Saga Perburuan Kapal Pencuri Ikan Dolgov: Berlangsung Tiga Minggu, Melintasi Samudra Hindia dan Berakhir di Indonesia
IDWS, Selasa, 19 Februari 2018 - Operasi gabungan untuk memburu kapal penangkap ikan ilegal Andrey Dolgov telah berakhir pada 6 April 2018 berkat kerja sama dari berbagai pihak dan negara, serta angkatan laut Indonesia yang dengan sigap ikut mengejar dan akhirnya menangkap Andrey Dolgov beserta seluruh krunya.
Operasi perburuan itu berlangsung selama tiga minggu lamanya dan menyeberangi Samudra Hindia, serta melibatkan Interpol, Fish-i Africa, Fusion Centers di Madagaskar dan Singapura, Sea Shepherd, OceanMind, Tanzania, dan Indonesia.
Kapal Andrey Dolgov yang jadi buron di seluruh dunia. Foto ini diambil oleh drone dari kapal yang turut serta dalam pengejaran. (Foto: Sea Shepherd)
pihak otoritas mencium jejak Andrey Dolgov di sebuah pelabuhan di Madgaskar ketika kapten kapal itu — yang mengklaim kapalnya bernama STS-50 — menunjukkan dokumen-dokumen palsu. Madagaskar lalu menotifikasi CCAMLR (Konvensi Konservasi Sumber Daya Alam Laut) yang mengatur perikanan di perairan Samudra Selatan di sekitar Antartika.
Gunakan Satelit Dalam Pengejaran
Andrey Dolgov langsung melarikan diri, namun kali ini ia meninggalkan jejak. Kapal itu kini telah dilengkapi dengan sistem transponder otomatis yang biasanya digunakan untuk mencegah kapal-kapal bertabrakan di laut. Sistem yang dikenal sebagai AIS ini memancarkan sinyal yang menunjukkan lokasi kapal. Sinyal itu bisa ditangkap oleh perlengkapan radio dan satelit.
Akan tetapi tidak semudah itu menangkap Andrey Dolgov yang sudah 10 tahun malang melintang di samudra global tanpa tertangkap sekalipun. Ketika pihak berwajib menarik informasi dari AIS, mereka dihadapkan pada garis-garis rumit yang merepresentasikan rekam jejak dari jalur yang pernah dilalui suatu kapal. Parahnya lagi, data yang diungkap AIS itu menunjukkan suatu hal yang mustahil: Andrey Dolgov terlacak berada di dua tempat sekaligus di waktu yang sama, yakni di garis pantai Falklands, Fiji dan di Norwegia yang terpaut ribuan kilometer jauhnya.
Kapal Andrey Dolgov. (Foto: Sea Shepherd)
"Mereka menyamarkan identitas mereka dengan menipu (spoofing) AIS kapal mereka sendiri," jelas Charles Kilgour, seorang analist perikanan senior yang pada saat itu bekerja di OceanMind (organisasi non-profit asal Inggris yang menganalisa data dari kapal penangkap ikan di laut). Teknik ini bisa membuat Andrey Dolgov "tampak" berada di 100 tempat berbeda pada waktu yang sama.
Masih dibingungkan oleh AIS yang telah diutak-atik oleh Andrey Dolgov, kapal itu tiba-tiba dikabarkan muncul di lepas pantai Maputo, perairan Mozambik. Tim inspeksi menemukan perlengkapan menangkap ikan di atas kapal serta dokumen-dokumen palsu. Mereka lalu menahan Andrey Dolgov dan merampas dokumen yang ada serta passport dari para kru. Sayangnya sebelum mereka bisa menginvestigasi lebih lanjut, Andrey Dolgov dan para kru-nya nekad kabur dan lagi-lagi lolos.
Namun kali ini, Charles Kilgour dan timnya mendapatkan identifikasi positif yang menunjukkan lokasi serta waktu di mana Andrey Dolgov berada. Menggunakan satelit yang tengah lewat, mereka dapat mendeteksi lokasi kapal pencuri ikan legendaris, yakni di pelabuhan Maputo. Hasil pelacakan satelit ini membantu Kilgour dan timnya mengklarifikasi jalur pelayaran mana yang dilintasi Andrey Dolgov dari data AIS.
