi.
Dilansir dari Kompas.com, beberapa dari mereka yang datang antara lain Dewa Budjana, Marcell Siahaan, Kunto Aji, Iga Massardi, Once Mekel, Eva Celia, Rara Sekar, Jason Ranti, Rara Sekar, hingga Danilla Riyadi.
Usai memaparkan RUU Permusikan, Anang langsung dicecar banyak pertanyaan oleh para musisi yang hadir. Salah satu pertanyaan yang menonjol datang dari Rara Sekar mantan personel Banda Neira sekaligus peneliti. Rara juga mengkritik bahwa yang seharusnya diuji kompetensinya bukan para musisi.
Saya berasumsi Mas Anang sudah baca naskahnya ya. Tapi dasar-dasar dari pasal itu sangat tidak relevan. Masa ada landasan yang diambil dari Blogspot, mengutip makalah anak SMK.
"Ini menyedihkan buat saya. Saya sekarang jadi nggak kebayang berapa banyak UU di Indonesia yang dilandasi oleh sumber seperti ini. Yang harus diuji kompetensi menurut pasal 32 itu sebenarnya musisi atau badan penyusun UU sih?
— Rara Sekar kepada Anang Hermansyah, dikutip dari hai.grid.id.
Pertanyaan Rara sehubungan dengan landasan teori dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (NA RUU) Permusikan yang mengutip sumber dari blog milik seorang siswa SMK.
Kutipan dalam naskah akademik pada bagian penjelasan mengenai asal-usul kata musik. "Kata mousikos inilah yang melahirkan kata musik. Referensi lain menyebutkan bahwa musik berasal dari bahasa Yunani, yaitu mousike dan bahasa Latin, musika." tulis naskah akademik tersebut.
Blog yang dikutip ditulis oleh Ahmad Fauzan dkk dari SMKN 3 Sampit dengan judul 'Makalah Seni Musik'. Menurut Peneliti dari Koalisi Seni, Hafez Gumay, kutipan dari blog tidak sepantasnya ada sebagai rujukan dari naskah akademik RUU.
"Lebih tepatnya naskah akademik RUU Musik tidak memenuhi kaidah akademik untuk disebut sebagai naskah akademik. Sebetulnya gini secara akademis ada tata cara penulisan, misalnya di kampus. Itu sebenarnya tidak boleh dari Wikipedia, dari Blogspot, harus dari buku. Itu menunjukan bahwa bila dia ingin sah secara akademik maka dia harus memenuhi kaidah-kaidah itu," katanya ditemui usai diskusi, dilansir dari hai.grid.id.
Anang tak bisa memberi jawaban yang memuaskan kepada para musisi. Boro-boro memuaskan, jawabannya disebut tidak langsung ke inti dari jawaban pertanyaan. Jawaban yang kurang nyambung dengan pertanyaan ini membuat para musisi yang sebelumnya telah tegang menyoraki Anang.
Menanggapi berbagai pertanyaan, Anang menjawab bahwa draft RUU masih bisa direvisi. "Di situ disampaikan di ending pembicaraan bahwa ini masih gambaran yang bisa diserap badan keahlian. Makanya sifatnya naskah akademik itu butuh masukan, karena ini draft sementara. Jalannya masih panjang," terang suami Ashanty tersebut.
Ia juga berkilah bahwa yang membuat RUU adalah para ahli serta orang-orang akademik, serta menambahkan bahwa dirinya tidak ikut dalam pembuatan RUU Permusikan tersebut.
Mendengar perkataan Anang bahwa RUU dirancang oleh para ahli dan orang akademik, para musisi kembali menyerang fakta bahwa naskah akademik bersumir dari blogspot anak SMK bisa lolos dan menuntut Anang Hermansyah untuk menjawab to the point. Bahkan ada yang menyindir Anang: "Baca naskah akademiknya nggak mas? Haha" kata beberapa musisi sambil tertawa.
Anang berkelit bahwa naskah akademik itu telah dibagikan sejak Juli 2017 dan mungkin ada yang terlewatkan dan bahwa RUU itu masih berupa draft jadi masih bisa dikaji.
Ujung-ujungnya Anang Hermansyah pamit terburu-buru karena ada urusan lain, membuat para musisi di sana kembali menyorakinya.
(stefanus/IDWS)
Sumber: TribunNews, hai.grid.id, Kompas.com