"Kami menggunakan algoritma untuk mengidentifikasi kapal-kapal yang dicurigai [sebagai Andrey Dolgov] dari gambar radar sintetik apertur," ungkap Kilgour, yang sekarang bekerja untuk Global Fishing Watch, yakni sebuah proyek yang disokong Google untuk memonitor kapal-kapal penangkap ikan di seluruh dunia. "Setiap kapal-kapal berukuran besar yang terbuat dari metal terlihat dengan jelas [di radar satelit]. Kami kemudian membandingkannya dengan data dari AIS."
Tim dari OceanMind juga menggunakan penggambaran infra merah satelit yang membuat mereka mampu menangkap cahaya yang dihasilkan kapal pada malam hari. Dengan informasi tambahan tersebut, mereka akhirnya bisa menentukan jalur AIS mana yang benar-benar menunjukkan lokasi asli dari Andrey Dolgov.
Sementara itu, sebuah kapal yang dimiliki oleh organisasi konservasi laut Sea Shepherd yang juga bergabung dalam operasi gabungan di Tanzania bersama otoritas perikanan Afrika mengajukan diri untuk mengejar Andrey Dolgov. Di bawah komando angkatan laut Tanzania, kapal Sea Shepherd itu mengejar Andrey Dolgov selama beberapa hari menuju Republik Seychelles sekaligus mengirim gambar yang diambil oleh drone mereka. Gambar-gambar jepretan drone tersebut membantu mengonfirmasi identitas Andrey Dolgov.
"Kapal penangkap ikan [Andrey Dolgov] itu meninggalkan perairan Mozambik untuk mengungsi di lautan," kata Peter Hammarstedt, direktur kampanye dari Sea Shepherd. "Yang menakjubkan adalah otoritas Tanzania yang nekad meninggalkan wilayah perairan mereka untuk ikut serta dalam pengejaran, padahal kapal [Andrey Dolgov] itu tidak melakukan tindak kriminal di Tanzania ataupun memasuki wilayah perairan negara itu."
Sayangnya tanpa kuasa hukum untuk menaiki Andrey Dolgov secara paksa, mereka terpaksa berhenti melakukan pengejaran.
Kilgour dan timnya terus mengirim informasi terbaru kepada interpol mengenai posisi Andrey Dolgov setiap empat jam serta memperkirakan tujuan dari kapal penangkap ikan ilegal itu dengan mengkalkulasi kecepatan dan arahnya.
Indonesia Akhiri "Petualangan" Andrey Dolgov
Bagi sebagian besar negara yang dilewati kapal kriminal tersebut, ada keengganan untuk ikut mengejar dan menahan Andrey Dolgov dikarenakan wilayah hukum yang abu-abu dari kapal itu. Selain alasan itu, Andrey Dolgov sendiri merupakan sebuah ancaman polusi dan potensi membawa wabah penyakit.
Kapal itu tidak terawat dengan baik, lama tidak menepi untuk perawatan, dan penyakit serta hama seperti tikus menjadi ancaman baik bagi para kru Andrey Dolgov. Kru-kru itu sendiri juga berpotensi menyebarkan wabah penyakit ke suatu negara.
"Negara maju saja enggan melakukannya [menangkap Andrey Dolgov]," ungkap Bradley Soule, analist kepala perikanan dari OceanMind. "Jadi tak mengherankan bila negara berkembang juga enggan."
Kunci dari berakhirnya pengejaran tersebut adalah ketika Andrey Dolgov entah sengaja atau tidak, berlayar menuju satu dari segelintir negara yang dengan agresif mengincar kapal-kapal pencuri ikan, yang tak lain adalah Indonesia.
Di bawah kendali Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti, Indonesia telah menangkap atau menghancurkan setidaknya 488 kapal pencuri ikan sejak 2014. Salah satu dari korban Menteri Susi adalah F/V Viking, kapal terakhir dari kelompok pencuri ikan yang dikenal sebagai Bandit Six yang beroperasi secara ilegal di Samudra Selatan, ribuan kilometer dari perairan Indonesia. Bahkan atas perintah Menteri Susi, kapal F/V Viking diledakkan secara spektakuler di sebuah pantai di Pangandaran, Jawa Barat sebagai peringatan bagi kapal-kapal pencuri ikan yang berani masuk ke perairan Indonesia.
Pengejaran Andrey Dolgov berlanjut sampai ke Selat Malaka. Namun, sinyal AIS dari kapal itu hilang karena padatnya lalu lintas sinyal di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia tersebut. Angkatan laut (AL) Indonesia pun harus mengandalkan kalkulasi yang dibuat berdasarkan informasi dari Kilgour dan timnya untuk memperkirakan lokasi dari Andrey Dolgov.
AL Indonesia lalu mengirim KRI Simeulue 2, sebuah perahu patroli pantai dengan persenjataan lengkap untuk mengejar Andrey Dolgov.
"72 jam terakhir [sebelum penangkapan usai] merupakan malam tanpa tidur bagi siapa saja yang terlibat," ungkap Alistair McDonnel, bagian dari tim kejahatan perikanan di Interpol yang turut membantu mengkordinasi perburuan Andrey Dolgov.
Begitu Andrey Dolgov semakin dekat, Simeulue 2 dan pos penjaga pantai didarat dapat menangkap sinyal AIS dari buruan mereka itu, yang mempermudah pengejaran. Begitu Simeulue 2 dapat melihat Andrey Dolgov secara visual, ia langsung memacu kecepatan sejauh 60 mil dari sisi tenggara pulau Weh. Begitu menyusul Andrey Dolgov, Simeuleu 2 memerintahkan kapten kapal Andrey Dolgov untuk menghentikan kapal sehingga para perwira AL Indonesia bisa naik ke atasnya.
Para kru kapal Andrey Dolgov berjumlah 20 orang yang berasal dari Indonesia. Mereka tak tahu kapal yang mereka naiki melakukan penangkapan ikan ilegal. (Foto: Getty Images)
Begitu menginjakkan kaki di Andrey Dolgov, para perwira AL bertemu dengan kapten kapal dan lima petinggi kapal lainnya yang berkebangsaan Rusia dan Ukraina. Kru kapal yang lain terdiri atas 20 orang berkewarga negaraan Indonesia yang mengklaim mereka tak mengetahui bahwa kapal tempat mereka bekerja melakukan penangkapan ikan ilegal. 20 orang kru itu diperlakukan oleh pihak otoritas sebagai korban dari perbudakan dan penjualan manusia karena ditipu untuk bekerja di Andrey Dolgov.
Kapten kapal Andrey Dolgov, seorang warga negara Rusia bernama Aleksandr Matveev dijatuhi hukuman 4 bulan penjara dan denda Rp. 200 juta setelah terbukti bersalah melakukan penangkapan ikan ilegal. Petinggi-petinggi kapal lainnya dideportasi ke negaranya masing-masing.
Setelah inspeksi, kami menemukan bahwa F/V STS-50 [Andrey Dolgov] melanggar undang-undang perikanan Indonesia. Penangkapan ikan ilegal adalah musuh publik dan setiap negara seharusnya memberikan bantuan dengan mengeliminasinya. — Menteri Susi Pudjiastuti.
Namun investigasi tak berhenti sampai di situ. Tim spesialis forensik digital juga menelusuri berbagai data yang berada di dalam Andrey Dolgov seperti sistem komputer, instrumen navigasi dan telepon genggam kapten kapal. Hal ini membantu otoritas internasional untuk mengidentifikasi jaringan kriminal yang mengoperasikan Andrey Dolgov.
Di saat Andrey Dolgov terdaftar sebagai milik dari Red Star Company Ltd., dari Belize, pemilik sesungguhnya dicurigai sebagai seorang warga negara Rusia yang memiliki kantor di Korea Selatan dan telah melakukan beberapa transaksi bank di New York. Maka dari itu, Andrey Dolgov dianggap terkait dengan organisasi kriminal Rusia berskala internasional.
(stefanus/IDWS)
Sumber: BBC.com